Bab 2. PoV Hanin

1694 Words
Flash back Namaku Hanindita Ikhsan, anak Pak Ikhsan dan Ibu Siwi, juragan sayur di desaku. Semasa kecil aku sudah bergaya tomboy dengan panggilan "Handy" di lingkunganku. Panggilan ini di berikan Ayah dan aku bangga dengannya. Tomboy bukan berarti begajulan, aku sangat senang membantu ayah mengepul sayuran untuk di bawa ke pasar, bahkan ayah udah mengajari ku menyetir mobil pikap sayur saat kelas satu SMK, dan akulah supir ayah bila hari Minggu dan hari libur sehingga aku cukup mahir membawa menyetir mobil di jalan berbatu dan keramaian jika sudah masuk area pasar. Aku bersekolah di SMK jurusan otomotif, ayah yang menginginkan hal itu, biar bisa bantu ayah perbaiki pikap kalau rusak katanya. Dan Ayah selalu bangga padaku. Lain halnya dengan Ibu dia selalu marah bila ayah menempatkan ku pada pekerjaan kasar karena aku anak perempuan. Rambutku dilarang dipotong pendek dan dengan rajin menyuruhku menggunakan lulur agar kulitku tetap halus katanya, jadi tebaklah bagaimana diriku ini yang jadi produk dari mereka. Tapi kebahagiaan ku tak berlangsung lama saat akhir ujian kelulusan orang tuaku mengalami kecelakaan ketika perjalanan pulang dari Jakarta mengendarai pikap yang juga remuk menghantap sebuah pohon ketika menghindar truk fuso penuh muatan yang melaju kencang. Tinggal aku sebatang kara tanpa saudara karena memang anak tunggal. Itulah sebab awal aku hijrah ke kota dibawa Bude Hanum kakak Ibu bersama suaminya yang sejak sepuluh tahun yang lalu sudah hijrah ke Kota. Di kota aku belum bisa langsung mencari kerja, melamun mengingat ayah dan Ibu jadi pekerjaan utama ku, apalagi aku kerap tinggal sendiri karena Bude Hanum dan Pak de bekerja menjadi art dan supir pribadi sebuah keluarga kaya yang berangkat jam enam pagi dan pulang jam enam sore. Akhirnya aku juga dibawa ke rumah majikan Bude karena takut khilaf dengan hobi melamunku, kadang aku membantu Bude membersihkan rumah dan kadang membantu Pak de mencuci atau memeriksa kondisi mobil. Karena Bude memang sudah izin membawaku ke rumah majikan agar aku tidak sendiri di rumah jadi aku hanya bantu bantu saja tidak menjadi pekerja tetap disana. Aku juga berkenalan dengan kedua putera puteri majikan Bude, Kak Bram dan Mbak Sherly yang sudah di bangku perkuliahan dan sekarang sedang libur panjang dari kampus di luar negeri. Mbak Sherly selalu menjadikan aku supir jika ia ingin shopping dan mengunjungi Mall karena aku sudah punya SIM kala itu. Sedang Kak Bram sering mengajakku ngobrol jika pagi membantu Pakde mencuci mobil. Suatu hari terjadi ketegangan di rumah majikan yang awalnya sibuk dengan rencana perkawinan putera sulung mereka Bramantyo. Tiba tiba pagi itu Kak Bram mengajakku menghadap Nyonya dan mengatakan bahwa ia hanya mau meneruskan perkawinan dengan ku karena calon pengantin wanita pilihan Ibu nya kabur ke luar negeri tiga hari sebelum acara akad nikah. Cuma itu yang ku tahu, tiba tiba aku sudah terikat suatu perjanjian pernikahan yang membingungkan tanpa bisa berpendapat. Padahal usia ku masih belum delapan belas tahun dan masih keadaan berkabung akibat kedua orang tua meninggal secara mendadak akibat kecelakaan. Kak Bram secara langsung menyatakan perasaannya padaku dan meminta ku menjadi istrinya memastikan bahwa ini bukan pelarian saja. Tapi peristiwa kabur nya Monica calon istri pilihan Mamanya ia syukuri karena pada dasarnya ia tidak begitu menyukai Monica hanya terikat tanggung jawab bisnis keluarga. Dan aku bagai tersihir mengikuti semua alur peristiwa yang mengubah garis hidupku seketika. Aku, Hanindita seorang gadis tomboy yang sedang berduka seketika jatuh cinta pada suami ku apalagi setelah malam pertama yang begitu berkesan menurutku membuat ku mendapatkan cinta yang besar dari seorang suami yang sangat menghargaiku. Setelah acara perkawinan masih ada waktu dua minggu sebelum Kak Bram pergi menuntut ilmu ke Jerman. Kedua mertua ku tidak begitu memperdulikan ku tetapi suami ku dan adik iparku Mbak Sherly sangat menghargai dan menerimaku. Belakangan aku baru tahu ternyata Nyonya besar hanyalah ibu tiri suami ku dan adiknya. Aku bahkan sempat mengunjungi makam ibu mertua bersama keduanya.. Nasib ku tiba tiba berubah lagi dua hari setelah keberangkatan suamiku dan Mbak Sherly. Ibu mertua ku memanggil ku bersama seorang wanita cantik dengan style glamour belakangan aku tahu dia adalah Monica calon menantu yang awal nya kabur tapi entah mengapa bisa hadir kembali. Ibu mertuaku dengan bahasa tegas memintaku mundur dari kehidupan Kak Bram dan dia memintaku segera pergi dari kediamannya karena menantu harapannya telah kembali. Dengan kasar dia memberi kan aku cek sebesar lima puluh juta untuk bekal hidupku dan katanya itu harus aku syukuri karena sudah sempat mengangkat status ku dari rakyat jelata menjadi keluarga bermartabat , bahasa lemah lembutnya sudah tentu mencabik cabik hatiku. Aku tidak tahu dia langsung memberikan cek tersebut.. Karena kondisi di usir paksa keluar dari rumah membuat ku tidak sadar cek tersebut sudah terselip di tas kecilku dan Ibu mertua juga menyuruh Bude mengemasi barang barangku untuk segera dibawa pergi. Bude dan Pakde ku begitu marah melihat perlakuan yang ku dapat dan memilih keluar dari rumah tersebut bersama ku. Hari hari buruk ku jalani dengan meratapi nasib ku. Sebenarnya dulu awal ke Jakarta aku masih bisa masuk kuliah dengan sisa tabungan ayah tapi karena duka ditinggal Ayah Ibu membuat ku tak siap untuk itu. Bude memintaku istirahat saja dulu. Tau nya begini nasib ku bagai berlayar dilautan badai terombang ambing dan terhempas. Akhirnya Pakde dan Bude mengajakku kembali ke kampung toh masih ada peninggalan ayah ibu yang bisa digarap. Hidupku ternyata belum diizinkan Allah stabil dengan kembali ke kampung. Sebulan lebih terusir aku baru menyadari bahwa aku hamil, aku tak tau bagaimana mau bersikap, bahagia karena ini adalah harapan ku dan Kak Bram sebelum berpisah atau marah karena malu harus menghadapi sendiri tanggapan orang atas kehamilanku yang tak didampingi suami. Disamping itu, selama dua minggu ini Pakde dan Bude merasa ada yang mengawasi kehidupan kami. dan sampai suatu saat Pakde pernah di cegat lima orang berbadan kekar. Mereka mengatakan jangan pernah lagi berhubungan dan mencari akses untuk menemui Bramantyo Wijaya karena akan banyak penyesalan nanti, kalian tidak setara dengan jelas salah satu mereka menjelaskan, mereka juga membuat Pakde babak belur sebagaii ancaman agar kami tidak menemui keluarga Wijaya lagi. Bude dan Pakde menasehati ku untuk pasrah dan tetap bersyukur karena anak yang kukandung bukannya anak haram tapi berasal dari ikatan perkawinan yang diridhoi Allah hanya saja Allah sedang menguji ketabahan hamba Nya maka bertawakal lah. Mereka juga mengatakan jangan dulu berpikir untuk menghubungi suami ku karena mengingat keselamatan ku dan anakku. Biarlah semua terjadi dan jika memang jodohku biar dengan kuasa Allah kalian bertemu lagi. Karena rasa mual dan lemas ku hanya sementara Pakde memasukkan ku ke pondok pesantren untuk mendapatkan siraman rohani agar jangan sampai aku berbuat yang dilarang Allah akibat nasibku yang bagai roller coaster dalam dua bulan ini. Dan tentunya menjauhi aku dari intaian orang orang suruhan keluarga Wijaya. Mereka sendiri untuk sementara memilih tinggal di kebun dan rumah ayah di biar kosong. Dua sampai tiga kali seminggu Bude mengunjungi ku ke pondok membawa makanan dan kebutuhan ku dan memastikan kandungan ku aman dengan membawaku ke bidan terdekat untuk kontrol setiap bulannya. Dia memang pengganti ibu ku dan Cek uang yang di letakkan mertuaku ke tas ku kuserahkan pada Pak de dan Bude untuk memulai lagi mengambil alih usaha kebun peninggalan ayah untuk dikelola Pakde dan Bude. Dua bulan aku di pondok, dan keluar sebagai Hanin yang baru memantapkan diri berkerudung dan kandungan ku yang sudah masuk empat bulan membuat perut mulai kelihatan membuncit. Bude dan Pakde begitu memperhatikan ku mereka pun tidak memiliki anak jadi semua tercurah padaku. Walau dilingkungan masih banyak yang memanggilku Handy tapi tidak ada lagi Handy yang tomboy karena aku akan menjadi seorang Ibu. Hatiku tidak lagi dipenuhi amarah jika pun ada aku akan segera berdzikir dan mengingat apa yang dikatakan Umi Raudhah istri kyai Hasan waktu di pondok untuk selalu berzikir dan berprasangka baik pada Allah serta bersyukur bahwa di perut ku ini adalah sebuah karunia Allah. Kehilangan Ayah Ibu berganti dengan akan hadirnya darah dagingku dan berbahagia lah menyambutnya.Kadang aku berdoa untuk keselamatan dan kesehatan suami ku, walau awal kesedihanku karena mendapatkannya tapi tidak pernah dalam dua minggu kebersamaan kami, aku kecewa pada sikapnya. Namun Aku juga memastikan diri tidak mengharapkan kali Mas Bram kembali pada ku. Entah lah kata kata mertua ku membuatku mantap menjauhi keluarga mereka dan meragukan keselamatan anakku bila didekat mereka. Kami kembali ke rumah ayah setelah empat bulan dirasa tidak ada yang membuntuti kami lagi. Akhir nya hari kelahiran pun tiba, aku melahirkan normal seorang bayi laki laki yang ku beri nama " Zayn Putera Wijaya". Nama Wijaya kusematkan untuk menunjukkan bahwa, walau tidak didampingi Ayah tapi anak ku lahir bukan dengan cara yang haram dia mempunyai nasab ayahnya. Hari hari ku dengan kehadiran Zayn penuh semangat untuk berjuang membesarkannya. Aku terpikir untuk melanjutkan kuliahku dan masih ada satu kali lagi kesempatan ku mengikuti tes masuk perguruan tinggi negeri dan aku ingin mendapatkannya. Kukatakan keinginanku kepada Bude. Dimana aku Ingin ke kota mengikuti les atau bimbel persiapan ujian karena sudah lama buku buku pelajaran kutinggalkan. Awalnya Bude menolak ide ku ke kota kembali. Walau bagaimanapun dia terlalu sayang ke Zayn dan tak ingin ber pisah. Tapi akhirnya dia merestui nya. Hasil kebun yang diolah Pakde lumayan berhasil Pakde membaginya kepadaku sehingga tabunganku lumayan bisa menjamin kehidupan awal kami di kota di samping itu uang sisa tabungan Ayah dan Ibu juga belum digunakan semua dan uang maharku ketika menikah dengan Mas Bram. Aku meminta agar dapat menggunakan rumah Bude, beliau malah menyarankan aku nantinya menjual rumah tersebut dan mencari rumah di perumahan yang lebih aman. Rumah bibi memang kecil dan sederhana tapi luas tanah nya lumayan besar.. Jadi lah rencana ini awal kehidupan kembali ke kota. Flashback off Ini lah aku sekarang hidup berjuang sebagai single parent berat tapi tidak dipungkiri banyak limpahan rezeky yang kudapati bersama Zayn anakku. Berhasil memasuki dunia perkuliahan yang di awal nya Zayn yang masih berumur dua tahun dan aku melibatkan Mbok Ina, seorang tetangga yang dulu pernah ikut Ibu untuk menjaga Zayn.Iya bersedia mengikutiku karena anaknya juga ada di kota dan bertahan dua tahun Mbok Lina ditarik oleh anaknya. Yah perjuanganku kuliah membuatku sering membawa Zayn ke kampus atau dititip di penitipan selama aku kuliah. Sekarang anakku sudah remaja, aku sudah memiliki pekerjaan tetap yang dapat diharapkan mencukupi kebutuhan pendidikan anakku. Walau tidak dengan gaya hidup berlebih. Proses hidupku sungguh sangat aku syukuri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD