Terjadi keheningan di antara kami berdua. Sesekali aku mencuri pandang, mendapati Rendi berubah kikuk seraya mengalihkan perhatian. Ia seperti tak mau melakukan kontak mata.Pemuda itu tidak bertindak sok bijak, atau menanyakan sebab musabab penderitaanku. Dia hanya diam, menungguku tenang setelah tersengguk-sengguk. “Kamu kenapa, Ren?” ucapku bingung. Aneh memang, karena pertanyaan ini seharusnya datang dari mulut dia. “Tidak, itu...” Pemuda itu menutup wajahnya, berusaha menyembunyikan frustrasi. Matanya mengintip dari sela jemari. Ia menggigit lidah seraya berjuang mengutarakan isi kepala. “Anu— itu... Ekspresi menangis Abang terlihat manis sekali. Aku sampai lupa diri.” Terdapat keheningan selama beberapa detik, “Haa??” Nggak salah tadi Rendi ngomong begitu? Apa aku baru saj