RUANG KERJA

1012 Words
Angga memberikan isyarat padaku agar aku mengikutinya. Aku berjalan mengekor dibelakangnya memasuki ruangannya. Menutup pintu ruang kerjanya semua kaca yang tadinya bisa tembus pandang melihat ke segala sudut langsung tertutup oleh gorden berwarna coklat tua. Aku melihat sekeliling ruangan bahkan tidak ada celah sedikitpun yang bisa untuk melihat bagian showroom. "Kamu mau berdiri saja ?" Tanya Angga sambil melihat laptop di depannya. Aku melangkah menuju sofa yang disediakan di ruangan Angga, menunggu dia yang masih sibuk dengan laptopnya. Aku membuang nafas kasar menunggu Angga yang tidak jelas. Aku memilih mengambil ponsel dan membuka aplikasi hijauku yang ternyata sudah ada lima pesan menunggu balasanku. Tiga pesan dari customer yang menanyakan biaya foto , satu orang dari Toni editorku yang memintaku main ke percetakan, dan satu lagi dari Sabrang, teman kuliahku yang menurutku dia memiliki perasaan kepadaku. Tunggu dulu bisa aku jelaskan kenapa aku bisa berkata begitu, itu karena Sabrang selalu memperlakukanku dengan cara berbeda. Dia sering memberikan perhatian padaku dan dia juga tidak jarang mengubungiku untuk sekedar menanyakan apa kesibukanku dan sudah makan apa belum. Sebagai perempuan normal tentu aku menyadari jika Sabrang menyukaiku. Tapi bagaimana denganku ? Aku sedang tidak ada waktu untuk memikirkan hal itu. Satu-satunya pria yang membuatku bergetar saat pandangan pertama adalah Angga. Meski waktu itu aku bertemu dia dalam kondisi yang tidak baik, tapi entah kenapa aku memiliki perhatian khusus padanya. Mungkin rasa iba karena melihat dia kecelakaan begitu, tapi entah kenapa saat menjalani tugas sebagai Kayla palsu aku merasa memiliki perasaan lebih kepadanya, meski aku sama sekali tak berharap untuk berbalas, apalagi begitu aku mengetahui Kayla kakak kandungku ternyata juga memiliki perasaan yang sama pada Angga, bahkan mungkin lebih banyak cinta Kayla dibanding denganku, "Kamu kenapa tidak kuliah Nay ?" Tanya Sabrang melalui pesan singkat. "Aku sedang ada urusan Sab, aku ganti aja minggu lusa di kelas B. Adakah tugas ?" Tanyaku. "Gak ada sih, tadi cuma materi aja seperti biasa. Kaya kamu gak tau pelasaran pak Bimo." "Oh ... " "Sorean aku main ya ke studio?" "Ngapain ?" "Ya mau main aja, apa gak boleh ?" "Boleh sih, main aja ga apa. Tapi nanti aku boleh ya sambil ini itu karena ya tau sendiri aku kerja." "Mau dibawain apa Nay ?" "Bebas ya Sab." Aku memang bersikap biasa pada Sabrang, aku tidak membatasi diri dari dia dan aku juga tidak menyukainya. Sabrang itu anaknya asik buat ngobrol. Kami kenal dari awal masuk saat sedang ospek. Terus berteman sampai sekarang dan memang kami dekat, tapi hanya sebagai teman. Angga tersenyum sambil melihat laptopnya. Aku melirik sekilas wajahnya yang tenang tapi menurutku aneh karena dia tersenyum sendiri. "Laper aku tuh, gak pengen gitu ngajak makan mie ayam ?" Begitu bunyi pesan dari Tomi. "Habis dzuhur yak kestudio aku, nanti aku ajak jajan mie ayam enak di deket studio sini." Balasku. "Oke gas atuh. Tunggu kedatangan aku sayang." Aku tersenyum membaca balasan Tomi. Dia memang kadang suka memanggilku sayang, tapi diantara kami tidak ada hubungan apapun. Hanya sebatas penulis dan editor buku. "Ehem." Angga berdehem. Jika tadi dia senyum sendiri, sekarang wajahnya serius dan seperti ingin marah atau apalah itu. Aku melihat jam tanganku, rasanya sudah lama aku disini dan ini sangat membuang waktuku. Toh kita tidak melakukan apa-apa. Angga juga tidak berbicara padaku, dia malah sibuk dengan laptopnya, lebih baik aku pulang dan dan melanjutkan pengerjaan cetak fotoku. "Mau kemana kamu ?" Tanya Angga begitu melihatku berdiri. "Aku mau balik ke studio Angga. Lagian kita juga gak ngobrol apa-apa kan ? Mana pekerjaan yang katamu ingin kamu bicarakan padaku ?" "Duduklah. Tunggu aku. Jam makan siang kita keluar bareng!" "Aku bisa sendiri. Aku makan di studio saja." "Janjian dengan seseorang yang memanggilmu sayang ?" Tanya Angga tanpa melihatku. Aku membulatkan mata mendengar pertanyaan Angga, bagaimana dia bisa mengetahuinya ? Aku mendekat ke meja kerja Angga,dengan sigap dia langsung menarikku dan mendudukkanku di kursi kerjanya. Dia mengkungkungku di kursi kerjanya. Aku melihat layar laptop miliknya yang ternyata tersambung pesan website milikku. "Kamu ?" "Siapa Tomi ?" Tanya Angga. "Apa hakmu menyadap pesanku ?" "Jawab pertanyaanku! Siapa Tomi ?" "Apa hubungannya denganmu ?" "Aku tidak suka ada laki-laki lain yang mendekatimu apalagi memanggilmu dengan panggilan sayang!" "Kamu tidak ada hak untuk itu! Aku apapun dengan siapa saja itu urusanku !" "Kamu milikku !" "Tidak ! Aku bukan siapa-siapa kamu ! Hubungan kita hanya sebatas kamu kekasih Kayla dan aku adik Kayla !" "KANAYA !" Angga membentakku. Sejenak kami saling terdiam. Kami berdua saling berpandangan hingga netra kami bertemu. Untuk sesaat aku merasa cengkeraman Angga pada kursi mulai melunak aku menggunakan kesempatan itu untuk mendorong dan meninggalkan Angga yang hampir terjatuh karena doronganku yang begitu keras. **** Aku sedang belajar melukis, kali ini aku jadikan hasil foto juara satu yang pernah kuraih dulu sebagai obyeknya. Pertama aku cetak fotonya dan ku taruh di dekat kanvas, aku mulai menggores kanvas itu dengan penuh keyakinan. Bisa tidak bisa yakin tidak yakin diri kita harus selalu percaya bahwa diri kita bisa melakukan apapun itu yang terlihat sulit. Karena jika kita selalu tidak yakin maka apapun yang kita kerjakan tentu tidak akan membuahkan hasil. Siang tadi aku sempat makan dengan Tomi, kami banyak berbincang mengenai n****+-n****+ yang dia editori. Banyak keluh kesah yang dia sampaikan mengenai setiap penulis yang menggunakan jasa dia sebagai seorang editor penerbit buku ternama. "Pokoknya ya say tetep paling enak itu kalau kerjasama sama you." Kata Tomi dengan logat kemayunya. "Aku belum ada inspirasi lagi Tom, kayaknya bakal lama nanti nulis novelnya, tau sendiri kan aku lagi fokus buat studio foto sama ya mau belajar buat lukis, nanti kan rencana aku pengen buka jasa studio lukis juga." "Aduh you ini ya Nay, sibuk banget. Jangan lama-lama sih vakumnya. Bosen aku tuh sama penulis lainnya mereka tuh pelit kalau sama aku." "Iya nanti sambil nyicil nulis deh ya kalau udah ada ide lagi." Tomi sebenarnya laki-laki yang sangat sempurna, hanya saja gaya dia lebih ke perempuan sehingga dia banyak yang bilang bencong. Tapi jujur dia masih suka wanita. Pernah aku bertanya padanya apakah dia menyukai lelaki dia malah marah besar, dan keesokan harinya dia mengajak kekasihnya yang cantik jelita untuk memamerkannya padaku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD