8. Tentang Rindu Yang Tertunda

2043 Words
Kata orang, sebuah hubungan yang sudah pernah berakhir kemudian bersatu lagi rasanya tak lagi sama. Meski tidak dapat dipungkiri, ada sebuah rasa tertinggal di hati bernama rindu, tapi rasa bernama kecewa tetap lebih mendominasi. Kemungkinan untuk bersatu rasanya menjadi kemungkinan-kemungkinan yang tak mungkin terjadi. Dalam hati juga terselip doa, semoga tak ada kisah lama yang terulang kembali. Keraguan-keraguan seperti itulah yang kini tengah mengganggu kenyamanan hidup seorang Andra. Sempat tebersit sebuah pertanyaan kecil dalam hatinya, kenapa dia musti dipertemukan kembali dengan Nessa. Apa alasan Tuhan mengirimkan takdir yang seolah sedang mengajak bercanda hidup Andra. Lama Andra berpikir hingga tidak bisa menemukan jawaban atas pertanyaannya itu dan membuat Andra akhirnya menarik benang merah Tuhan pasti punya alasan kenapa mereka dipertemukan kembali. Andra awalnya tidak yakin keputusannya untuk mendekati Nessa lagi sudah benar atau justru menjadi keputusan paling t***l yang pernah ia ambil, tetapi sekarang ia sudah cukup yakin atas keputusan yang akan diambilnya itu. Andra sendiri bukan tipikal orang yang sanggup mencapai keputusan diatas sebuah rasa keraguan yang begitu tinggi. Dia juga mencari solusi pada orang-orang terdekatnya langkah apa yang paling tepat untuk menghapus semua keraguan-keraguan yang sempat mampir di pikirannya. Namun sahabatnya berulang kali mengingatkan Andra semoga tak ada kisah lama yang terulang kembali dan juga mengingatkan Andra untuk tetap menjadi manusia yang tegas dengan perasaan dan ucapannya sendiri. Di balik segala kegundahan yang merobek kenyamanan hatinya, ada satu hal yang Andra suka dari kesempatan yang diberikan Tuhan padanya. Karena kini, Nessa lah yang cenderung lebih aktif memberi perhatian padanya. Nessa yang sekarang lebih perhatian dan cenderung mudah mengalah. Tidak ada Nessa yang manja, egois dan mudah ngambek. Ada kepuasan tersendiri dalam hati Andra. Dia merasa seolah Nessa sedang berusaha keras memperbaiki kesalahannya karena telah meninggalkannya dulu. Lelah hati yang pernah ia rasa kala ditinggalkan oleh Nessa dulu perlahan-lahan mulai terlunaskan. Semenjak dekat kembali dengan Nessa, waktu Andra untuk nongkrong juga berkurang. Karena Andra malas mendapat berbagai pertanyaan soal Nessa dari sahabat-sahabatnya yang menjadi saksi hubungan tujuh tahunnya yang kandas begitu saja. "Kamu jarang nongkrong sekarang, Dra," tegur Riky sahabat sekaligus pemilik kedai kopi tempat Andra biasa menghabiskan waktu bersama teman-temannya yang lain di waktu senggang. "Sibuk," jawab Andra singkat. "Sibuk opo? Feri bilang kamu balikan sama Nessa? Bener?" "Gosip." "Terus yang kemarin kamu bonceng ketemu aku di lampu merah, siapa?" "Nessa." Riky terbahak cukup keras. Tawanya mengandung unsur mengejek yang teramat kentara. "Mantan itu mestinya nggak usah diinget lagi. Nggak guna dan nggak penting. Namanya aja barang bekas, kasihin aja sama yang lebih membutuhkan," ujar Riky kemudian. "Cok! Aku ke sini mau ngopi bukan dengerin Ustad abal-abal lagi ceramah," maki Andra. Riky menjauh dari hadapan Andra dan lebih memilih mengawasi barista yang sedang membuatkan secangkir kopi untuk pelanggan yang baru saja tiba. Andra mendengus kesal sepeninggal Riky. Kalau ditanya kamu masih cinta sama Nessa? Andra akan mengedikkan bahu sebagai jawaban. Andra tidak tahu perasaan apa yang sedang dia rasakan saat ini. Karena dia paham betul rasa gemuruh di dadanya saat jatuh cinta pada Nessa dulu. Namun, sekarang Andra tidak lagi merasakan gemuruh seperti itu. Perasaan yang kini tengah ia rasakan lebih kepada emosi dan obsesi ingin memiliki Nessa lagi. Andra berusaha bersikap normal menghadapi kemelut hubungannya dengan Nessa. Dia melangkah mengikuti arus. Sudah beberapa bulan ini, Andra setia menjemput dan mengantar Nessa kerja. Kadang mereka menghabiskan waktu berdua dengan makan malam, atau sekadar nonton dan nongkrong berdua. Mereka juga bercanda, tertawa dan mengobrol seru seolah tidak ada kejadian yang pernah menimbulkan di hati salah satunya. Selama itu pula Andra tidak terlihat memberikan kode keras bahwa dia sedang berusaha mendapatkan Nessa kembali. Andra masih sibuk menerka-nerka perasaannya sendiri sebelum menanyakan perasaan orang lain. Dan sekarang, meski telah melalui kebersamaan selama beberapa bulan, Andra tetap merasa hubungan barunya yang tak bernama itu terasa hambar, seperti kopi kebanyakan air, pahit tidak, manisnya tipis. Dia sendiri juga tidak tahu, apa nama hubungan yang kini tengah ia jalin dengan Nessa. Mungkin benar, sekeras apapun kita berusaha memulai kembali hubungan dengan yang telah pergi, tak akan pernah sama lagi, entah sosoknya ataupun rasanya. Malam ini, pukul sembilan malam Andra sudah muncul di rumahnya. Tentu hal tersebut tidak wajar terjadi dalam ritme kehidupan Andra. Dia mungkin lelah dan penat bergelut dengan bisnis-bisnisnya. Namun ,selelah dan sepenatnya Andra, dia pasti lebih memilih melepaskan semua itu dengan cara berkumpul dengan sahabat-sahabatnya, ngopi, ngobrol, bercanda, tertawa dan bermain drum atau cajon di kedai kopinya Riki. "Tumben jam segini udah pulang?" tegur Kiara saat melintasi dapur dan menemukan Andra baru keluar dari balik pintu penghubung antara garasi dan rumah. "Ngantuk. Mbak kenapa belum tidur?" "Masih jam berapa ini, Andra? Lagi ngelawak apa ngelindur kamu? Mbak mau masak nasi goreng. Kamu mau makan juga?" Andra mengangguk berkali-kali. Kedua bola matanya berbinar mendapat tawaran nasi goreng bikinan Kiara. "Aku ganti baju dulu ya," ujarnya dan segera melesat ke kamarnya. Tak sampai sepuluh menit dia sudah muncul kembali di dapur. Andra menemani Kiara dengan duduk di kursi makan. Sesekali, ia mengajak Kiara mengobrol supaya Kiara tidak merasa sepi. "Masih sering ketemuan sama Nessa?" "Ya gitu deh, Mbak." "Coba tawarin Nessa, mau nggak jadi pagar ayu di nikahan Mbak." Andra malah tertawa menanggapi permintaan Kiara. "Dia nggak ketuaan tuh Mbak, disuruh jadi pagar ayu?" tanyanya. Kiara membalas dengan terkekeh lalu mengangguk mengiyakan pertanyaan Andra. "Kamu balikan nggak sebenarnya sama Nessa?" tanya Kiara penuh selidik. "Nggak mbak." "Gantung? Hubungan tanpa status? Jangan PHP anak orang loh kamu, dek." "Astagfirullah ... Kok mbak mikirnya gitu?" "Ya mbak negatif thinking aja bawaannya. Kamu pernah disakitin dan sekarang kamu punya kesempatan untuk nyakitin balik." "Aku nggak sejahat itu lah, mbak." "Tapi sempat terlintas kan di kepala kamu untuk melakukan hal sejahat itu?" Andra hanya balas dengan senyum tipis yang mampu mengundang rasa penasaran siapa pun yang sedang menerka makna dari senyum tipisnya itu. Kiara hanya mampu mendecakkan lidahnya beberapa kali menanggapi sikap cuek yang tidak bisa lepas dari seorang Andra. Setelah nasi goreng buatan Kiara dihidangkan di atas meja makan, keduanya tidak lagi membahas soal Nessa. Andra langsung berangkat menuju kamarnya setelah membalik posisi sendok di atas piringnya tanda ia telah menyelesaikan aktivitas makannya. Alasan klise ia berikan saat ditanya 'kok sudah masuk kamar?'