MELIHAT DUNIA

1038 Words
Pak Muh dan Mbok Nah menatapku, mereka berdua menantiku untuk berbicara. Aku sungguh berat untuk jujur pada mereka di saat seperti ini, tapi mau tidak mau aku tetap harus jujur karena aku tidak mau ketika Angga membuka mata nanti Kayla yang dia cari bukanlah aku. "Nama saya Kanaya. Bukan Kayla." Kataku. Pak Muh dan mbok Nah masih terdiam tanpa kata melihatku. Mereka berdua masih belum paham dengan maksudku. "Kayla adalah kakak saya. Dan saya hanya diperbantu tugaskan oleh kakak saya untuk menjadi dokter pengganti merawat Angga." Lanjutku. Aku menceritakan semuanya dari awal pada Pak Muh dan mbok Nah, mereka berdua mendengar ceritaku dengan seksama. Aku bercerita sejujurnya tanpa ada satu hal pun yang aku tutup-tutupi. "Kenapa mbak Kay, maksud saya mbak Naya begitu ?" Tanya mbok Nah. "Saya hanya ingin membantu kakak saya mbok. Tugas kuliah dan praktiknya sudah banyak menyita waktunya, dan lagi semua memang kesalahan saya, jika dari awal saya tidak masuk ke kehidupan Angga pasti juga tidak perlu ada kebohongan seperti ini." Kataku. "Lalu sebentar lagi mas Angga akan bisa melihat, kami yakin kalau mas Angga pasti akan mencari mbak Naya, bagaimana nanti ?" Tanya Pak Muh. "Untuk itulah saya minta pak Muh dan mbok Nah kesini, selain karena saya ingin jujur pada kalian saya juga ingin minta tolong agar ketika Angga bisa melihat tolong jangan pernah menceritakan siapa Kayla yang selama ini bersama dia dan siapa Dokter Kayla yang sebenarnya. Saya mohon pak Muh dan mbok Nah membantu saya." Aku meraih tangan pak Muh dan Mbok Nah, ku genggam tangan yang sudah penuh dengan kerutan itu. Aku benar-benar berharap mereka berdua mau membantuku, aku menaruh harapan untuk menjaga rahasia ini pada mereka . **** Pak Muh, Mbok Nah, dokter spesialis mata, Kayla dan kedua orang tua Erlangga berada di ruang rawat Erlangga untuk menantikan prosesi pembukaan perban mata Erlangga. Aku memilih berdiri di balik pintu kamar melihat betapa bahagianya Erlangga bisa kembali melihat dunia. "Kamu siapa ?" Tanya ayah Erlangga sesaat sebelum semua berkumpul di kamar Erlangga. "Saya ..... Saya OB disini." Jawabku singkat. "Pelayanannya bagus sekali ya di rumah sakit ini, setiap harikah mengganti bunga di kamar ini ?" Tanya ibu Erlangga. "Oh i-iya bu. Saya sudah selesai saya permisi dulu." Kataku sambil keluar dari kamar Erlangga, aku tidak ingin Angga terbangun dari tidurnya dan mendengar suaraku. Dokter mata sudah mulai membuka perban yang menutup mata Erlangga, aku melihat dari balik pintu kebahagiaan itu. Bibir Angga melengkung tanda dia tersenyum. Aku ikut bahagia Angga, sekarang aku hanya bisa melihatmu dari jauh. Bahkan aku tidak bisa lagi berada di dekatmu. Semoga kamu selalu baik dan bahagia. "Sekarang coba pak Angga buka matanya, pelan-pelan saja ya." Perintah dokter. Perlahan tapi pasti, aku melihat Angga membuka matanya dengan pelan. Suasana hening menunggu kata dari Angga. "Pak Muh.." Ucap Angga pertama kali yang diikuti oleh senyum hangat pak Muh. "Mbok Nah ?"Kata Angga sambil melihat ke arah mbok Nah. Kulihat mbok Nah mengusap air matanya. "Papa ... Mama ... " Kata Angga lagi sambil melihat orang tuanya. "Kamu bisa melihat lagi sayang ? Maafkan kami ya, kami belum sempat mendampingimu di masa sulitmu kemarin." Kata mama Angga sambil memeluk Angga. "Angga tau kesibukan kalian. Terimakasih sudah menyempatkan untuk datang menjengukku pa ma." Kata Angga. "Kamu ..... Kayla ?" Tanya Angga saat dia melihat Kayla berdiri di sampingnya. Kayla tersenyum. Dia melirik sekilas ke arahku berdiri. Kayla sempat menemuiku sesaat sebelum dia memasuki kamar Angga. "Kamu serius ?" Tanya Kayla. "Lakukan. Aku gapapa. Angga pasti akan mencari kamu, kemarin aku sudah merawat dia saat dia buta, sekarang gantian ya kamu tolong aku. Jangan pernah bilang pada Angga kalau yang selama ini merawat dia adalah aku." "I--iya, aku Kayla." Jawab Kayla. Angga meraih tangan Kayla. Dia bahkan tersenyum melihat wajah Kayla. Senyum menawan milik Angga yang kemarin sempat dia berikan kepadaku. "Akhirnya aku bisa melihatmu sekarang." Kata Angga. Air mataku menetes. Seberat ini ternyata. Aku pikir aku tidak memiliki perasaan berlebih pada Angga. Tapi ternyata aku telah jatuh hati padanya. Aku berjalan menyusuri lorong rumah sakit. "Selamat tinggal Angga." Kataku sambil kuseka air mataku. Rasanya aku tidak pantas menangisi hal ini. Toh diantara kami tidak ada apa-apa. Belum tentu juga Angga memiliki perasaan yang sama terhadapku. **** "Kamu darimana saja sih Nay ? Bunda daritadi sibuk menyiapkan perlengkapan buat tunangan Kayla besok kamu malah ga ada di rumah. Di telpon juga gak pernah diangkat." Kata bunda saat aku baru saja memasuki rumah. "Maaf bunda." Aku melihat ponselku, dan ternyata dalam mode silent sehingga aku tidak tau ada dua belas panggilan tak terjawab dari bunda. "Yasudah sana, kamu goreng kacang bawang sama emping mlinjo yang ada di dapur!" "Iya ma." Aku meletakkan tasku dan bergegas ke dapur. Aku melihat dapur yang berantakan. Bunda rupanya sudah mempersiapkan segalanya untuk acara pertunangan Kayla besok. Bunda memilih untuk memasak sendiri karena acara besok hanya akan dihadiri oleh kedua belah keluarga saja. Sudah kesepakatan keluarga kami kalau akad dan resepsi nanti baru akan mengundang keluarga besar dan banyak tamu. Aku menyalakan kompor menuang minyak lalu menunggu sampai minyak panas sebelum memasukkan kacang dan emping mlinjonya. Disaat seperti ini fikirannku kembali ke Angga. Entah kenapa aku terus menatap ponselku menunggu Angga menghubungiku, walaupun rasanya tidak mungkin. Pada malam sebelum Angga melakukan operasi mata aku sudah mengganti nomerku dengan nomer Kayla di ponsel Angga, aku benar-benar bertindak sangat rapi agar tidak ada jejakku sama sekali yang tertinggal di rumah Angga. "Astaga Naya !" Bunda membentakku dan mematikan kompor yang ada di depanku. "Kamu ini niat bantu bunda gak sih ? Kalau gak niat gak usah bantu!" Mamam memarahiku lagi. "Ma Naya minta maaf ma." "Lihat ini !" Bunda menunjuk kacang yang sudah gosong di dalam wajan panas. "Kalau begini bukannya membantu malah merepotkan! Bikin ribet. Bukannya jadi cepat selesai malah semakin lambat dan malah membuang banyak makanan !" "Naya gak sengaja bun." "Kamu ini udah gak pernah pulang, kakaknya mau tunangan kok gak ada seneng-senengnya, malah bikin makanan jadi gosong begini. Bener-bener bandel ya kamu ini Nay ! Kamu bener-bener beda sama Kayla yang pinter dan rajin!" Aku menunduk menahan air mata yang hendak jatuh. Aku tidak ingin menangis di depan bunda. Aku merasa bersalah sudah menyebabkan bunda marah karena kelalaianku. Jika saja aku tidak terlalu fokus pada Angga pasti aku tidak akan mengacaukan masakan bunda.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD