5

1556 Words
Keesokan harinya Reiko terbangun oleh notifikasi grup fakultas yang muncul secara beruntun. Ia mengucek kelopak matanya lantas merengangkan tubuh, membelai boneka setengah badan yang ternyata semalam dipeluknya, kemudian mengecek ratusan pesan dari grup fakultas. Ketika Reiko membukanya, grup fakultas yang biasanya sepi, makin ramai. Getaran pada ponselnya sontak membuat gadis itu buru-buru memencet ikon WA dan membaca satu persatu pesan di grup fakultas; Merry S. sends a photo Johnny sends a video Hei, si @abi suka sama @reirei dari jurusan sebelah ya? hahaha Hahaha, apaaan tuh? Penikmat jasa? Si John bisa ae dapet video tuh wkwk Pantes Lila mulai kemaren cemberut, ternyata ini toh Numpang tenar, wkwk. Lu lupa ya? Emang @abi pernah deket sama cewek? @reirei, berapa tuh tarifnya semalem neng? Boleh juga nih dicoba @Ben, apa kabar tuh anak ya wkwk Reiko langsung menjatuhkan ponselnya ke lantai tanpa sadar. Ia membekap mulutnya dan menangis sejadi-jadinya. Apa lagi ini? Kenapa ada rumor aneh lagi? Jika seandainya Abi tidak menolongnya kemarin, lelaki itu pasti tidak akan terlibat. Mendadak Reiko mengutuk dirinya sendiri. Ia memeluk kedua kakinya dan menangis di sana. Gadis itu kemudian melirik boneka setengah badan di sampingnya dan memeluknya erat. Setelah ini, bagaimana ia akan menunjukkan wajahnya di depan semua orang? Tidak, di depan Abi? Bagaimana Abi akan menjalani kehidupan kampusnya dengan adanya rumor ini? Reiko mulai berpikir apakah ia harus berhenti kuliah dan menjalani kehidupan seperti yang orang-orang inginkan darinya? Menjadi p*****r? Tidak. Reiko seharusnya bersyukur setidaknya Tuhan masih memberinya kemudahan dengan berkuliah menggunakan uang beasiswa dan tak usah cemas soal biaya. Ia telah bertekad mengubah hidupnya sendiri. Keluarganya sudah hancur dan Reiko tak ingin terus-terusan hidup dalam keterasingan seperti ini. 'Bunuh saja mereka...' Reiko sontak menegakkan punggung. Kepalanya berputar ke kanan dan ke kiri, mencari asal suara yang baru saja berbisik di telinganya. Tuhan, mana mungkin Reiko salah dengar? Itu jelas sekali dan di dalam kamarnya tidak ada siapapun. Reiko akhirnya menghembuskan napas kesal, mengambil ponselnya yang telah retak, kemudian melihat jam di sana. Pukul 7 pagi dan perkuliahannya akan di mulai pukul 10 nanti. Reiko menggosok tengkuknya yang meremang dan memutuskan untuk keluar kamar. Diraihnya bekas sisa makan semalam dan pergi ke dapur untuk mencuci piring di wastafel. Saat Reiko memutar keran untuk menyalakan air, gadis itu menyipitkan mata kala yang keluar justru sebuah cairan bewarna merah yang membasahi telapak tangannya yang penuh busa. Sensasi dingin kembali menyergapnya, ditambah lampu gantung di atas bergoyang-goyang tanpa angin. Penerangan mendadak hilang. Kegelapan menyelimuti ruangan itu, dan Reiko merasakan dadanya memburu. Ia sesak, seakan sesuatu menghimpit dan memeluk tubuhnya erat. Barulah ketika Reiko menoleh ke arah cermin yang memantulkan sinar mentari dari lubang ventilasi di atas. Sayup-sayup terdengar suara langkah yang makin mendekat. Mata Reiko terbuka lebar, sesosok bayangan bertaring tiba-tiba melesat dan berdiri di belakamgnya. Bayangan itu itu diselinuti bulu, dan seluruh tubuhnya dipenuhi darah. Reiko ingin berteriak, namun suaranya tak keluar. Dan begitu wajah menyeramkan bayangan itu terlihat jelas di cermin, Reiko pun menoleh ke belakang dan tak mendapati apa-apa. Gadis itu mengedipkan mata beberapa kali, tersadar jika ia hanya berhalusinasi. "Ada-ada saja. Pasti karena aku mengantuk," gumam Reiko kemudian menyelesaikan aktivitasnya sembari berisaha menetralkan degup jantungnya. Dikuncirnya helaian rambut hitamnya ke atas dan bergegas untuk mandi. 'Gadisku yang cantik. Hanya aku yang boleh melihatmu seperti ini...' ---- Bisik-bisik tak bisa dihindari. Semua orang di kampus melihatnya dengan tatapan mencela. Bahkan mahasiswi-mahasiswi dari fakultas sebelah sampai berbondong-bondong melihatnya karena video sudah viral. Video berjudul "The Power of Abhimanyu Sebastien" itu telah diunggah di berbagai media sosial. Reiko tak menyangka, Abi akan sepopuler itu hingga para gadis dari jurusan sebelah mengintainya dari kejauhan. Gadis itu berlari kecil menuju kelas dan duduk di kursi paling belakang. Namun saat Reiko meletakkan bokongnya di permukaan kursi. Gadis-gadis yang tampaknya pengagum rahasia Abi dari jurusannya langsung mengerumuninya. Salah satu di antara mereka adalah Lila. Lila benar-benar memasang tampang kesal dengan kedua tangannya yang terlipat di d**a. Sepasang alis gadis itu bertaut ketika Reiko makin menundukkan kepalanya hingga helaian rambutnya menutupi wajah cantiknya. "Lo lagi, lo lagi. Kenapa gak bosen-bosennya sih cari sensasi," ucap Lila sinis. Gadis-gadis di sekitarnya menatap Reiko dengan murka. "Lil, mending lo ceburin dia di kolam deh." "Atau kunci dia di kamar mandi. Hobi banget sih ngerusak nama jurusan kita di medsos. Dasar tante girang." "Ups, itu agak kasar, tapi bener juga." "Dulu si Ben, sekarang Abi dari jurusan sebelah, mau lo apa sih?" Lila terdiam, ia mengerutkan kening mendengar nama Abi. "Tunggu, siapa? Abi? Abhimanyu Sebastian?" "Hei, lo ga becanda kan? Yoi, video kemarin itu udah viral tau gak. Gue gak tau sih siapa yang membully Reiko soalnya videonya cuman nunjukin muka si Abi sama Reiko. Lo gak tau Abi ya?" "Gue cuman denger namanya doang. Gak tau wajah anaknya. Berati cowok kemaren Abi dong.? Ketika suasana di sekitar Reiko mulai tak kondusif, buru-buru gadis itu meraih tasnya dan berlari menerobos kerumunan manusia itu. Namun sialnya, lagi-lagi rambut panjangnya yang tergerai indah itu menjadi sasaran tarikan masal. Seseorang yang menariknya paling kuat adalah Lila. Lila dengan entengnya menyeret Reiko keluar kelas, menuju kamar mandi dekat gudang yang ada di belakang gedung bertingkat dua itu. Dibantingnya tubuh Reiko hingga membentur tembok, kemudian menampar pipi Reiko dengan keras. "CEWEK JALANG! LO MAU NYAINGIN GUE YA?" Reiko merintih kesakitan, seakan tulang-tulang di tubuhnya remuk tak bersisa. Genangan air mulai memenuhi kedua mata Reiko, pandangannya mengabur, dan kepalanya seakan berputar-putar tatkala Lila membenturkan keningnya ke tembok. WHUSSSSS Angin kencang tiba-tiba muncul. Helaian legam Reiko beterbangan dan ia mendapati sesosok lelaki jangkung berdiri di depannya. Anehnya, lelaki itu dipenuhi bulu. Dan karena kesadaran Reiko menurun, ia sama sekali tak tahu siapakah laki-laki yang kali ini menolongnya. "A-abi...?" Bruk! Dunianya menggelap, dan suara terakhir yang Reiko dengar adalah jeritan ketakutan Lila sebelum kesadarannya benar-benar hilang. --- Abi berlari dari parkiran menuju gudang fakultas begitu mendengar ada keributan di sana. Firasatnya tak enak, terlebih ketika Pak Suryo yang merupakan satpam fakultas langsung turun tangan dan ikut berlari di belakangnya. Napas Abi tercekat begitu ada banyak gerombolan manusia di sana. Nama "Reiko" yang berulang kali disebut membuat lelaki itu yakin, gadis-gadis itu tak 'kan pernah berhenti mengganggu Reiko. Menerobos kerumunan, Abi langsung mendekati Reiko yang sudah tergeletak pingsan di dekat kamar mandi. Kepala gadis itu memar dan Abi juga mendekati luka lecet di siku kanan Reiko. Pak Suryo juga menyusul dan membubarkan para mahasiswa. Sementara itu, tak jauh dari tempat Reiko, Abi bisa melihat salah satu gadis yang kemarin membully Reiko terisak ketakutan dengan wajah syok. Abi tak peduli. Yang ada dipikirannya saat ini adalah Reiko dan cepat-cepat membawa gadis itu ke ruang kesehatan fakultas. ---- Sinar mentari sore perlahan menyusup melalui jendela ruang kesehatan fakultas. Reiko membuka matanya yang berat, memandangi suasana putih yang mendominasi ruangan berbau obat-obatan tersebut. Ia merasakan ada seseorang yang tidur di sampingnya. Reiko menoleh dan tersentak kala mengenali siapa sosok laki-laki yang kini duduk di kursi dekat ranjang sambil menumpukan dagu ke tangan. Bulu mata lelaki itu amat lentik, hidungnya terukir sempurna, dan kulitnya putih bersih. Untuk sesaat, Reiko merasakan dadanya menghangat. Sesuatu dalam rangkaian rusuknya berdebar kencang hingga rona merah menghiasi kesua pipi gadis itu. "Sudah bangun?" tanya pemilik suara berat itu. Reiko lekas mengalihkan pandangannya ke langit-langit ruangan karena ketahuan tengah memperhatikan Abi. Abi menguap kecil kemudian tersenyum. "Kamu baik-baik saja? Kayaknya luka di kepalamu lumayan parah." Reiko menyentuh dahinya yang memar dan meringis kecil. "Sakit. Terima kasih ya sudah menolongku." Tiba-tiba Abi terdiam. Ia mengulurkan sebelah tangannya di depan Reiko untuk mengajaknya berkenalan. "Abhimanyu Sebastien. Aku dari jurusan sebelah. Maaf, aku telat. Pas aku datang, kamu sudah pingsan." Reiko menerima ukuran tangan itu, namun alisnya bertaut bingung. "Kamu... telat?" suara Reiko menciut di akhir kalimat. Bulu kuduknya mendadak berdiri. Lalu siapa yang tadi berdiri di depanku? Menyadari kebingungan Reiko, Abi mengangguk. Ia melepas tautan tangan mereka kemudian menggaruk kepalanya yang tak gatal. Astaga, kenapa canggung sekali? "Maafin aku juga karena ngomong seenaknya waktu itu. Aku langsung pergi begitu saja karena tidak tega melihat luka-lukamu. Maaf ya." Tersenyum, Reiko berujar; "Gak masalah. Aku malah berterima kasih banget karena kamu mau nolongin aku. Selama ini aku selalu sendiri dan karena kamu, kayaknya aku akan baik-baik saja," gadis itu berusaha duduk lalu Abi segera membantunya. "Abi ya? Kamu kenapa menolongku? Kamu tahu sendiri kan banyak yang tidak menyukaiku dan kamu kelihatannya anak populer. Sebaiknya kamu jangan ikut campur." "Kamu terganggu ya karena kehadiranku?" tanya Abi yang sontak membuat Reiko terkejut. "Tidak, tidak. Aku paham maksudmu. Tetapi, jika aku diam saja, bukankah aku sama saja seperti mereka? Aku hanya mencoba menolong seorang teman di sini. Apa itu salah?" Ebtah Reiko harus sedih atau senang, namun kata 'teman' tadi seolah mampu menusuk jantung malangnya. Duh, kenapa hatinya seperti diremas? "Terima kasih, Abi. Sebenarnya aku tidak tahu harus nengucapkan apa karena kamu menolongku dua kali. Sekali lagi terima kasih." Mereka saling melemparkan senyum. Namun, dari tempat lain, bayangan hitam bergigi runcing itu hanya bisa menonton mereka. Gadisnya telah membagi senyumnya pada orang lain. Dialah yang berhak melihat itu, Reiko telah berterima kasih kepada orang yang salah. Bayangan itu menghilang bagaikan kobaran api ketika cahaya matahari mengenainya. Sepasang matanya masih menatap tajam ke arah Abi yang dengan mudahnya menyentuh pergelangan tangan Reiko; hal yang tak bisa dilakukan sesosok bayangan kepada orang yang dicintainya. Bayangan itu berubah menjadi sehembus angin dingin yang bergerak memasuki ruang kesehatan dan berbisik di telinga Reiko; 'Kau hanya milikku seorang. Ingat itu....' To be Continue...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD