“Gak mau!” ucapku menyeru. Aku duduk bersila di sofa seraya melipat kedua tangan. Pandanganku dibuang ke arah lain seraya Mama membujukku. “Ayolah, sudah berapa minggu kamu tak sekolah? Kamu harus tetap melanjutkan pendidikan. Bapak sudah mengurusi semuanya, mulai dari administrasi hingga segala t***k bengeknya.” “Kira-kira gara-gara siapa aku jadi trauma untuk keluar dari rumah?” jawabku ketus. Horror dua minggu yang lalu kembali terbayang. Kala itu aku nyaris diperkosa. “Iya, Bapak salah. Tapi kalau nggak begitu, kamu nggak akan paham.” Ibuku ikut menambahkan, “Ini semua demi kebaikan kamu juga, Nak.” Pandangannya berubah iba. Mulutnya kemudian lanjut menambahkan, “Nak, kamu tetap harus memikirkan masa depan. Kami berdua tak ingin kamu hidup sulit kala kesulitan mendapat pekerjaan.”