"Good morning, my Rabbit."
Mata amber Angel terbelalak melihat pemandangan yang terpampang di layar ponselnya. Ken dengan rambut acak-acakan khas orang bangun tidur, duduk menyender di kepala ranjang dalam keadaan topless! Pipi chubby itu memerah. "Baby honey, kok nggak pake baju?" Tanya gadis itu membuang muka, berusaha menjaga matanya untuk tidak terlalu menatap layar ponselnya.
Ken mengernyit. "Ya iyalah. Kan gue baru bangun."
"Ken tidur nggak pake baju?"
"Kagak pernah." Ken menggeleng
"Kok?" Mata sewarna madu itu membulat kaget.
Ken terkekeh. "Kenapa emang?"
Angel menggeleng sambil menggigit bibir bawahnya, sementara rona merah masih setia menjalari pipinya yang sebulat bakpao. Membuat Ken gemas ingin menggodanya.
"Pipi lu merah, Rabbit. Lu sakit ya?" Ken menatap Angel pura-pura cemas.
Kaget, Angel memegangi kedua pipinya. Membiarkan ponsel yang sejak tadi ditangannya melayang di atas tempat tidur.
"Ngel!" Ken memekik panik. Layar ponselnya menampilkan pemandangan langit-langit kamar Angel. "Rabbit, elu dimana? Elu kagak kenapa-napa kan?"
"Baby honey, kamu bohongin Angel ya?" Angel menatap Ken dengan mata menyipit. "Angel nggak sakit. Pipi Angel juga nggak merah!"
Angel menggembungkan pipinya. Ken yang tadi panik sekarang terkekeh melihat tingkah pacarnya yang pagi ini terlihat sangat menggemaskan baginya itu. Ternyata Angel tadi bercermin.
Kapan Angel tidak menggemaskan? Ken berdecak. Seandainya gadis berambut pirang itu didekatnya, Ken sudah pasti akan menciuminya. Dan memeluk tubuh mungil itu seharian. s**t! Ken menggeleng keras. Sadar, Ken. Ini Jakarta, Indonesia. Timur timur timur. Lafalnya dalam hati. Pemuda itu mengusap wajahnya kasar.
"Lu udah mandi, Rabbit?"
Ken terkejut mendengar suaranya yang tiba-tiba serak. Wahhh sepertinya dia harus mandi air dingin. Secepatnya.
Angel menggeleng sambil meringis. "Belum. Angel juga baru bangun."
"Ya udah. Sekarang lu mandi, gue juga mau mandi."
Angel mengangguk. "Aye aye, captain."
"Kok captain sih?!" Protes Ken. Alis tebalnya terangkat sebelah.
"Terus apa dong?" Beberapa lipatan muncul di dahi putih Angel saat gadis itu berpikir.
"Gue kan Mr.Scholanvand, Ngel." Ken cemberut. "Bukan captain."
"Oh iya, Angel lupa." Angel meringis. "Aye aye Mr.Scholanvd." Senyum ceria tercetak di bibir peach itu.
"Bye, my Rabbit. See you."
"Bye, baby honey."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Nana, Angel berangkat!"
"Eat your breakfast first, baby."
Angel menghentikan langkahnya mendengar suara itu. Berbalik, mendapati Bunda tersenyum hangat padanya. Mata amber itu membulat, sedetik kemudian Angel sudah menghambur ke dalam pelukan wanita yang telah melahirkannya itu.
"Bunda, when you come back?"
"Tadi malam, sayang." Bunda membelai rambut pirang putrinya.
"Kok Angel nggak tau?" Angel merenggangkan pelukan Bunda. Mengerucutkan bibir merajuk.
"Angel udah tidur." Bunda tersenyum maklum. Sudah hapal dengan sikap putri tunggalnya.
Angel mencebik. "Why don't you wake me up?"
"Bunda nggak mau ganggu waktu istirahat Angel."
"Iihhh Bunda kan Angel kangen." Angel cemberut.
Bunda mencubit pelan pipi gembil Angel. "I missed you more, baby girl." Bunda mencium kening putrinya. "Breakfast?"
Angel mengangguk manja. "Suapin."
"Manja."
Bunda mencubit hidung mungil Angel. Tapi toh wanita cantik itu menarik tangan putrinya menuju meja makan, kemudian menyuapi putri satu-satunya itu.
Dinn dinnn!
Angel segera menoleh manakala bunyi klakson menyapa gendang telinganya.
"Itu pasti Ken." Gadis itu tersenyum ceria. "Ken ngajak Angel jalan hari ini."
"Ken?" Talitha mengerutkan keningnya.
Angel mengangguk dengan senyum tak pernah lepas dari bibirnya.
"Who?"
"Angel's boyfriend, Tante."
Shween yang menjawab. Angel cemberut, tapi kemudian keningnya berkerut.
"What are you doing here?" Angel menatap sepupunya penuh selidik.
"Breakfast?" Jawab Shween santai. Gadis berambut hitam itu menarik kursi diseberang Angel. Mengambil roti, dengan cuek mengoleskan strawberry jam kesukaannya. Menggigit seperempat bagian rotinya sambil menaik-turunkan alisnya menggoda Angel.
Angel membuang muka melihatnya. Bagi Angel, Shween terlihat seperti penyihir sekarang.
"Why don't you breakfast in your own home?" Angel mengerucutkan bibirnya.
"Lagi mau disini." Shween menggigit rotinya lagi. "I wanna meet my pretty aunt."
Angel memutar mata bosan. Mulutnya terbuka untuk bersuara lagi sebelum bunyi klakson kembali memekik nyaring. Angel membuang nafas kasar.
"Nggak sabaran banget sih." Gerutunya sambil berdiri. Mengambil tangan Bunda kemudian mencium punggung tangannya. Tak lupa kedua pipi Bunda. "Angel berangkat, Bunda."
Angel yang hendak melangkah langsung berhenti ketika Bunda menahan tangannya. Gadis itu menoleh, menatap Bunda dengan pandangan bertanya.
"Nggak dikenalin sama Bunda dulu?"
Angel melongo menatap Bunda, sementara Shween batuk-batuk. Tersedak jus strawberry yang baru memasuki kerongkongannya.
Diiinnnnn!
Klakson mobil menjerit lagi, membuat Angel segera melepaskan tangan Bunda dan berlari keluar.
"Angel kenalin nanti, Bunda!" Teriaknya.
Talitha Darmawan hanya menggeleng pelan melihat kelakuan putrinya. Ahh, gadis kecilnya sudah dewasa sekarang. Perempuan itu mendesah, sudah berapa banyak waktunya yang terbuang sampai-sampai dia tidak menyadari kalau putrinya bukan gadis kecil lagi. Sepertinya dia harus mengatur ulang semua jadwalnya untuk menghabiskan waktu lebih banyak bersama putri tunggalnya.
"Baby honey, ntar pulang Angel kenalin sama Bunda ya." Angel memasang setbelt begitu duduk di samping Ken. "Bunda mau ketemu katanya."
Ken terdiam beberapa saat kemudian mengangguk. "Ok."
Angel menatap pemuda disampingnya yang fokus pada jalanan.
"Kita mau kemana sih, baby honey?"
"Rahasia."
Angel mengerucutkan bibir mendengarnya. Ken terkekeh pelan tanpa suara. Diacaknya poni rata Angel.
"Nanti juga Angel bakalan tau."
Dan, disinilah mereka berada. Komplek pemakaman!
Angel memeluk lengan Ken kuat. Takut? Iya, dia sangat takut. Untuk apa Ken membawanya ke tempat ini.
"Lu ingat rasya, Ngel?"
"Iya." Angel mengangguk. "Kenapa?"
Ken berhenti pada sebuah makam. Pemuda itu menarik nafas dalam sebelum menjawab.
"Ini makam Rasya."
Angel menatap nanar pada makam itu. Satu nama tertangkap matanya. Magdalena Rasya. Angel memeluk lengan Ken makin erat. Dan tersentak merasakan tubuh tegap disampingnya itu bergetar. Angel menoleh dan mendapati Ken tengah menangis. Ada perasaan tercubit melihat kekasihnya menangisi gadis lain, meskipun gadis lain itu telah tiada. Tapi tetap saja, rasa tidak rela itu dengan tidak tahu dirinya merayapi hatinya secara perlahan.
Angel melepaskan tangannya, berniat menjauh. Kalau saja Ken tidak segera merengkuh tubuh mungilnya.
"Jangan tinggalin gue, Rabbit." Ken terisak di bahu Angel. "I can't live without you..."
Angel menegang.
"Gue kagak mau kehilangan lagi." Ken menangkup wajah Angel dengan kedua tangan besarnya. "Gue kagak bisa." Ken mengecup kening Angel lama sebelum kembali memeluk gadisnya itu.