.'Mengantuk' jawabnya. Padahal dia sedang malas saja jika nanti Kiara mencoba membahas soal Nessa lagi. Dia masih bingung musti menjawab apa kalau ada yang menanyakan soal hubungannya dengan Nessa. Ternyata nasib Nessa juga sama dengan Andra. Dia sering mendapatkan pertanyaan yang sama dari orang tuanya setiap kali menemukan Andra mengantar atau menjemputnya di rumah. Nessa pun tidak tahu harus menjawab apa, jadi dia memilih diam seribu bahasa. Namun, berbeda dengan Andra, Nessa terlihat lebih aktif menjalin komunikasi dengan Andra. Dia begitu gigih ingin memperbaiki hubungannya dengan Andra, tetapi ia tidak terlalu banyak berharap bisa memiliki Andra seperti dulu lagi. Ingin sekali Nessa bertanya tentang hubungan apa yang sedang terjalin diantara mereka berdua pada Andra, tapi hati kecilnya tidak menginginkan dia melakukan itu. Nessa merasa tidak punya hak untuk menanyakan soal itu. Bisa menjadi berteman baik dengan Andra saja sudah cukup untuk sementara ini. "Mbak Nessa, jemputannya udah datang tuh." Salah seorang teman kantor Nessa menegurnya. Nessa memiliki hobi melamun akhir-akhir ini hingga membuat orang-orang sekitarnya harus menegur dua kali untuk mendapat responnya. "Ngelamunin apa, Nes? Pak Tarman sampai negur kamu tiga kali loh." Nessa hanya menggeleng lalu bergegas meninggalkan mejanya. Dia tersenyum hangat saat melihat Andra sedang duduk di atas motor matic-nya melambaikan tangan padanya. Nessa bergegas menuju tempat Andra setelah membalas lambaian tangan Andra. "Langsung pulang atau mau mau ke mana gitu?" tanya Andra, saat Nessa sudah menerima helm yang disodorkan olehnya. "Terserah," jawab Nessa. "Tck... bisa nggak sih nggak jawab pakek kata terserah? Horor tau nggak dengernya." Andra merasa harinya hari ini cukup melelahkan. Persiapan pernikahan Kiara yang tinggal menghitung hari cukup menyita waktu dan energinya. Sebagai satu-satunya laki-laki yang ada di rumah, Andra dituntut harus bisa mengerjakan banyak hal, seperti dia harus siap sedia mengantar Mayang ke manapun. Kiara sendiri sudah disibukkan dengan pekerjaan akhir bulan di kantornya. Rasa lelah itulah yang membuat perasaan Andra menjadi sensitif seperti ini. "Eh, kok horor? Apanya yang salah?" tanya Nessa tidak tahu salahnya di mana sampai membuat atmosfer Andra mendadak berubah. "Salah kalau kamu yang ngucapin. Ingat nggak, kita dulu pernah bertengkar cuma gara-gara kata terserah, Cha. Ujung-ujungnya kamu minta diturunin di tengah jalan, abis itu aku dicap nggak tanggung jawab sama Papa kamu," cecar Andra dengan nada bicara yang terdengar begitu kesal saat mengingat momen tidak mengenakkan tersebut. Nessa tepekur di tempatnya berdiri saat ini. Niat untuk mengenakan helm ia urungkan setelah mendengar ucapan panjang dari Andra. "Kok kamu jadi kayak marah banget, Dra? Bukannya masalah itu sudah lama berlalu ya? Aku sudah minta maaf dan kita sudah nggak pernah meributkan soal itu lagi loh, kalau kamu lupa." Andra menggaruk tengkuknya yang Nessa yakin tidak gatal itu. Dia sendiri juga tidak mengerti kenapa dia bisa bersikap sekekanakan itu. Apa yang dikatakan oleh Nessa sepenuhnya memang benar. Bahkan Andra sendiri yang dulu meminta Nessa untuk tidak mempeributkan hal itu lagi. "Nggak usah dibahas. Ayo naik!" jawab Andra. Ada rasa bersalah timbul di hatinya. Nessa hanya menuruti perintah Andra. Akhirnya hanya hening yang terjadi selama perjalanan pulang malam ini. Keduanya berpura-pura seolah tidak ada kejadian tidak mengenakkan yang terjadi beberapa waktu lalu dengan bersikap diam tak membahas apa pun. Saat malam mulai larut, Nessa mencari sebuah benda yang ia simpan di bawah tempat tidurnya. Dia membongkar kembali kotak ajaib yang sudah sangat berdebu, karena tidak pernah dibersihkan bahkan tidak tersentuh oleh pemiliknya. Isinya adalah beberapa kenangan Nessa dengan Andra saat menjalin hubungan selama tujuh tahun mereka. Ada kaus oblong warna hitam bertanda tangan seluruh personel Gigi kesayangan Andra. Dulu, dibayar berapa pun Andra tidak akan menyerahkan kaus itu, tapi giliran Nessa yang meminta, ia menyerahkannya dengan ikhlas. Ada sebuah pigura berisi foto mereka berdua tengah mengenakan seragam sekolah yang sudah dicorat coret saat perayaan kelulusan SMA. Dan terakhir, sebuah album foto yang berisikan fotonya dengan Andra. Hampir setiap momen berdua selalu mereka abadikan dalam sebuah foto. Nessa mengusap salah satu foto mereka. Sebuah foto cetakan fotobox yang terletak di sebuah pusat perbelanjaan di kota Malang. Andra terlihat sangat ekspresif dengan berbagai pose konyolnya. Berbeda dengan Andra yang sekarang, yang terkesan lebih kalem dan lebih dingin. Nessa meraih sebuah kepingan CD dengan tulisan tangan Andra. "Tetaplah menjadi coklat Cha2ku, yang selalu bisa membuat lidahku merasakan manis meski tanpa menyecapmu. Tetaplah menjadi warna hidupku meski pelangi kadang tak muncul setelah hujan." Itulah sepenggal puisi yang ada di sampul CD tersebut. Nessa menitikkan air matanya saat memutar CD tersebut di DVD playernya. Dalam video berdurasi tidak sampai sepuluh menit tersebut, Andra memainkan gitar akustik sambil menyanyikan lagu berjudul Janji milik Gigi yang menjadi lagu kenangan mereka berdua. "Cha, sorry ya kalau suaraku fales. Ya abis mau gimana lagi? Aku kan bukan vokalis. Aku cuma drummer abal-abal," ujar Andra sebagai salam pembuka di video tersebut sambil berusaha keras memasang mimik wajah serius. Sebelum mulai bernyanyi, terdengar suara Andra sedang mengumpat pada seseorang yang sedang memegang handycam untuk merekam aksi Andra, karena terlalu dekat mengarahkan handycam di depan wajah Andra. Setelah menyelesaikan lagu Janji, Andra memeluk gitar berbahan kayu tersebut di depan dadanya. Sebelum mulai menyusun kata-kata indah yang menjadi hal tersulit bagi Andra. Laki-laki itu hanya mengatupkan kedua bibirnya beberapa saat, menahan senyum. "Selamat ulang tahun Chacha. Selalu jadi pemanis alami buat kopiku yang katanya kelewat pahit." Andra merasa malu lalu tangannya terjulur untuk meraih handycam dari tangan temannya dan video pun berhenti. Nessa tertawa sambil menyeka air matanya yang tidak mau berhenti mengalir. Malam ini dia memilih tidur dengan mengenakan kaus hitam bertanda tangan personel band Gigi pemberian Andra. Dia bahkan tidak peduli meski kaus tersebut berbau apek akibat tidak pernah dikeluarkan dari dalam kotak kayu. Ia sangat ingin Andra hadir dalam mimpinya malam ini. Memeluk laki-laki itu dengan erat walau hanya dalam mimpi saja. Dalam hati kecilnya terkadang Nessa juga dihantui pertanyaan yang tidak bisa ia dapatkan jawabannya sampai detik ini. Sebenarnya yang ia rindukan itu sosok Andra Galvani Yusuf atau hanya rindu yang timbul akibat gelombang yang menariknya ke pusara masa lalu, pada kenangan yang pernah terangkai selama tujuh tahun kebersamaan mereka berdua sebagai sepasang kekasih. Hanya Tuhan dan hati kecilnya lah yang tahu jawabannya. ~~~ ^vee^
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD