When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Mulut Rain terbungkam oleh bibir tebal Dika yang terus melumat dengan lembut. Rain tak diberi ruang untuk bernapas sedikit pun. Napasnya mulai terengah -engah. Ditambah permainan jari Dika yang mulai merajalela membuat sekujur tubuh Rain merasa bergetar sempurna. Tangan Rain sesekali mendorong Dika. Namun, pertautan kedua bibir itu tak juga dilepaskan bahkan keduanya seperti sedang kalap. "Aw ..." Desah Rain dengan suara lirih dan melepas ciuman Dika. Napas Dika terdengar memburu. Tangannya tak kunjung melepas dari gundukan ukit yang membuatnya terus gemas. "Sakit Mas ..." bisik Rain lirih membuka kaosnya dan memegang jari Dika yang kuat memilin ujung bukit yang mengeras. Bibirnya bergerak -gerak karena gemas. "Masa sakit?" tanya Dika lirih menatap Rain. "Terlalu kenceng megangnya ...