Chapter 2

991 Words
1 "Apa nggak ada pengacara lain selain dia, Silvi?" tanya Redanti pada sekretarisnya. "Ibu kan minta saya cari pengacara yang paling bagus? Ya siapa lagi di kota ini Bu? Ini kasus penting ibu, masalah hak cipta, desain ibu dicuri, siapa yang lagi kalo nggak nama Subandono yang bisa bantu ibu, itu yang langsung ada di kepala saya, maaf saya nggak bilang ibu dulu dan saya sudah deal semuanya, kan seperti biasa ibu gak pernah mau ribet, semua saya yang urus," ujar Silvi sambil memelas. "Hmmm ... mau gimana lagi, yaudah kamu yang urus semuanya, nggak usah melibatkan aku, aku tahu beres." "Yaaaah ibuuuu, pengacara itu minta ketemu ibu siang ini di, emmm ini ibu, hotel ini, ngajak makan siang," ujar Silvi sambil memperlihatkan alamat hotel dibuku yang setia mendampinginya selama bekerja di butik milik Redanti. "Gini, hubungi dia, aku nunggu dia di sini, di ruanganku, kalo dia nggak mau ya kamu aja sana yang nemani dia makan siang," ujar Redanti menatap lurus mata Silvi yang ada di depannya. "Ya Allah Ibuuu, gimana kalo dia gak mau ke sini?" Suara Silvi terdengar merengek. "Aku nggak mau tahu, telepon aja sana dulu." Dan Silvi berusaha menghubungi laki-laki yang sangat tidak ingin Redanti temui. Cukup sudah semuanya. Mungkin dulu memang pondasi rumah tangga mereka tidak kuat hingga hanya dengan hantaman kecil, rumah tangga mereka jadi luluh lantak. "Ibuuuu." Teriakan kegirakan Silvi membuyarkan lamunan Redanti. "Mau Ibuuu, Pak Megantara mau ke sini, malah dia kayak antusias gitu Ibu, ih gak nyangka deh, orang terkenal kayak beliau mau ke sini menemui Ibu." "Pasti dia mau." "Ih, ibu yakin banget, kok tahu kalo Pak Megantara pasti mau, kaya kenal aja Ibu ini." "Lebih dari sekadar kenal." "Hah yang bener ibu? Kenal di mana? Teman? Sahabat?" "Dia mantan suamiku!" "HAH! Pantesan." "Pantesan apa?' "Pak Megatara nanya nama lengkap dan ciri-ciri Ibu." "Lah trus kamu kasih?!" "Iii ... iyaaa Ibuuuu." "Heeeeeh ... Kamu ini Silviiiii." *** Abdi menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya perlahan. Sama sekali ia tak menyangka jika yang akan ia temui sebentar lagi adalah orang yang ia cari selama ini. Abdi merasa lelah sangat lelah dengan pencariannya. Abdi sempat menyesalkan perceraian itu terjadi karena ego mereka berdua. Sama-sama sibuk, saling tuduh penyebab tidak hadirnya buah hati, hingga ia menerima begitu saja kabar bahwa istrinya ada main dengan laki-laki lain. Merasa tersakiti dan dikhianati, ia terima begitu saja saat sang istri mengajukan cerai. Namun alangkah menyesalnya Abdi saat ia didatangi langsung oleh Lanang, laki-laki yang dituduh oleh keluarga besarnya ada main dengan istrinya. Karena sejak kabar itu merebak Redanti benar-benar menjauh dari dua laki-laki itu, menghilang bagai ditelan bumi, bahkan pindah rumah dan butik. Kini yang ada hanya penyesalan, dan keinginan Abdi untuk kembali pada istrinya semakin kuat. Sejak ia meyakinkan sekretaris Redanti akan memenangkan kasus butik Redanti, sekretaris Redanti seolah memudahkan pertemuannya dengan mantan istrinya. Berawal dari telepon sekretaris Redanti ke kantornya hingga kemudian mereka bertemu dan berbicara banyak mengenai kasus, akhirnya Abdi bertanya siapa pemilik butik yang akan ia bantu secara hukum. Sekretaris Redanti memberi tahu nama lengkap pemilik butik Meirza's Style. Saat itu juga d**a Abdi berdegup kencang, ia sampai bertanya ciri-ciri pemilik butik itu dan sekretaris Redanti menggambarkan dengan panjang lebar. Sejak itu Abdi jadi sangat ingin bertemu Redanti. Tak ada wanita lain yang bisa ia cintai sepenuh hati selain Redanti. Hanya ego laki-laki yang merasa telah dikhianati hingga ia dengan mudah meloloskan permintaan cerai istrinya. Beberapa kali ia mencoba membina hubungan serius namun selalu saja ia bandingkan dengan Redanti dan berakhir dengan kandasnya hubungan yang tak sempat berakhir dengan cinta. Kini beberapa saat lagi ia akan bertemu dengan mantan istrinya. Apa yang akan ia katakan nanti, bagaimana ia harus menyapanya. Panggilan sayang Caca masih sangat ia ingat, wajah manja dan bersemu merah jika ia memanggilnya Caca sayang. Abdi melihat jam di dinding ruangannya, menunjukkan pukul 12 siang. Ia beranjak untuk berangkat menuju butik Redanti. Beberapa dokumen ia bawa. Harusnya ia bersama partnernya tapi biarlah kali ini untuk orang istimewa, ia akan melakukan semuanya sendiri. *** Sesampainya di Meirza's Style, Abdi segera diantarkan menuju ruangan Redanti oleh Silvi, perlahan ia buka dan di sana Abdi melihat orang yang sangat ia rindukan dengan tampilan berbeda. Seketika d**a Abdi bergedup kencang, bagaimana tidak, di tempat duduknya Redanti menegakkan tubuhnya, berdiri menyambut kedatangannya dan melangkah mendekatinya dengan rambut kelam yang melewati bahunya, wajah putih bersih, juga dress selutut berwarna beig dan bunyi stiletto yang menghentak lantai membuat Abdi terpana seketika. "Silakan masuk Pak Mega, mari silakan duduk." Suara Redanti membuat Abdi mendekat dan mengulurkan tangannya. "Selamat siang Ca, apa harus seformal ini?" Redanti membalas uluran tangan Abdi dan menariknya segera, serta memberi kode pada Silvi agar segera pergi. Silvi mengangguk dengan gugup dan tak menyangka jika Megantara Abdi Subandono benar-benar mantan suami bosnya. Redanti tak menanggapi pertanyaan Abdi dan segera menutup pintu ruangannya, menyilakan Abdi duduk, sedang Redanti duduk di seberang meja, di hadapan Abdi. "Pak Mega mau minum apa? Kita membicarakan kasus ini sambil menikmati kudapan siang, santai saja karena saya yakin sebenarnya ini sudah anda bicarakan detil dengan Silvi." Abdi mengembuskan napas dengan pelan, ia menatap wanita yang sangat ia rindukan, yang telah berganti menjadi kupu-kupu yang cantik. Sejak dulu Redanti cantik. Tapi kematangannya yang membuat kecantikannya semakin bersinar. "Apa sebenci ini kau padaku Ca hingga kita tak bisa bicara santai? Aku merindukanmu Ca? Aku mencarimu, aku ingin meminta maafmu, juga menjelang ibu meninggal, beliau ingin meminta maafmu, beliau mengaku jika dulu masalahmu dengan Lanang tidak benar-benar terjadi, tapi sampai beliau meninggal aku tak bisa menemukanmu, maafkan aku dan ibu Ca dan yang membuat aku kehilangan jejakmu kau pindah rumah juga butikmu entah di mana, kau percaya kan jika aku menyesal?" Abdi melihat wajah di depannya menampakkan ekspresi tak berubah, datar dan tanpa senyum. "Jadi ini maksud Anda ingin bertemu saya? Saya tak ingin mengingat hal yang membuat saya hampir terpuruk, masa lalu seperti angin, lewat dan tak kembali, jadi lebih baik kita bicarakan hal yang lebih penting dalam hidup saya, kelangsungan karya saya yang ditiru orang lain, Anda saya bayar mahal jadi bicaralah hal yang berguna bagi saya, tidak mudah mengumpulkan receh demi receh dalam hidup saya yang tidak sekaya Anda." Abdi tak peduli, ia bangkit dan duduk di dekat Redanti. "Aku merindukanmu, Ca!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD