Sore hari, Siwoo terlihat duduk di bawah sebuah pohon yang berada di ujung halaman rumah dengan sebuah buku yang terbuka di tangan bocah itu, tak lupa pula dengan pedang kayu yang tergeletak di samping kakinya.
Dari luar pagar tembok setinggi satu meter yang mengelilingi rumah sederhana itu, Byeong Gyu yang sedang dalam perjalanan pulang mengintip ke dalam kediaman Jang Sajung yang dikenal sebagai seorang bangsawan.
Byeong Gyu sendiri adalah putra dari paman Shin-seorang petani yang selalu diikuti Siwoo setiap kali menangkap ikan di sungai. Byeong Gyu memang tidak terlahir dari keluarga bangsawan, dan dia bisa menuntut ilmu di Gwanhak karena ia merupakan anak angkat dari Menteri Pertahanan. Namun meski begitu, Byeong Gyu tidak melupakan keluarganya yang sesungguhnya.
Senyum Byeong Gyu mengembang tatkala pandangannya menangkap sosok yang ia cari. Berjalan mengitari tembok, Byeong Gyu menghentikan langkahnya di belakang Siwoo dan masih terhalang oleh tembok.
Byeong Gyu melongokkan kepalanya, namun tetap saja tak tahu apa yang kini tengah di baca oleh bocah yang belum terlalu lancar membaca tersebut.
Byeong Gyu lantas menegur dengan suara yang sengaja dipelankan, "Tuan Muda Jang ..."
Siwoo segera menoleh. Namun saat itu Byeong Gyu langsung menunduk. Membuat bocah itu terlihat bingung ketika tak menemukan siapapun. Siwoo lantas kembali berkonsentrasi pada bukunya. Begitupun dengan Byeong Gyu yang kembali menampakkan diri.
Byeong Gyu kembali memanggil, "Tuan Muda Jang ..."
Sekali lagi Siwoo menoleh dan terlihat kesal ketika lagi-lagi tak menemukan siapapun. Siwoo kemudian menegur, "jangan main-main denganku."
Byeong Gyu tertawa tanpa suara. Bagi orang-orang di sana sangat menyenangkan menggoda putra bungsu dari bangsawan Jang yang terkenal pemarah itu. Byeong Gyu kembali menegakkan tubuhnya, menemukan Siwoo yang kembali menekuni bacaannya.
Byeong Gyu kembali menegur, namun kali ini tak lagi bersembunyi, "apa yang sedang Tuan Muda Jang lakukan di sini?"
Dengan wajah yang bertambah kesal Siwoo menoleh, namun netra bocah itu segera membulat.
Siwoo lantas berseru, "oh! Kak Byeong Gyu?"
Byeong Gyu tersenyum lebar sebelum melompati tembok dan kemudian mendudukkan diri di samping Siwoo. Byeong Gyu sendiri sudah tahu identitas Jang Sajung sebagai pengawal pribadi Raja karena mereka kerap bertemu di istana saat Byeong Gyu menjadi guru Putra Mahkota. Namun pemuda itu tidak tahu tentang identitas Putri Yowon kerena dia juga tidak tahu kisah tentang si pengawal pribadi Raja yang berhasil mempersunting seorang Putri.
Siwoo menutup bukunya dan menegur Byeong Gyu, "Kakak baru pulang?"
Byeong Gyu mengangguk.
"Dari istana?"
Byeong Gyu kembali mengangguk.
"Bertemu Putra Mahkota?"
Byeong Gyu lagi-lagi mengangguk.
"Kakak tidak kembali ke rumah Menteri Pertahanan?"
"Aku sudah membuat jadwal dan sekarang waktunya aku pulang ke rumahku sendiri. Apa yang sedang Tuan Muda lakukan?"
Tangan mungil Siwoo menunjukkan buku di tangannya.
"Kenapa sangat sulit membaca ini?" gerutuan khas anak kecil lantas terdengar.
Byeong Gyu tersenyum lebar. "Itu karena Tuan Muda masih pemula. Jika sudah terbiasa, Tuan Muda pasti bisa membacanya dengan lancar."
"Jika nanti aku sudah bisa membaca dengan baik, apakah aku juga boleh pergi ke Gwanhak?"
"Tuan Muda harus berusia sekitar enam belas tahun dulu baru bisa pergi ke Gwanhak."
Siwoo menganggukkan kepalanya.
Byeong Gyu lantas berganti melontarkan pertanyaan, "hari ini dapat berapa ikannya?"
"Aku tidak bisa pergi," Siwoo menjawab dengan wajah yang murung.
"Kenapa?"
"Kak Kyung Woo selalu mengadu pada ibu setiap kali aku keluar rumah."
Byeong Gyu tertawa pelan mendengar pengaduan Siwoo.
"Orang itu benar-benar menyebalkan."
"Itu hal yang wajar. Tuan Muda seorang bangsawan, memang tidak seharusnya menangkap ikan di sungai."
"Apa salahnya? Jika kita ingin makan ikan, berarti kita harus menangkapnya di sungai."
"Tuan Muda tidak perlu menangkap di sungai. Jika Tuan Muda ingin makan ikan, Tuan Muda tinggal membelinya di pasar."
"Itu membutuhkan uang. Bagaimana jika kita dalam keadaan tidak memiliki uang?"
"Bekerjalah, maka kau akan mendapatkan uang."
Netra Siwoo segera memicing, menyadari suara familiar yang terdengar sangat menyebalkan turut menyahut. Memandang ke arah depan, Siwoo menemukan Kyung Woo sudah sampai di hadapannya.
Kyung Woo mengusak singkat puncak kepala Siwoo dan berucap, "tidak sopan memandang kakakmu seperti itu."
Siwoo menepis tangan Kyung Woo, tak lupa memberikan sebuah pukulan. Sedangkan Kyung Woo lantas menaruh perhatiannya pada Byeong Gyu.
"Kak Byeong Gyu baru pulang?"
Byeong Gyu mengangguk.
"Aku pikir Kakak ada di rumah Menteri Pertahanan."
Siwoo menyahut, "Kak Byeong Gyu sudah membuat jadwal."
"Aku tidak bertanya padamu," balas Kyung Woo.
Siwoo segera meraih pedang kayunya dan hendak memukul Kyung Woo, namun dengan cepat Kyung Woo menghindar ke samping Byeong Gyu. Membuat pemuda itu mengulas senyumnya karena tingkah dua bocah di sampingnya.
Kyung Woo lantas mencibir, "lihatlah kelakuannya. Tahu begini aku akan mendorongmu ke sungai yang lebih dalam."
"Akan aku adukan pada ayah," ancam Siwoo.
Kyung Woo membalas, "akan aku adukan pada ibu."
"Aku tidak melakukan apapun."
"Ibu tidak akan percaya padamu karena kau bau ikan."
Siwoo segera mencium pakaiannya sendiri dan kembali memandang Kyung Woo untuk menyangkal ucapan sang kakak.
"Tidak, aku tidak bau ikan."
"Itu menurutmu. Tanyakan saja pada orang lain."
Siwoo mengalihkan pandangannya pada Byeong Gyu. "Kakak, apa aku bau ikan?"
Byeong Gyu tersenyum lebar dan sempat bertemu pandang dengan Kyung Woo yang memberikan isyarat padanya. Kembali memandang Siwoo, Byeong Gyu sekilas bertindak seperti tengah mengendus bau tubuh Siwoo.
"Ah, benar. Tuan Muda memang bau ikan."
Siwoo terkejut. "Yang benar?"
Kyung Woo segera menyahut, "tentu saja benar. Setiap hari kau bergulat dengan ikan, itulah sebabnya kau bau ikan. Kenapa tidak jadi nelayan saja sekalian?"
Bukannya kesal, Siwoo justru beranjak dari duduknya dan segera berjalan menuju rumah. Membuat senyum di wajah Kyung Woo dan Byeong Gyu melebar.
Byeong Gyu kemudian berucap, "Tuan Muda tidak kasihan pada adik Tuan Muda?"
Kyung Woo memandang. "Apanya? Aku tidak melakukan apapun."
Perhatian keduanya segera teralihkan oleh Siwoo yang tiba-tiba kembali.
Kyung Woo lantas menegur, "kenapa kembali lagi?"
Siwoo hanya sekilas memandang. Tanpa mengucapkan apapun, bocah itu mengambil pedang kayunya yang tertinggal dan segera masuk ke rumah.
"Ibu ... kak Kyung Woo mengatakan bahwa aku bau ikan ..." suara nyaring itu lantas terdengar sampai ke luar. Membuat sudut bibir Kyung Woo tersungging sebelum pandangannya kembali jatuh pada Byeong Gyu.
"Kakak masih pergi ke istana?"
"Aku baru saja dari sana."
"Bagaimana rasanya mengajari Putra Mahkota? Apa dia memperlakukan Kakak dengan baik?"
Byeong Gyu mengangguk. "Meskipun masih sangat muda, Putra Mahkota sangat menghargai orang lain. Tidak terlalu sulit untuk mengajarinya."
"Berapa usianya?"
Byeong Gyu tampak mempertimbangkan sesuatu sebelum menjawab. "Jika tidak salah, sepertinya Putra Mahkota dua tahun lebih tua dari adik Tuan Muda."
"Kakak beruntung karena tidak memiliki murid seperti Siwoo."
Byeong Gyu tertawa ringan. "Memangnya ada apa dengan adik Tuan Muda?"
"Anak itu-"
"Kyung Woo ..." pekikan Putri Yowon dari dalam rumah berhasil menghentikan ucapan Kyung Woo.
Kyung Woo menoleh ke sumber suara dan menyahut dengan suara yang lantang, "Ye ..."
"Jangan bicara macam-macam pada adikmu."
Hanya sebatas suara dan sudah cukup membuat senyum Kyung Woo tersungging.
Kyung Woo kembali memandang Byeong Gyu dan berucap, "Kakak dengar sendiri? Anak itu sangat menyebalkan."
Byeong Gyu hanya bisa menanggapi hal itu dengan tawa ringan yang hampir tak bersuara. Byeong Gyu berpikir bahwa sangat menyenangkan memiliki keluarga seperti keluarga Jang Sajung. Meski tak jauh-jauh dari keributan, namun mereka saling menyayangi satu sama lain.