Wajah Embun masih memenuhi pandangan Edward. Pandangan yang semakin lama semakin tidak jelas akibat cairan hangat yang merendam matanya dan perlahan berlinang. Di tengah suasana malam yang sunyi, di kamar apartemen milik Edward yang sebelumnya pernah Embun tempati, Embun meringkuk ke kiri. “Aku gila …,” gumam Edward bersama suara berikut napasnya yang tertahan di tenggorokan. Sesak, Edward merasakan itu dan terasa sangat menyiksa. Edward memang sempat memejamkan pasrah kedua matanya, tapi tak lama setelah itu, ia membuka matanya. Kedua matanya kembali fokus pada setiap lekuk wajah Embun. Dan dengan sendirinya, tangan kanannya yang terulur gemetaran tersebut membelai kening Embun yang masih dihiasi dua lembar uang seratus dolar. “Melihat Embun yang begini, … melihat Embun selalu berusah