Dua jam pertama Rendi tak kunjung datang ke kelas. Aku larut ke dalam pelajaran yang dibawakan guru sekolah. Begini-begini juga aku bukan salah satu dari mereka yang bertingkah bodoh tanpa mengikuti mata pelajaran. Perutku terasa amat melilit. Seakan tak rela membiarkanku tenang menyelami materi pelajaran. Siska cukup tahu diri untuk tidak mengganggu. Kami bertingkah seperti orang yang tak saling mengenal satu sama lain. Tiap sesi pelajaran diisi oleh guru yang berbeda. Sistemnya mirip seperti perkuliahan. Ada semacam jeda di tiap pergantian pengajar. Kemudian pada jam ke tiga, barulah Rendi menunjukkan batang hidungnya. Dia duduk di sampingku tanpa sedikit pun memberikan penjelasan. Aku merasa segan untuk memulai percakapan. Mungkin dia memang benar-benar marah padaku. Lonceng istira