Bastian terus mencoba bertahan dari serangan mematikan Jagur, meskipun senjatanya cakram pendek, tapi pertahanan dan serangannya begitu kuat.
Jagur berhenti sejenak, Bastian menghembuskan napas lelahnya. Jagur menjaga jarak dan kemudian melemparkan cakramnya berusaha mengenai kepala Bastian, tapi meleset. Bastian menghindar membuat kacamatanya terjatuh dan sedikit menggores daun telinga kirinya.
Tangan kiri Bastian memegang daun telinganya, rasanya sedikit ngilu, darah segar keluar dari sana. Namun, tak begitu sakit. Luka di daun telinganya itu juga tak sedikit mungkin akan terasa nanti jika sudah tak melakukan gerakan apapun.
Setelah itu Bastian kembali menyerang Jagur berulang kali dengan bersungguh-sungguh, jika saja Jagur menggunakan pedang atau tombak mungkin saja Bastian bisa makalah. Bastian merasa di untungkan menyerang dari jarak dekat, agar tak membuat Jagur meleparkan cakram tajam dan menyeramkannya. Jika saja Bastian tak mengindari setiap serangan itu, mungkin sejak tadi tubuhnya terus tercabik-cabik.
Ia tak boleh kalah saat ini melawan seseorang yang pasti hanya anak keturunan dari masyarakat sipil. Ia harus membuktikan bahwa anak seorang militer pertahananlah yang berhak menang. Terkesan arogan dan egois, tapi memang begitulah sifat Bastian yang di besarkan panglima besar militer pertahanan Agras Sagan.
Bastian Sagan, tumbuh dan besar dari keluarga militer dari pihak sang ayah, sementara ibunya anggota parlemen senat ke-IX. Sejak kecil Bastian diajarkan bahwa masyarakat sipil dan abdi negara memiliki kasta yang berbeda. Meremehkan masyarakat sipil khususnya yang miskin adalah hal biasa agar mereka tahu bahwa memiliki posisi yang berbeda, sebab itulah Bastian menganggap bahwa masyarakat sipil adalah golongan rendah. Ia membenci mereka.
Kebenciannya bertambah saat ia menyadari bahwa kebanyakan bahkan hampir seluruh peserta ujian adalah Masyarakat sipil. Ia tak ingin disandingkan dengan mereka. Itulah alasan membunuh mereka tanpa mendekati adalah pilihan yang baik. Saat ini ketika ia bertarung dengan masyarakat sipil yang bahkan berani menyakitinya ia terbawa suasana.
Masyarakat sipil yang berani menyentuhnya atau bahkan sampai berani menyakitinya tak akan pernah ia maafkan, karena mereka dan dirinya berbeda starata. Itu yang selalu ditanamkan keluarga Sagan terutama ayahnya. Ayahnya memiliki sifat yang tak jauh berbeda dengan Bastian angkuh dan sombong. Bahkan sebagai anggota militer pertahanan ia tak segan menyakiti masyarakat.
Bastian terus menyerang dan memojokkan musuhnya, yakni Jagur. Jagur kini hanya bisa berhatan dari serangan brutal Bastian. Apalagi mata dan ekspresi Bastian yang begitu menyeramkan, seperti serigala kelaparan yang menyerang mangsa. Jagur tahu bahwa saat ini Bastian tengah benar-benar berusaha mengeluarkan semua tenaganya dan tak segan jika ingin membunuhnya, itu terlihat jelas dari mata dan ekspresi Bastian yang tak bersahabat sejak awal pertarungan.
Bukan Jagur takut, hanya saja ia tak suka melihat ekpresi seperti itu. Sejak kecil ia hidup di jalanan yang keras, di kota Sigil Provinsi ke-33. Ia tak tahu siapa dan dimana orangtuanya, yang ia ingat ia hanya hidup sebagai gelandang dan menjadi pencopet. Berulang kali ia ditangkap pihak keamanan, hingga yang terakhir ketika berusia delapan tahun Jagur dibawa ke panti rehab dan berakhir di panti asuhan.
Jagur dipaksa masuk sekolah dan berpendidikan, tapi karena sifatnya yang keras kepala ia sering memberontak di manapun. Suatu ketika ia jatuh hati saat kelas dua sekolah menengah atas dengan seorang perempuan bernama Clara. Namun, Clara mati saat mengikut ujian kelulusan.
Sejak saat itu ia berniat berubah dan membalaskan kematian Clara untuk menjadi pemenang dan membangun kuburan yang indah untuk Clara. Setelah mengikut perlombaan ia sudah terluka berulang kali di perut dan anggota tubuh lainnya, tapi semuanya tak serius hanya luka biasa. ia tak pernah pikir itu sebagai luka yang akan memperlambat gerakannya.
Kini ia tengah dihadapkan pada pertarungan, seorang pemuda yang menyebalkan dan sudah Jagur anggap sebagai pecundang karena menyerang dari belakang. Ia berusaha melawan, tapi bagi Jagur, Bastian cukup tangguh. Hingga menyulitkan untuk dikalahkan. Sementara Bastian merasa di ambang kemenangan kini.
Bastian terus menyerang, karena di pojokkan Jagur terjatuh akibat akar pohon yang keluar tanah. Jagur ditekan Bastian yang kini duduk diatas tubuhnya. Tekanan busur Bastian pada cakram Jagur begitu kuat, sampai-sampai rasanya pegangan itu mencengkram telapak dan jari tangannya.
Bastian semakin kuat seakan dirinya mengatakan bahwa ia akan memenangkan pertarungan satu lawan satu itu. Sementara itu Jagur memusatkan kekuatan digenggaman tangannya lalu mendorong busur panah Bastian.
Bastian kaget dengan itu, belum selesai kagetnya Jagur menendang d**a depan Bastian dengan kedua kakinya. Membuat Bastian terjatuh ketanah sesaat. Kemudian Bastian bangkit dan mengatur napasnya, melihat Bastian yang belum mulai menyerang Jagur menyambungkan kedua belah cakramnya menjadi satu dan membentuk cakram bulat sempuran.
Jarak Bastian cukup untuk melancarkan serangan, karena beberapa meter. Sebelum Bastian memulai serangan, Jagur melepaskan cakramnya sekuat tenaga, itu hanya serangan sekali karena ketika menjadi bentuk bulat tak akan kembali layaknya bumerang.
Bastian melihat cakram itu mengarah cepat kepadanya, begitu sampai ia berusaha menahan tapi sangat kuat. Busurnya terlantar kesisi samping kiri, lalu cakram itu menggores cukup dalam mengenai lehernya. Bastian terjatuh sambil menahan rasa sakit di lehernya, saat cakram Jagur tertancap di batang pohon. Bastian tak bisa melakukan apapun, ia memegang lehernya yang mengeluarkan darah juga dari mulut.
Melihat Bastian yang tak bisa melakukan apapun kini, bahkan hanya bisa bersandar di pohon. Jagur mengambil busur dan anak panah Bastian di panah. Lalu melesatakan anak panah itu tepat di d**a kiri bawah Bastian. Membuat Bastian mati saat itu juga. Setelah melancarkan serangan terakhir dengan senjata milik Bastian, Jagur melemparkan senjata itu sembarangan. Dan meinggalkan mayat Bastian sendirian di sana.
Jagur tak pernah merasa menyesal ketika melakukan pembunuhan, ia berada di posisi yang mengharuskan ia membunuh jika tidak ingin di bunuh, bagaimana pun itu sudah seharusnya terjadi dan tak satu peserta pun yang bisa mengelak hal itu, termasuk dirinya. Jika saat ini ia lengah dan berpikir jernih mungkin saat ia yang akan mati bukan lagi Bastian.