P.O.S III

2184 Words
“It’s the possibility of having a dream come true that makes life interesting.” — Paulo Coelho, The Alchemist -Prince of Sivillia- Jika anak kecil yang ditanya, apakah kalian percaya ada seorang pangeran berkuda putih? Maka mereka akan menjawab percaya, karena pada dasarnya, mereka masih hidup dalam imajinasi nya. Tapi jika kalian bertanya pada orang-orang yang sudah dewasa, mereka pasti akan menjawab tidak percaya. Karena pikiran mereka terlalu realistis. Atau bisa jadi sempit karena tidak bisa melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda.  Di sebuah tempat, letaknya di antara Singapura dan Malaysia, ada sebuah pulau kecil bernama Ravenna. Dan cerita ini akan di mulai dari pulau kecil itu, tempat dimana akan banyak kejadian yang terjadi.  Netra hitam legam nan tajam itu sedari tadi masih tak lepas dari wajah cantik gadis yang tengah terlelap dalam tidurnya. Ah, bukan tidur, lebih tepatnya pingsan. Seorang Dokter bernama Aileen tengah memeriksa keadaan gadis yang tak lain dan tak bukan adalah Shereen Senja Adinata.  Shereen saat ini tengah berada di negara orang, dia tidak lagi di Indonesia. Seseorang menolongnya kala ia pingsan malam itu. Dan saat dibawa pergi oleh si penolong, Shereen masih tak sadarkan diri bahkan sampai pagi menyambut lagi. Seorang dokter tengah memeriksa keadaan Shereen, mengecek bagian mata dan detak jantungnya.  "Kondisinya benar-benar lemah, saya tidak tau kapan dia akan bangun" Lamunan seorang pria bernetra hitam legam itu buyar kala mendengar suara dokter Aileen barusan, dia menatap dokter dengan wajah datar, lantas menjawabnya hanya dengan anggukan singkat. Dokter Aileen mengemasi peralatan medisnya sebelum akhirnya pamit undur diri.  "Kalau begitu, saya akan kembali ke rumah sakit. Pangeran bisa memanggil saya kapanpun, dan saya akan langsung datang" Ravenna punya sistem kerajaan, dimana ada seorang raja yang memimpin kota dan negaranya dipimpin oleh para Helleas atau jabatan tertinggi di pemerintahan. Kalian akan mempelajari sistem di Ravenna seiring berjalannya cerita ini. Jadi, wajar kalau dokter memanggil sosok itu dengan sebutan pangeran. Si pemilik netra hitam legam itu mengangguk, dokter Aileen membungkuk singkat lantas keluar dari kamar dengan perasaan aneh. Bukan karena tatapan tajam itu, melainkan karena gadis yang baru saja diperiksanya. Dokter Aileen yakin, kelelahan saja tidak mungkin bisa membuat tubuh gadis tadi menjadi selemah itu. Dia juga tidak bisa mendiagnosa lantaran hanya membawa peralatan medis seadanya, jika ingin, si gadis harus dibawa kerumah sakit untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Masih sambil berjalan dokter Aileen terus saja berpikir, penyakit apa yang sekiranya bersarang didalam tubuh gadis tadi. Dia sudah berkecimpung di dunia medis selama belasan tahun, meski tanpa diagnosa dokter Aileen bisa merasakan apabila ada hal yang ganjal dalam diri sang pasien.  Langkah kakinya tiba-tiba berhenti saat sebuah kemungkinan muncul, dokter Aileen tercekat. Tidak mungkin kan?  "Tidak mungkin dia,.." "Salam, dokter Aileen. Mobil yang akan mengantarkan dokter ke rumah sakit sudah menunggu" Suara salah satu pelayan kerajaan membuat dokter Aileen kaget, pria berusia 49 tahun itu segera mengangguk dan mengikuti langkah pelayan yang mengenakan gaun berwarna hitam di padukan dengan celemek berwarna putih serta menggunakan sepatu pantofel.  Hanya butuh waktu 10 menit untuk sampai di rumahnya, tapi kali ini dokter Aileen tidak ingin langsung pulang, dia akan pergi ke rumah sakit tempatnya bekerja untuk mencari tau. Kalau benar penyakit itu bersarang di tubuh gadis tadi, maka tindakan cepat harus dilakukan untuk menyelamatkan nyawanya. Bahkan tingkat keberhasilannya mungkin hanya sekitar 30%.  “Apa dia sudah tau tentang penyakit itu?” monolog nya saat berada didalam mobil. -Prince of Sivillia- Salah satu jari Shereen mulai menunjukan pergerakan, disusul tubuhnya yang perlahan menggeliat tidak nyaman. Keringat dingin mulai membasahi pelipis gadis itu, gerakan Shereen mengundang rasa penasaran seseorang yang sedari tadi terus mengawasinya, seseorang yang membawanya kemari serta seseorang yang akan bertanggung jawab atas diri Shereen selama tinggal disini.  Seseorang itu menoleh ke arah dua pria yang berdiri didepan pintu, dengan gerakan tangan dia mengusir kedua pria tersebut. Kini, tersisa lah Shereen dan dirinya, si pemilik netra hitam legam nan tajam itu berdiri dari tempat ia duduk, berjalan mendekat ke arah ranjang yang ditempati oleh Shereen. Ditatapnya lebih dekat wajah itu, wajah yang penuh keringat, dia ingin mengusapnya tapi entah kenapa perasaan dan otaknya tau mau diajak kompromi, alhasil dia hanya menatap wajah Shereen hingga pada akhirnya gadis itu membuka matanya. "Huaaa!!!" Shereen yang baru saja membuka kelopak matanya langsung menjerit histeris saat mendapati wajah seseorang yang begitu dekat dengan wajahnya. Gadis itu spontan menutupi wajah yang terus saja mencucurkan keringat dingin,  "Kamu siapa?! Om-om m***m?! Mucikari?! Perampok?! Begal?! Atau apa?!" masih dengan nada tinggi Shereen bertanya, dia takut, bibirnya gemetar. Diam selama beberapa detik sebelum gadis itu membuka sela jarinya, mengintip, wajah tadi sudah menjauh. Gadis itu langsung bangun, dia terduduk, menarik selimut hingga sebatas d**a. Shereen mengusap keringat yang sedari tadi membasahi wajah cantiknya, netranya bertabrakan dengan si pemilik netra hitam legam itu. Setelah beberapa saat, Shereen teringat sesuatu, mulutnya seketika terbuka. Bukankah dia pelanggan restoran yang membuat debaran jantungnya menggila beberapa hari terakhir ini? Iya, itu pasti dia! Shereen tidak akan salah mengingat seseorang, tapi,.. kenapa dia bisa bersama pelanggan restoran itu??? "Kamu,.. bukankah kamu pelanggan restoran di tempatku bekerja??" tanya Shereen, memastikan sekali lagi. Dia masih belum bisa percaya tentang ini semua. Si pemilik netra hitam legam itu mengangguk singkat, Shereen kembali melontarkan pertanyaan, "Terus, sekarang aku dimana?!" pertanyaan kali ini tidak mendapat jawaban, pelanggan restoran itu hanya diam menatap tajam ke arah Shereen.  Ditatap sedemikian rupa, nyatanya membuat Shereen semakin ketakutan. Tapi, bukankah seharusnya dia senang bisa berada dekat dengan si pelanggan restoran yang tampan? Ataukah saat ini dia hanya bermimpi? Ketakutan Shereen nampaknya semakin bertambah saat dua pria menerjang masuk, gadis itu kaget dan spontan menjerit membuat dua pria yang baru saja masuk otomatis langsung mendekat dan memegangi kedua tangan Shereen saat gadis itu mencoba untuk kabur. "Lepasin!!" teriak Shereen sembari terus meronta. "Tenang Putri, kami tidak bermaksud jahat. Kami yang menolong Putri saat pingsan di jalanan" ucap salah satu dari mereka yang punya tubuh kurus, tingginya kira-kira 185 cm, kulit sedikit kecoklatan dan punya hidung besar nan mancung. Kejadian singkat tadi tak luput dari pengamatan si pelanggan restoran yang tampan, dia tidak ikut menahan Shereen, keberadaannya hanya sebagai penonton saja. Nafas Shereen mulai tak beraturan, dia akhirnya berhenti meronta, tubuhnya belum sepenuhnya pulih.  Diam nya Shereen, diam-diam membuat kedua pria itu menghela nafas lega, dengan lembut salah satu dari mereka kembali berceletuk, "Lebih baik Putri kembali istirahat, pelayan akan membawakan makanan untukmu sebentar lagi" pria itu punya tubuh lebih pendek, sekitar 180 cm, kulitnya lebih putih dan penuh otot. Shereen kembali terduduk di ranjang, dia mendongak menatap kedua pria itu secara bergantian. "Nama saya Shereen, Pak! bukan Putri" koreksi Shereen, yang terlihat kesal karena sedari tadi dia dipanggil Putri terus menerus, padahal namanya kan Shereen. Senja. Adinata. Tidak ada kata Putri di dalam nama tersebut. Netra Shereen beralih menatap si pelanggan restoran yang tampan, tatapan mereka kembali bertemu beberapa saat. Sial! Kenapa dia tidak bicara sih?! Apa jangan-jangan,.. dia,.. "Bisu ya? kok nggak ngomong?" pertanyaan Shereen barusan membuat kedua pria yang tadi memegangi tangannya melotot ke arahnya dengan tatapan penuh peringatan, Shereen mendelik, memangnya ada salah dengan pertanyaan tadi? Wajar saja kan, mengingat cowok itu tidak membuka suara sedari tadi. "Jaga bicaramu Putri Shereen, Pangeran tidak bisu hanya saja--" Ucapan kedua Pengawal itu terhenti saat si pelanggan restoran tampan mengangkat telapak tangan, bukan hanya kedua pria yang tengah berdebat dengan Shereen yang seketika menghentikan ucapannya, bahkan Shereen pun ikut kicep dibuatnya. Dia mengagumi wibawa yang dimiliki oleh si pelanggan restoran tampan. Sialan, debaran jantung Shereen kembali berulah. "Keluar." Shereen terpukau akan suara serak nan berat itu, beda ekspresi dengan kedua pria yang langsung melempar tatapan satu sama lain. Suara pertama yang mereka dengar setelah 13 tahun lamanya, kedua pria itu menelan saliva, lantas buru-buru berjalan keluar masih dengan ketidak percayaan. Shereen yang hendak menyusul kedua pria tadi kini harus kembali menghentikan langkahnya saat suara berat itu memasuki indera pendengarannya lagi. "Berhenti." Ketiganya berhenti, pangeran menghela nafas. Dia menatap dua pengawal nya, dengan gerakan isyarat pangeran meminta hanya mereka berdua yang keluar. Shereen berdiri kikuk saat pintu tertutup rapat. Sekarang dia hanya berdua dengan pangeran tampan itu. Kegugupan Shereen bertambah saat pria tampan itu berjalan mendekat ke arahnya, hingga jarak mereka hanya sejengkal. Tiba-tiba saja lengannya di cekal, wow! Sentuhan pertama yang membuat tubuh Shereen langsung lemas seketika. Dengan sisa-sisa kekuatannya, Shereen mendongak, dia melihat pria itu memejamkan mata erat-erat seperti menahan sesuatu. "Kamu kenapa?" tanya Shereen bingung, apalagi saat melihat pelipis pria itu tiba-tiba berkeringat. "Tetap disini"  Shereen terkejut saat pria itu tiba-tiba membuka kelopak matanya dan menatap dia dengan tajam. Suaranya berat seperti orang bangun tidur. Tolong kembalikan kewarasan Shereen sekarang juga, dan cepat bawa dia pergi dari tempat ini. "Aku harus pulang, bahkan aku tidak tau ini dimana"  "Reenan" Gadis itu menyipitkan mata, sumpah, demi wajah tampan yang saat ini berdiri di depannya, Shereen tidak paham. Dia tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh si pelanggan restoran yang tidak bisu melainkan irit bicara, padahal suara kan tidak dijual mahal, kenapa bisa dia seirit itu ketika berbicara(?).  Shereen lelah, "Reenan siapa lagi sih? Kamu kalo ngomong yang panjang dikit bisa kan?" "Saya Reenan, Pangeran Sivillia" Ya tuhan! Apalagi ini? "Sivillia? Kamu seorang Pangeran? Ma-maksud kamu ini bukan di Indonesia?" Pangeran Reenan hanya menganggukan kepalanya membuat Shereen langsung diserang migrain, dia pusing dan butuh waktu sendiri untuk merenungkan segala hal. Gadis itu terduduk di pinggiran ranjang, memegang kepalanya yang berdenyut sakit.  "Tolong tinggalin aku sendiri sekarang" pinta Shereen. Tapi saat dia mendongak sang Pangeran masih belum beranjak dari tempatnya, dia menatap Shereen dengan datar. Tatapan Pangeran Reenan berubah menjadi khawatir saat netra hitam legam itu menatap darah yang perlahan keluar dari hidung gadis berwajah cantik nan manis itu. Dengan cekatan Pangeran Reenan menyambar tisu, menyumpal hidung Shereen, menarik pelan kepala gadis itu ke belakang hingga posisinya menjadi mendongak. "Kamu ngapain?" tanya Shereen lempeng. "Darah" "Iya aku tau darah, tapi dengan cara seperti ini nggak akan bisa berhenti. Ini bukan mimisan biasa, aku bisa menyelesaikan sendiri, dan tolong keluar dari kamar ini segera, Pangeran Reenan" Shereen berbicara panjang lebar dengan intonasi nada bicara yang terkesan santai namun penuh penekanan. Mendengar perkataan Shereen barusan, Pangeran Reenan melepaskan sumbatan tisu pada hidung gadis itu, Shereen mengambil alih. Gadis itu segera berlari menuju toilet, sementara di tempatnya Pangeran Reenan hanya bisa menatap tanpa berucap. -Prince of Sivillia- 05.00 a.m, Sivillia Hujan turun dengan begitu derasnya mengguyur Ravenna. Sebuah pulau yang letaknya di tengah-tengah Malaysia dan Singapura. Di sana ada pulau kecil bernama Ravenna, di Ravenna sendiri ada lima kerajaan. Dan Sivillia menjadi kerajaan terbesar dan tertua di Ravenna. Penduduk berlalu lalang di sekitaran pasar Archa, pasar terbesar yang ada di Sivillia, hujan sepertinya tak menyurutkan niat mereka untuk mengais rejeki pagi ini. Kegiatan penduduk yang menutup gerainya menggunakan tenda agar tidak basah karena air hujan tak luput dari pandangan seorang gadis yang tengah menggigil kedinginan di bawah pohon mangga. Gaun selututnya sudah basah kuyup, rambutnya pun jadi lepek karena hujan.  Kalau tau akan jadi seperti ini, dia pasti mengurungkan niat untuk kabur sejak subuh tadi. Tapi nasi sudah menjadi bubur, gadis itu tak bisa menghindar lagi. Penyesalan tak berhenti sampai disitu, pikirannya melayang pada semangkuk sup dengan berbagai macam buah-buahan yang terhidang di meja kamar dan belum sempat ia sentuh semalam lantaran ketiduran. Sekarang, ditengah hujan deras ini, kemana ia akan membawa langkahnya? Shereen tidak tau Sivillia, bahkan dia baru mendengar satu kali ini kalau ada kerajaan bernama Sivillia yang menganut sistem pemerintahan monarki, atau dipimpin oleh seorang Raja. Dia masih tidak paham, mungkin kalau tuhan menakdirkan untuk dia bertemu lagi dengan Pangeran Reenan maka Shereen akan mewawancarainya sampai ke detail-detail. Stop, berhenti memikirkan hal yang tidak perlu dipikirkan, lebih baik sekarang dia memikirkan bagaimana nasibnya setelah ini.  Sebuah mobil hitam melaju kencang di depannya membuat genangan air jalanan mengenai setengah tubuh Shereen membuat gaun nya kotor. "HEI!!" Teriak gadis itu galak sekaligus kesal. "Dasar nggak tau adat!" gerutuan Shereen tertunda saat dia merasa tetesan air hujan sudah tidak mengenai tubuhnya lagi, apakah hujan sudah berhenti? Dia mendongak, menatap payung hitam yang ternyata menghalangi tetesan air hujan tersebut. Tatapan Shereen perlahan turun hingga netra dia bertabrakan dengan netra hitam legam nan tajam itu sekali lagi. Shereen tersenyum dengan rasa bersalahnya, Pangeran Reenan berdiri dengan raut wajah yang tidak bersahabat sama sekali. "Pa-pangeran--" Tanpa sepatah kata apapun lagi Pangeran Reenan meraih tubuh Shereen dan mendekatkan tubuh mungil itu pada tubuhnya lantas memaksa Shereen untuk mengikuti langkah kakinya yang jenjang. Pengawal membukakan pintu untuk Pangeran Reenan dan Shereen, tak lama dia pun menyusul masuk.  "Ini, Putri" pria berkulit putih itu menyerahkan handuk kepada Shereen, jemari nya yang gemetar pun menerimanya "Terima kasih" "Lain kali kalau mau kabur dipikir dulu, jangan menyusahkan." Shereen menunduk sembari menyelimuti tubuhnya menggunakan handuk kecil tadi. Selain tak berani menjawab, Shereen bahkan tak berani hanya untuk menatap wajah pria yang tengah duduk disampingnya itu. "Ya..ya mana tau kalau akan hujan sepagi ini" cicit Shereen dengan bibir bergetar. Dia mulai mengeringkan tubuhnya yang basah meski percuma karena gaunnya juga basah kuyup. "Pa..pangeran, sekali lagi saya minta maaf, saya menyusahkan pangeran Reenan." "Diam." Shereen langsung menutup mulutnya, dia tak membantah lagi. Jangan sampai Shereen di turunkan di jalanan karena kebanyakan membantah, apalagi saat ini dia tengah berhadapan dengan seorang pangeran.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD