12

1541 Words
Keesokan harinya, Hanum yang baru saja bangun dari tidurnya sontak terkaget ketika mendengar kabar mengenai kematian Sekar yang memutuskan untuk bunuh diri. Gadis itu seketika langsung bergegas menuju ke rumah duka tempat dimana mayat Sekar tengah dievakuasi oleh polisi. Dia mengurungkan niatnya untuk pergi ke kampusnya dan memutuskan langsung datang ke kosan Sekar. Sepanjang perjalanan menuju kosan temannya Hanum tidak henti-hentinya menangis sesenggukan. Air matanya telah membasahi pipinya, dengan tangan bergetar Hanum mengemudikan mobilnya. Sesaat ketika dia melihat ke arah kaca di dalam mobilnya, dia seperti melihat seseorang. Namun ketika dia mengedipkan matanya, sosok tersebut menghilang. Hanum menggelengkan kepalanya beberapa kali, mencoba menepis pikirannya yang sepertinya tengah berhalusinasi. Memang selama beberapa hari belakangan ini dia mulai menyadari beberapa hal yang aneh di sekelilingnya. Mulai dari beberapa hal yang simpel, seperti handphonenya yang semula ia taruh di depan televisi tiba-tiba mengilang. Lalu setelah seharian ia mencarinya bahkan sampai berniat hendak membeli handphone baru, barulah ia menemukan handphonenya di dalam tasnya. Padahal ia ingat dengan jelas bahwa dia menaruhnya di depan televisi, tapi mengapa tiba-tiba berada di daalam tasnya. Hal-hal aneh seperti itu sudah sering dirasakan Hanum semenjak kematian Lila, semuanya terlalu ganjil baginya, namun ia mengabaikan hal itu dan tidak begitu mempercayai hal-hal berbau mistis. Seperti saat ini ia dapat merasakan sebuah usapan kasar pada tengkuknya, gadis itu masih saja menangis. Ia tidak ingin mempercayai semua ini, tapi apa yang tengah dirasakannya kini sungguh membuat perasaannya tak tenang. Sekarang Hanum tidak lagi memiliki teman, kedua temannya telah mati. Lila, Sekar, lalu apa selanjutnya dia harus menyusul kedua temannya itu untuk mati. Tidak, Hanum menggeleng-gelengkan kepalanya menampik pemikirannya barusan. Pikiran gadis itu terlalu kuat, ia terus mencoba menolak hal-hal negatif yang seolah selalu membayanginya beberapa hari terakhir ini. Hingga kini Hanum dapat menghela napas lega ketika rasa meremang dan elusan kasar pada lehernya telah hilang. Tak beberapa lama kemudian, mobil gadis itu pada akhirnya sampai d depan sebuah kerumunan orang yang tengah berada di lokasi kejadian bunuh diri Sekar. Dengan segera Hanum berjalan menerobos ratusan orang yang memenuhi tempat kos tersebut, disana ia dapat melihat bahwa terdapat kedua orang tua Sekar yang tampak menangis sesenggukan. Ia menghampiri kedua orang tua Sekar dengan isak tangis yang tak bisa ia tahan. "Tante, Om.." tangis ketiganya semakin pecah ketika mayat Sekar yang telah dimasukkan ke dalam tandu melintas di depannya. Hanum yang melihat hal itu semakin dibuat menangis, ia sesaat memandang ke dalam kosan Sekar. Lebih tepatnya ke dalam kamar Sekar yang terbuka, Hanum kembali membuat kaget ketika ia melihat selintas bayangan hitam tengah memandang ke arahnya dengan seyum mengerikan yang memperlihatkan keseluruhan gigi runcingnya yang berdarah. "Pak, apa di dalam kamar itu masih ada orang?" "Maaf mbak kamar korban saat ini sedang dilakukan proses evakuasi oleh pihak kepolisian. Tapi untuk saat ini, tidak ada siapapun yang ada di dalam tempat kejadian perkara (TKP)." mendengarkan penjelasan salah seorang polisi tersebut, membuat Hanum kembali bungkam. Masalahnya ia seringkali mengalami halusinasi setelah kematian teman-temannya, gadis itu berpikir kalau ia mungkin akan pergi ke psikiater untuk berkonsultasi. __ Abi saat ini masih saja terpikirkan perkataan Reiko bebrapa waktu yang lalu, ia berusaha menghilangkan perasaan bersalah yang seakan selalu menghimpitnya. Reiko menyukainya, tapi sialnya dia masih belum mengetahui dengan pasti perasaannya terhadap gadis itu. Reiko gadis yang baik, ia tau itu. Tapi yang Abi tak habis pikir adalah kenapa gadis sebaik dia harus terus-terusan diikuti oleh sosok misterius yang seolah menjauhkannya dari dunia luar. Pria itu tidak bisa terus-terusan membiarkan gadis itu menerima diskriminasi sosial jika dia tetap terjerumus dalam bayang-bayang kegelapan. Abi telah menentukan bahwa dia tidak akan menjauhi gadis itu hanya karena alasan sosok misterius itu. Baru saja ia berpikiran tetang sosok bayangan hitam itu, kini tengkuknya kembali merinding. Seolah apa yang ada dalam pikirannya barusan tengah datang memenuhi panggilannya, Abi menguatkan tekadnya bahwa ia tidak boleh gentar pada keputusannya. Dalam diam pria itu kini tengah menenangkan dirinya, matanya menataap awas pada ruangan dalam kamarnya yang remang. Dalam sudut ruang belajarnya ia dapat merasakan tatapan tajam yang seketika meremangkan bulu kuduknya. Dengan tekad bulat ia memberanikan diri menengok pada sudut kamarnya dan hasilnya nihil. Abi menghela napas, ia tau bahwa ini tidak akan mudah. Entah apa maskud dan tujuan dari makhluk itu terus-terusan menerornya. 'JAUHI GADISKU!' Lagi-lagi suara itu kembali membisikinya dengan nuansa pekat yang membuat perasaannya menciut. Adrenalinnya berpacu kencang seusai suara bisikan itu mampu didengar oleh indra perungunya, napas Abi tercekat. Detak jantungnya berpacu kencang disertai peluh yang menetes di pelipisnya. Pria itu berusaha mengabaikan hal tadi dan memejamkan matanya untuk tertidur. __ Keesokan harinya Abi berusaha mencari Reiko di Fakultas Ilmu Budaya. Ia sudah mengirimkan personal chat pada gadis itu bahwa ia ingin bertemu dan mengajak gadis itu. Namun sampai saat ini pesannya masih tidak terbalas, bahkan belum juga dibalas oleh gadis itu meskipun dia online. Sepertinya perkataan Reiko beberapa hari yang lalu memang benar adanya. Dengan muka kusut dan kaki yang agak pincang usai kecelakaan Jumat lalu, Abi berjalan agak tertatih. Ia sengaja melewati lobi Sasing (Sastra Inggris) berharap dapat bertemu dengan gadis itu, tapi sayangnya dia malah mendapati Reiko kembali mendapatkan diskriminasi sosial. Hal itu terbukti dengan keadaan Reiko yang saat ini tengah membungkuk mengambil bukunya yang berceceran di lantai, sementara orang yang menabrak dia pergi berlalu begitu saja tanpa merasa bersalah. Abi yang melihat hal itu hanya menggeleng prihatin dan bergegas mendekati Reiko untuk membantunya. Reiko yang menyadari kehadiran Abi hanya memalingkan wajahnya dan dengan segera memunguti bukunya lalu hendak bergegas pergi. Abi memegang pergelangan tangan gadis itu dan tanpa mengatakan apapun, mengajak gadis itu untuk mengikutinya. Reiko yang tidak mau mencari ribut di lobi hanya pasrah saja dan mengikuti kemana lelaki itu membawanya pergi. Lagi-lagi Reiko harus menunduk dalam saat suara-suara bisikan di sekitarnya semakin menggunjingnya. Apalagi setelah Reiko mendengar kabar kalau Sekar yang bunuh diri sukses membuat gempar orang sefakultasnya dan menyangkut pautkan dirinya sebagai dalang dibalik kematian Lila dan Sekar yang tidak wajar. Gadis itu hanya bisa pasrah, ia cukup menulikan indera pendengarannya dan mengabaikan semua omongan pedas orang-orang yang julid akan kehidupan pribadinya. Setelah sampai di taman pojok fakultas yang memang jarang dikunjungi para mahasiswa karena banyak nyamuknya, Abi menyuruh Reiko untuk duduk di bangku yang ada di taman tersebut. Ia menarik napassejenak lalu memandang gadis itu yang rupanya masih enggan memandang ke arahnya. "Rei lihat aku, ada hal penting yang ingin aku bicarakan padamu." Reiko degan pelan mencoba menatap ke arah Abi meskipun ia tidak sanggup untuk menatap mata pria itu terlalu lama. Perasaannya yang tak terbalas pada pria itu telah cukup menyadarkan Reiko agar gadis itu tidak terlalu banyak berharap. "Kenapa?" "Aku mau kamu pindah dari kontrakan kamu Rei, menurutku di sana itu gak aman buat kamu." Reiko yang mendengarkan perkataan pria itu hanya memalingkan wajahnya, enggan menatap Abi yang kini tengah menatapnya intens. "A-aku gak bisa Bi, maaf." "Kenapa Rei? Bukankah kamu juga merasakan bahwa di kontrakanmu itu ada hal yang nggak beres?" Abi merasa bahwa Reiko terlalu keras kepala, padahal jelas-jelas dia merasa kalau di kontrakannya terlalu berebahaya untuk gadis seumurannya yang tinggal sendirian. Reiko hanya menggeleng, ia segera bergegas bangun dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan Abi sendirian di bangku taman. Dalam hati Reiko meminta maaf pada Abi, ia sengaja tidak ingin memenuhi permintaan pria itu karena dia tau kalau semua itu percuma. Jika dia pindahpun belum tentu ia akan tenang dari gangguan mereka. 'Maaf Bi, lebih baik kamu jangan dekat-dekat denganku untuk kebaikanmu.' Sebutir air mata tampak meluncur dari pelupuk matanya yang berkaca-kaca, gadis itu terlalu lemah. Meskipun ia sudah terbiasa menghadapi segala sesuatunya sendirian, namun ia tetap saja merasa lemah . Karena siapapun yang berusaha mendekatinya akan menderita, dan Reiko tidak mau kalau Abi harus celaka karenanya. __ Dalam sebuah ruangan persegi berukuran 3x3 meter dengan nuansa biru muda yang kental, Hanum tampak merenung sendirian dalam diamnya. Sesekali air matanya menetes ketika mengingat bahwa kedua sahabat karibnya telah meninggal dunia. Sudah dua hari lamanya gadis itu tidak masuk kuliah karena mengurung diri. Hanum menyeka air mata membuat kelopak matanya bengkak. Sebuah kantung mata juga bergelayut hingga menciptakan sebuah lingkaran hitam layaknya panda. Hidungnya sudah memerah karena terlalu sering menangis, belum lagi gangguan yang diterimanya setiap malam membuat Hanum tidak bisa tidur dengan tenang. Kondisi gadis itu tampak begitu berantakan, rambutnya juga acak-acakan. Bajunya kusut, kondisi kamar yang berantakan pun layaknya kapal pecah. Lagi Hanum dibuat berjengit sesaat ketika hawa dingin pada tengkuknya kembali meremangkan bulu halus di tubuhnya. Gadis itu merasa lelah, ia bahkan tidak bisa membedakan antara ilusi dan kenyataan. Ketika Hanum tengah memejamkan matanya, selalu saja merasakan sesuatu yang seakan menindih tubuhnya hingga membuat dadannya terasa berat. Setiap rasa sesak itu menderanya, gadis itu selalu melihat sosok bayangan hitam dengan gigi runcig tengah memandang bengis ke arahnya. Hingga membuat gadis itu tidak pernah bisa tidur setiap malamnya. Setiap harinya Hanum hanya bisa tertidur sebanyak 3 jam, itupun hanya ketika matahari datang menjelang dan ia membuka jendelanya lebar-lebar. "Apa maumu? Apa tidak cukup kau membuat kedua temanku mati?" Hanum berkata serak disertai isak tangis yang kembali menghampirinya. Tenanganya telah habis terkuras, tubuhnya terasa lemas dan pandangannya terasa berkunang-kunang. Sebelum kesadarannya habis, ia dapat melihat sesosok bayangan hitam tampak mendekat ke arahnya dengan gigi runcing penuh darah dan juga tubuh yang penuh bulu kasar. Sosok bayangan hitam itu hanya tersenyum senang melihat gadis itu jatuh tak sadarkan diri. To be Continued...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD