KECELAKAAN
"Rapat kali ini berjalan dengan sempurna, terima kasih Mi Cha," ucap Yoo Gi sambil menepuk pelan pundak kananku.
"Sama-sama Bos," ucapku sambil menunduk malu.
Bukan pertama kalinya bagi Mi Cha dirinya dipuji seperti itu oleh sang Bos, Yoo Gi. Menurut Mi Cha, Bos nya tidak menyeramkan seperti yang dibicarakan orang-orang pada umumnya.
Min Yoo Gi, CEO YS Entertainment memang memiliki sikap dingin sekaligus menyeramkan kepada semua orang, terutama seluruh pegawainya. Namun, ia sangat bersikap baik kepada sekretaris Mi Cha.
Setelah rapat selesai, Bos keluar terlebih dahulu dari ruangan, lalu diikuti pegawai lainnya, aku melangkah menuju ruangan.
"Lumayan lelah hari ini," ucapku sambil duduk di kursi kerja dan menyandarkan punggungku.
Ting!
Sebuah pesan masuk ke ponselku, aku pun langsung membaca pesan yang masuk. Ternyata pesan itu berasal dari Mi Jun.
"Nuna, bisa kirimkan aku uang? 1.000 won saja?" tanya Jun, adikku satu-satunya.
"Apa maksudnya anak ini?" tanyaku setelah membaca pesan itu.
"Uang terus yang dia pikirkan, kapan dia bisa menghasilkan uang sendiri," ucapku sambil menghela napas panjang.
Tak lama kemudian, pesan pun masuk lagi ke ponselku.
"Nuna, tolong kirimkan uang 1.000 won, aku sangat membutuhkan, ini menyangkut nilai sekolahku!" Jun kembali mengirimiku pesan, membuatku merasa jengah.
"Teruslah kau berbohong!" gerutuku.
"Lagi pula uang sebanyak itu untuk apa!" aku menggelengkan kepala.
Kali ini aku tidak memberikannya uang, karena aku sudah tau betul uang itu untuk apa. Pasti untuk balapan motor lagi, aku hanya ingin Jun merubah kebiasaan buruknya.
Aku hanya takut suatu saat aku meninggal lebih dahulu, dan dia harus bisa mencari uang sendiri. Apa ia bisa mencari uang sendiri?
"Sudah, jangan memikirkan hal yang belum pasti," ucapku lalu kembali bekerja.
***
Pukul 12 siang.
mi Jun baru saja pulang sekolah, tiba-tiba segerombolan orang berbadan besar menghampirinya, dan membawa Jungkook dengan paksa ke dalam sebuah mobil berwarna hitam.
"Siapa kau?!" teriak Jun, ia tidak terima dirinya dibawa paksa begitu saja.
"Kau lupa siapa saya!" ucap seseorang yang baru saja masuk ke dalam mobil.
"Saya sudah bilang saya akan melunasinya malam ini!" bentak Jun yang langsung mengerti siapa mereka semua.
"Saya menginginkan uang itu sekarang!" bentak seseorang itu.
"Saya belum dikirim uang, kalau sudah ada juga langsung saya bayar semuanya!" jawab Jun semakin kesal.
"Bunga kau sudah sangat menumpuk, jangan memperlambat semuanya, Jun! Atau saya harus memberitahu kakakmu?" tanya seseorang itu dengan ancaman.
***
Jam 6 sore.
Aku baru saja sampai rumah, hari ini benar-benar melelahkan, aku langsung membaringkan tubuhku di atas tempat tidur.
Sekilas aku melirik ke arah jam dinding. "Jun!" teriakku memanggil namanya.
Hening, tidak ada jawaban, dan aku mencoba memanggilnya lagi. "Jun!!"
Masih hening belum ada jawaban apapun. "Kenapa anak itu tidak menjawab?" tanyaku mulai penasaran.
Aku bangun dari atas tempat tidur, melangkah menuju kamar Jun.
Aku membuka pintu kamarnya dan melirik sekitar.
"Loh, ke mana dia?" tanyaku lalu masuk ke dalam kamarnya, mencari ke setiap sudut ruangan sampai ke dalam kamar mandi.
"Tidak ada? Apa dia belum pulang?"
Aku kembali melangkah menuju kamar dan mengambil ponsel di dalam tas, aku pun mencoba meneleponnya.
"Kamu dimana?" tanyaku begitu panggilanku sudah dijawab oleh Jun.
"Tak perlu tanya aku ada dimana!" jawabnya ketus.
"Kamu marah?" tanyaku memastikan.
"Tidak!" jawabnya sekali lagi yang begitu singkat dan terdengar terpaksa saat menjawab pertanyaanku.
"Ya sudah, cepatlah pulang, sebentar lagi kita makan malam!" titahku dengan nada halus.
"Makan malam saja sendiri, aku benci padamu!"
"Jun! Uang sebanyak itu untuk apa?" tanyaku begitu kesal dan sakit hati mendengar umpatan Jun.
"Sudah aku bilang uang itu untuk sekolah!"
"Tidak mungkin! Aku sudah melunasi SPP kamu sampai lulus, lalu uang sebanyak itu untuk apa?" aku benar-benar tidak percaya uang sebanyak yang Jun minta untuk biaya sekolah.
"Sudahlah aku malas bicara denganmu, aku tidak akan pernah meminta uangmu lagi!"
Tiba-tiba saja Jun menutup teleponnya, bicara Jungkook juga terdengar sangat kesal, dan sangat khawatir, perasaanku mulai tidak enak.
"Haruskah aku mengirim uang yang dia minta tanpa tahu digunakan untuk apa uang sebanyak itu olehnya?" tanyaku yang sedang bingung.
"Apa Jun memiliki masalah di sekolah?"
"Ah tau ah, lebih baik aku masak saja untuk makan malam," ucapku lalu menyimpan ponsel di atas meja rias.
Aku melangkah keluar kamar menuju dapur, memilih bahan-bahan makanan yang masih tersisa didalam kulkas.
"Paling sebentar lagi juga dia akan pulang dan bersikap baik lagi padaku," ucapku yang masih sibuk memilih bahan-bahan makanan.
Setengah jam kemudian…
Selesai masak, aku segera bergegas menuju kamar mandi untuk mandi, membersihkan diriku yang sudah gatal dan lengket.
"Kenapa Jun belum juga kembali?" tanyaku yang semakin cemas memikirkannya.
Hari ini aku seperti memiliki perasaan yang tidak jelas, pikiranku juga terus-menerus memikirkan Jun yang belum juga pulang ke rumah.
Setengah jam kemudian, selesai mandi dan sudah berpakaian baju tidur. Lalu aku melangkah menuju ruang makan dan duduk di sana sendirian.
Aku melirik jam dinding. "Sudah jam tujuh, Jun belum juga pulang?" aku langsung bangun dari duduk, melangkah menuju pintu utama.
Aku mencoba menghubungi Jun lagi, namun tidak ada jawaban, aku masih mondar-mandir di dekat pintu utama. Tidak biasanya jam segini Jun belum juga pulang.
Jun biasa telat pulang jam enam tepat, kali ini benar-benar membuatku sangat khawatir. Wajahku sudah sangat pucat, di tambah perasaan aku yang semakin tidak enak.
Aku mencoba menelepon sahabatku yang bernama Klara.
"Ya, halo. Ada apa Cha?" tanyanya begitu menjawab panggilanku.
"Aku ingin bertanya, apa adikku ke tempatmu?" jawabku dan diakhiri dengan sebuah pertanyaan.
"Tidak ada, Cha, memang kenapa? Apa kalian ada masalah?"
"Tidak ada, dia hanya belum pulang ke rumah padahal sudah jam segini, aku pikir dia pergi ke tempatmu" jawabku cemas.
"Ya sudah jangan cemas lagi, kalau nanti dia datang ke sini akan aku suruh pulang ke rumah."
"Ok, terima kasih Ra!"
Aku mematikan telepon itu dan kembali mondar-mandir di pintu utama. Waktu terus berjalan, Jun belum juga pulang.
Aku melangkah menuju sofa dan duduk di sana, saking setia menunggu sang adik, aku tidak sadar kalau aku tertidur di sofa.
Pukul 8 malam.
Ponselku berdering, ada panggilan masuk. Dan aku terbangun, lalu melihat layar ponselku yang menyala.
"Akhirnya kamu menelepon juga!" ucapku yang sedikit kesal melihat nama yang ada di layar ponsel.
(Di telepon)
"Hei, Jun! Apa aku harus mengunci pintu agar kamu tidak bisa masuk ke rumah?!" ancamku yang benar-benar sangat kesal padanya.
"Annyeonghaseyo." Eh, ternyata aku tidak sedang berbicara dengan Jun, melainkan dengan orang lain yang suaranya begitu asing di telingaku.
"I--Ini siapa?" tanyaku dengan kedua alis yang saling bertaut dan penasaran.
"Selamat malam Nona, saya Dokter Shin dari Rumah Sakit Yulje."
"Hah Rumah Sakit?" tanyaku dengan mulut yang menganga.
Aku langsung bangun dari duduk, raut wajahku kali ini benar-benar tidak bisa dijelaskan, aku sangat khawatir.
"Iya saya Dokter Shin, apa benar saya berbicara dengan keluarga Tuan Jun?" tanyanya yang membuat jantungku berdebar sangat cepat.
"Ya benar! Saya kakaknya Jun. Apa yang terjadi padanya, Dok?"
"Tuan Jun mengalami kecelakaan, dan keadaannya sangat kritis, bisakah Nona datang ke Rumah sakit? Tuan Jun harus segera di operasi." Jawaban itu sungguh meluluhlantakkan perasaanku. Ternyata kecemasan dan perasaan tidak enak itu terbukti, bahwa sesuatu hal buruk terjadi pada adikku.
Tidak ada jawaban apa pun dariku, aku langsung mematikan telepon itu dan bergegas pergi menuju Rumah Sakit.
"Jun, aku akan segera kesana!" ucapku yang sudah berada di dalam mobil.
Aku mulai mengemudi menuju Rumah Sakit. "Bagaimana bisa dia mengalami kecelakaan? Apa ini semua karena dia marah padaku?" aku terus-menerus bertanya-tanya hal aneh pada diri sendiri.
Bersambung...