Aku berjalan menyusuri lorong yang panjang dan berliku, suara sepatuku bergema seiring dengan langkah kakiku. Untungnya, lorong ini hanya menuju satu arah saja, tidak ada persimpangan jalan lain yang akan membuatku tersesat dan berputar-putar di tempat ini. Ini adalah lorong rahasia yang berada di ruang baca Vampire Agung. Para Vampire Agung yang sebelumnya tidak pernah mau masuk ke ruangan yang berukuran 3x4 meter ini karena menurut mereka ruangan itu terlalu sempit dan hanya berisi buku-buku tua yang berjejer rapi di lemari. Tapi siapa sangka, Dad malah menemukan sebuah rahasia dibaliknya.
Tinggal mendorong pintu besi besar itu, aku sudah sampai di rumahku yang ada di Wispherdaele. Pemandangan yang terlihat pertama kali adalah hamparan mawar putih yang menurutku itu sangat aneh karena diujung kelopaknya berwarna merah seperti darah dan terdapat pola seperti darah yang mengalir. Tapi bunga itu berbau sangat harum, tidak seperti penampilannya yang mengerikan.
“Oh? Kau datang menemui ibumu, Kim?” suara Elisiya mengalihkanku dari pemandangan bunga yang mengerikan itu. Dia keluar dari rumah itu dengan membawa tas besar.
“Ya, sedang apa kau disini, Elis?” tanyaku padanya sambil melangkah mendekat.
“Aku sedang mengantarkan persediaan darah pada ibumu, dia sangat menginginkan banyak darah akhir-akhir ini,”
“Apa Mom baik-baik saja?”
“Beberapa hari yang lalu emosinya sedang tidak stabil, dia sempat mengamuk dan sempat menyerang ayahmu,” aku terkesiap mendengar yang diucapkan Elisiya. Separah itukah vampire wanita jika sedang hamil? Dad tidak menceritakannya padaku soal Mom yang menyerangnya.
“Itu bukan seperti yang kau pikirkan, ibumu hanya merasa haus dan persediaan darah yang ada tidak cukup jadi dia menyerang Lord untuk meminum darahnya. Dia sedang tidak boleh pergi kemana-mana sampai emosinya sudah stabil,” aku mengangguk pelan mendengar penjelasan dari Elisiya mengenai Mom.
“Aku hanya merasa sedikit khawatir mendengarnya, kau tahu aku jarang kemari untuk bertemu Mom,” jawabku pada Elisiya yang sedang menelisik ekspresi wajahku.
“Kau benar, kita hanya bisa berharap Nyonya Maryssa bisa kembali menguasai dirinya sendiri. Kau bisa menemuinya selama 10 atau 15 menit, setelah itu kau harus segera pergi. Tidak boleh lebih dari itu,”
“Kenapa? Kenapa kau membatasi pertemuanku dengan Mom?” aku mengerutkan keningku padanya.
“Aku tidak tahu bagaimana menyampaikannya padamu, aku tidak bisa bicara hal itu dengan mudah karena perintah dari Vampire Agung. Pokoknya ikuti saja jika kau tidak ingin melihat ibumu hilang kendali. Sepertinya kau juga tidak sadar bau darahmu sendiri bisa mengundang vampire-vampire yang sedang kehausan,” Elisiya menepuk bahuku pelan. “tidak akan terjadi apa-apa Kim, seperti yang sudah aku bilang, kita hanya perlu menunggu dia bisa menguasai dirinya kembali,”
“Baiklah, aku akan usahakan keluar jika sudah waktunya,” Elisiya tersenyum senang karena aku mendengarkan nasihatnya.
“Kalau begitu aku pergi, aku harus kembali untuk membantu David,” Elisiya menghembuskan napas panjang, seolah dia merasa sangat lelah.
“Apa ada kabar baik dari David?”
“Buntu. Kita belum mendapatkan petunjuk apapun,”
“Aku akan segera bertemu dengannya begitu urusanku disini selesai,” Elisita mengangguk.
“Akan aku sampaikan padanya. Berhati-hatilah Kim, ingat jangan terlalu lama berada disana”
Elisiya berjalan meninggalkanku sendiri sebelum akhirnya dia berlari dengan sangat cepat. Dia pasti sangat sibuk mengurus banyak hal di dua tempat sekaligus. Aku tidak bisa terlalu lama berada disini dan harus segera menyelesaikan masalah yang ada di sana. Lalu, para Elitish juga akan…
“Kim! Kenapa kau berada diluar? Ayo cepat masuk kemari,” suara Mom yang terdengar bersemangat begitu tahu aku datang menemuinya.
“Tunggu sebentar Mom, kau terdengar tidak begitu sabar” ucapku dengan pelan yang aku yakin Mom bisa mendengarnya dengan jelas dari dalam rumah.
Begitu aku membuka pintu rumah, Mom langsung menyambutku dengan pelukan hangatnya yang begitu erat.
“Ups, Mom! Kau membuatku sangat terkejut!” aku tersenyum melihat tingkah Mom yang diluar biasanya. Mungkinkah karena pengaruh dari kehamilannya.
“Kau jarang mengunjungiku belakangan ini, apa kau tidak rindu dengan Mom?” wajah Mom terlihat kecewa.
“Aku rindu Mom dan Dad, pekerjaanku disana membuatku tidak bisa kemari untuk waktu yang lama. Aku juga harus mempertimbangkan waktu, disini lebih lambat sedangkan disana berjalan dengan sangat cepat,”
“Mom tau sayang, pasti berat untukmu menyesuaikan diri. Tapi Mom yakin kau bisa mengatasinya. Kau mau minum apa? Kebetulan Elisiya baru mengantarkan darah,”
Mom hendak berjalan menuju tempat penyimpanan darah yang berada di bawah tanah karena disana suhunya lebih dingin. Berbeda dengan tempat Jayden yang sangat modern dan banyak alat-alat dengan teknologi terbaru yang sama persis dengan para manusia miliki. Rumah ini lebih bergaya klasik dengan panel dinding dan lantai yang terbuat dari kayu. Meskipun dinding tersebut dilapisi dengan kain tebal, aku bisa mencium bau kayu oak yang sangat khas. Perpaduan warna krem dan emas lebih mendominasi ruangan ini, juga lampu-lampu kristal yang membuat ruangan ini terlihat mewah. Lukisan-lukisan yang cukup besar di dinding, patung-patung yang diletakkan di sudut dan beberapa ornament-ornamen lain. Kursi-kursi yang ada juga terlihat sangat elegan tapi tetap klasik.
“Kau ingin aku menuangkannya kedalam gelas?” Mom datang dengan membawa dua kantung darah besar di kedua tangannya.
“Tidak perlu Mom, aku sudah minum darah beberapa jam lalu sebelum aku datang kemari. Untukmu saja, kudengar kau sedang membutuhkan lebih banyak darah Mom?” Mom membelalakan matanya padaku.
“James... sudah memberitahumu?” aku menganggukkan kepalaku pelan. Mom menghembuskan napasnya, sepertinya dia terlihat kecewa karena aku mengetahui keadaannya.
“Apa aku tidak berhak untuk tahu Mom?” tanyaku dengan sangat pelan. Apa seharusnya aku pura-pura tidak tahu saja tadi? Mom terlihat sangat kecewa.
“Tidak, bukan begitu sayang. Ini harusnya menjadi kejutan untukmu nanti saat ulang tahunmu, bahwa kau akan memiliki seorang saudara. Tapi kau mengetahuinya lebih dulu…” wajah Mom terlihat sedih karena kejutan yang dia persiapkan dengan Dad untukku gagal total.
“Kau tahu Mom? Ketika aku tahu pertama kali dari Zilva dan memaksa Dad untuk menceritakan kondisi Mom yang sebenarnya padaku, aku sangat terkejut dan juga tidak percaya. Usiaku sudah dua puluh tahun lebih dan memiliki seorang adik, apakah itu mungkin? Aku langsung datang kemari untung menemui Mom dan memastikannya sendiri,” aku memperhatikan perut Mom yang sudah mulai terlihat sedikit membuncit.
“Benarkah? Aku juga sangat terkejut ketika tahu sedang mengandung seorang anak lagi. Mom dan Dad awalnya hanya ingin terfokus padamu karena kita sudah terpisah begitu lama saat itu, tapi ternyata ada kejutan lain untuk keluarga kita,” Mom tersenyum sambil mengusap perutnya dengan perasaan sayang.
“Tentu saja, selama ini aku selalu sendirian. Aku ingin tahu bagaimana rasanya memiliki saudara dengan umur yang berbeda jauh denganku. Apakah orang-orang akan mengira dia adalah anakku?” aku dan Mom tertawa.
“Mereka akan mengira kau dan Jayden sudah menikah dan memiliki keturunan vampire. Tapi bagaimana bisa kau berpikir usiamu dengan calon adikmu berbeda sangat jauh?” senyum Mom padaku terlihat sangat tulus.
“Apa kau lupa Mom aku ini sudah dua puluh empat tahun?”
“Tapi umur vampiremu belum genap satu tahun,” senyum Mom semakin lebar.
“Tapi aku sudah hidup selama dua puluh empat tahun Mom. Dad bilang mungkin saja aku sudah menjadi vampire sejak aku lahir, tapi ada sesuatu yang salah dengan tubuhku karena saat Mom mengandungku adalah manusia, jadi itu menghalangiku untuk bertransformasi,”
“Jadi kau menyalahkanku? Kau menyalahkan Mom karena masih menjadi manusia selama dua puluh empat tahun?” wajah Mom yang tadi tersenyum lebar berubah menjadi sedih dan kecewa.
“Mom, aku tidak…”
“Apa kau tahu bagaimana kesulitan Mom ketika mengandungmu? Dan kau sekarang menyalahkan Mom karena terlahir sebagai manusia lebih dulu dan menghambat transformasimu?!” aku tidak mengerti kenapa Mom tiba-tiba menjadi marah seperti ini.
“Mom, aku tidak menyalahkanmu. Aku hanya…”
Dalam sekejap, aku terlempar keluar rumah dengan Mom yang berada diatas tubuhku, mencekik leherku. Ekspresi wajahnya terlihat sangat marah dan sedih. Aku tidak bisa melawan Mom karena khawatir dengan bayi yang ada di dalam perutnya. Mom dan adikku bisa-bisa terluka jika aku melawan Mom, atau jika aku menghindari Mom, bisa-bisa dia terus menyerangku dan itu juga baik untuk mereka berdua. Jadi aku hanya menerima amukan Mom padaku.
“Mom… tenanglah…” aku berusaha menenangkan Mom yang diliputi dengan perasaan marahnya.
“Kenapa kau menyalahkanku? Apa itu salahku kau terlahir dengan kondisi seperti itu?” jari-jari Mom terus menekan leherku semakin erat.
“Mom, ak-aku ti..dak,..” karena cengkraman Mom di leherku, aku kesulitan untuk berbicara. “Mom…”
“Hentikan Maryssa, jangan seperti ini,”
***