ABDI

1019 Words
Aku melangkah dengan gontai. Aku sengaja tidak menghubungi pak Muh karena aku masih ingin berjalan-jalan. Kehidupanku sedikit berubah semenjak aku merawat Angga. Biasanya aku jalan-jalan untuk memotret mencari sesuatu yang unik dan lucu untuk dijadikan obyek atau mencari bahan untuk menjadi referensi buat novelku. Aku mencoba untuk pulang ke rumah tadi sepulang dari rumah sakit, kupikir mereka merindukanku, ternyata tidak. "Kok kamu pulang ? Apa pasien Kayla sudah sembuh ? Nanti kalau Kayla dapat nilai jelek karena kamu pulang di jam kerja gimana ?" Tanya bunda. Cukuplah lima belas menit, tidak ingin aku berlama-lama di rumah. Aku kekamar sebentar untuk mengambil keperluanku yang tertinggal di rumah setelah itu aku pergi. Aku membuka ponsel baruku. Aku mencoba menggunakan benda pipih yang bisa dilipat itu untuk memotret. Sungguh bagus hasilnya. Berbanding jauh dengan ponsel yang aku pakai selama ini. Kringg .... Kringg .. Ponselku berbunyi saat aku sedang asyik memotret. Nama Erlangga tercantum di layar ponsel tersebut. Dia pasti mencariku. Aku hampir melupakan tugasku merawat dia. Saat ini pasti dia sudah kelaparan dan terlambat untuk meminum obat. "Halo Angga .." Jawabku pada suara di ujung telepon. "Kamu dimana Kay ? Kenapa kamu belum pulang ? Kata mbok Nah ini sudah jam satu siang, dan kenapa kamu meminta pak Muh untuk pulang ?" "Maaf Angga, aku tadi sedang ada urusan sebentar. Ini aku mau pulang." "Kamu dimana ? Biar pak Muh jemput kamu." "Aku naik taxi saja Angga, aku sudah dekat dari rumah. Tunggu ya?" Kumatikan telpon dari Angga sebelum dia berbicara lebih lanjut. Aku kembali berjalan-jalan mencari sesuatu yang menarik sambil menunggu taxi online pesananku datang. Aku tersenyum ketika kamera ponselku menangkap sesuatu yang indah seperti kupu-kupu, pohon yang gugur dan pasangan muda-mudi yang melakukan sesuatu yang unik. Hingga mataku terhenti ketika aku melihat di layar ponselku menunjukkan seseorang yang aku kenal. "Abdi ?" Tanyaku pada seorang lelaki tinggi cungkring di hadapanku. "Naya ?" Abdi terlihat gugup begitu melihatku. "Kamu sama siapa Di ?" Tanyaku pada Abdi yang sedang duduk berdua makan di angkringan bersama seorang wanita yang kuperkirakan usianya sama sepertiku. "Oh ini teman kerjaku. Kebetulan istirahat makan siang kita makan bareng. Kamu ngapain disini Nay ? Gak kuliah ?" "Aku lagi cuti Abdi. Yaudah aku balik dulu." Pamitku tapi masih tidak berkedip melihat perempuan berpakaian seksi yang masih asik makan itu. "Oh iya Nay, hati-hati." Aku menghampiri taxi online yang baru saja datang. Mataku masih tidak berkedip melihat mereka berdua. Abdi masih terus berdiri memandangku hingga aku sudah tidak terlihat lagi. Abdi adalah pacar Kayla, mereka sudah dua tahun pacaran. Abdi kerja sebagai manager pemasaran di dealer motor. Ayah dan bunda sebenarnya tidak setuju mereka pacaran karena dari segi pendidikan dan status Kayla lebih daripada Abdi, tapi Kayla bener-bener sangat mencintai Abdi, sehingga ayah dan bunda tak berani untuk melawan keinginan Kayla. Aku menghampiri Angga yang duduk di kursi roda di teras rumah. Dia pasti menungguku. Aku merasa bersalah padanya. "Angga ... Ini aku." Kataku menghampiri Angga. "Kay ... Kamu sudah pulang ? Kamu darimana saja ?" "Aku minta maaf ya karena hari ini aku tidak baik dalam bekerja. Tiba-tiba tadi aku ada urusan mendadak. Aku ingin memotret Angga, jadi aku mencuri waktu sebentar, tapi malah lupa waktu, kamu jangan marah ya ? Jangan memberikan nilai yang jelek untukku." Kataku memohon pada Angga. Hahahahah Angga tertawa terbahak mendengar kalimat permohonanku. "Aku tidak apa-apa Kay. Aku hanya sedikit khawatir saja. Aku juga tidak akan memberikan nilai yang jelek padamu." "Terimakasih Angga, oiya kamu sudah makan ? Biar aku ambilkan makan ya ?" "Kay aku udah makan." "Hah ?" "Udah minum obat juga." "Hah ?" "Kalau cuma makan sendiri aku juga bisa Kay, kalau obat sudah disiapkan mbok Nah tadi. Kamu tidak perlu kawatir." "Angga aku bener-bener minta maaf ya ?" "Kay ..." Tangan Angga bergerak mencari tanganku, dia berhasil meraih kedua tanganku membuatku kaget hingga tidak bisa berkata apa-apa. "Kamu tidak perlu minta maaf. Lain kali kalau kamu ada urusan atau sedang ingin apapun itu kamu bilang saja sama aku. Aku tidak akan melarangmu. Aku juga tidak akan memberikan penilaian buruk terhadap kinerjamu. Aku hanya tidak mau kamu mencuri-curi waktu seperti hari ini, karena itu membuatku kawatir." Aku masuk ke dalam kamar dan merebahkan tubuhku begitu selesai berbicara dengan Angga. Jam dua siang aku bawa dia ke kamar untuk istirahat dan aku juga kembali ke kamarku. Aku merasa ada yang tidak beres dengan hatiku. Kenapa aku bisa segugup ini ketika aku berdekatan atau bersentuhan dengan Angga. Aku menarik nafas panjang mencoba untuk tidak menduga-duga terlalu jauh tentang apa yang aku rasakan pada Angga. "Rumah sakit belum mendapatkan pendonor mata buat Angga." Kata Kayla. "Jadi kamu disana merawat Angga belum tau sampai kapan." Lanjut Kayla "Astaga Kay, gimana nanti kalau lama-lama kita makin ketahuan bohongnya ?" "Gak akan. Percaya sama aku. Angga gak bisa lihat Nay, orang di rumah Angga juga belum tau siapa aku dan kamu, gak mungkin kalau kebohongan kita akan kebongkar. "Gak bisa gitu usahain biar Angga cepet dapat donor mata ?" Tanyaku. "Donor organ tubuh itu gak segampang kalau kita sakit demam Nay. Percayalah dokter disini mengutamakan Angga Nay, jadi kalau ada donor mata masuk Angga adalah pasien yang kita utamain, tau gak ? Angga udah bayar mahal buat mendapatkan pendonor itu nanti kalau dapat." "Gak kaget aku Kay kalau soal duit Angga." "Nah yaudah kamu nikmatin aja dulu kemewahan yang ditawarkan Angga Nay, emang rejeki kamu itu." Aku kembali memikirkan soal pendonor mata Angga. Sejujurnya aku sangat tidak merasa bahagia mendapat kemewahan dari Angga,walaupun tidak munafik juga kalau aku begitu suka dengan segala pemberian Angga. Tapi jika boleh memilih aku tidak ingin melakukannya karena suatu kebohongan. Abdi ! Dia kembali menghantui pikiranku. Entah kenapa aku berfikir bahwa Abdi memiliki hubungan dengan perempuan itu. Sebelum aku mendekati mereka aku melihat Abdi begitu akrab dengan perempuan itu, bahkan Abdi sempat mengusap rambut perempuan itu. Aku yakin melihat dan menyaksikannya dengan mata kepalaku sendiri. Aku memukul keningku sendiri menyesali kebodohanku yang tidak mengambil gambar saat Abdi dan perempuan itu bersendau gurau padahal kamera ponselku sudah mengarah ke mereka. Awas aja Abdi jika kamu menyakiti Kayla, aku yang akan membuatmu menyesali perbuatan curangmu pada Kayla. Tunggu dan lihat saja nanti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD