Pesta Topeng

1468 Words
Tak butuh waktu lama untuk Riska dan Daniella sampai di hotel tempat pesta topeng digelar. Mereka langsung keluar dari dalam mobil dan berjalan menuju lobi hotel, lalu bertanya kepada resepsionis letak pesta berlangsung. Ternyata pesta itu berada di lantai dua, tepatnya di salah satu ballroom yang cukup besar, yang bisa memuat kurang lebih puluhan orang atau mungkin ratusan. Saat Riska dan Daniella telah sampai di depan pintu utama ballroom, mereka dicegat oleh beberapa penjaga disana dan meminta Riska untuk mengisi daftar tamu di meja frontdesk. Meskipun Riska merupakan anak dari penyelenggara pesta ini, tapi tetap saja harus mengikuti prosedur yang ada. Setelah mereka mengisi daftar tamu, mereka diberikan masing - masing sebuah topeng untuk dipakai sebelum memasuki pesta. Daniella mulai berpikir, mungkin saja pesta topeng ini tidak sejelek apa yang dikatakan ayahnya. Bisa saja apa yang terjadi di dalam ruangan itu seperti bayangannya, yaitu pesta yang dihadiri oleh bangsawan – bangsawan yang bermartabat, meskipun Daniella sendiri sedikit ragu mengingat pakaiannya malam ini. Tapi Daniella segera menepis keraguannya itu, ketika ia memakai topeng yang diberikan padanya tadi. Dengan begini tak ada yang akan mengenalinya, hal itu mengingatkannya pada FTV Cinderella yang sering ditontonnya dulu, yang diadopsi dari film disney sendiri. Kalau tidak salah judul FTV nya “Sepatu bekas pacar”. "Yuk La!" Setelah memakai topeng masing - masing, Riska mengajak Daniella untuk memasuki ruangan. Ketika pintu perlahan dibuka oleh penjaga disana, akhirnya Daniella tidak perlu lagi membayangkan bentuk nyata dari sebuah pesta topeng, karena hari ini dia benar - benar melihat bagaimana pesta itu berlangsung tepat di depan matanya. Sontak ia menjadi tertegun sejenak, karena apa yang dibayangkannya tidak seperti FTV atau disney Cinderella yang pernah ditontonnya. Ini malah mirip sebuah tempat disko! Atau mungkin clubbing? Riska merasa tarikannya menjadi berat, ternyata Daniella menghentikan langkahnya secara tiba - tiba, "La?" "Ah... Iya Ris?" Daniella terkejut saat tiba - tiba Riska memanggilnya untuk membuyarkan keterpanaannya. 'Kampungan....' Riska menatap remeh kearah Daniella yang menatap aneh kearah pesta dihadapannya. "Ayo masuk..." Riska kembali menarik tangan Daniella untuk berjalan memasuki ruangan. Sedangkan Daniella sendiri merasa ragu apakah akan mengikutinya masuk atau tidak. "Ris, kamu jangan tinggalin aku yah?" Tiba - tiba Daniella berkata demikian kepada Riska. Pasalnya situasi dan kondisi yang sedang berlangsung di depannya kini mirip dengan apa yang pernah terjadi beberapa tahun lalu. Saat ayah kandungnya menculiknya untuk dijual dirumah bordil, tapi karena penawaran yang rendah membuat ayah kandungnya itu tidak puas dan memilih menjual Daniella diacara pelelangan. "Tenang... Kalau ada yang ganggu kamu, aku tahan." Riska menampilkan senyum palsunya untuk mengelabuhi Daniella. Ternyata sejak ajakan Riska kepada Danielle, dia sudah berencana untuk menjebak Daniella. Akhirnya Daniella sedikit bisa bernapas lega, mereka pun akhirnya berjalan ke tengah ruangan yang menjadi tempat dansa bagi semua orang. Bukan dansa seperti layaknya putri dan pangeran dalam dongeng, tapi dansa yang lebih brutal khas tempat club atau diskotik. Sebagian besar orang yang menari di tengah ruangan dengan terang - terangan meraba badan lawan jenisnya tanpa rasa malu, dan hal itu membuat Daniella bergidik ngeri sambil berusaha menahan Riska yang akan membawanya ke tengah ruangan. "Ris, disitu aja ya." Daniella menunjuk sofa merah yang berada di pinggir ruangan, yang kebetulan sedang kosong. Awalnya Riska menolak ajakan Daniella, tapi saat melihat bibir Daniella yang sedikit memucat membuat Riska tak tega dan membawanya ke sofa tersebut. Setelah mereka menduduki sofa itu, Riska bertanya kepada Daniella "Mau minum apa La?" Sedangkan Daniella membalas pertanyaan itu dengan gelengan kepala. Ia ingat pesan ayahnya bahwa ia tidak boleh meminum apapun selama di pesta. "Kamu takut sama yang dibilang om?" Ternyata Riska dapat menebak apa yang menjadi alasan Daniella menolak tawarannya. "Gak haus aja." Daniella mencoba mengelak tebakan Riska, ia tak ingin jika Riska menganggapnya cupu atau takut dengan ayahnya. Riska sedikit ragu dengan alasan Daniella, tapi selanjutnya ia mengangguk maklum. "Yaudah aku ambil minum dulu yah." "Eh Ris...." Daniella mencoba mencegah Riska meninggalkannya. "Gapapa, cuma bentar." Mendengar ucapan Riska yang mengatakan hanya sebentar, Daniella perlahan melepaskan tangannya dari pergelangan tangan Riska. Sehingga Riska dapat berjalan menuju bar tempat minuman disajikan. Sayangnya, baru beberapa menit ditinggal Riska, tiba - tiba seorang pria paruh baya dengan perut yang sedikit buncit duduk disamping Daniella sambil membawa dua gelas wine di kedua tangannya. Setelah p****t pria paruh baya itu menyentuh permukaan sofa, ia meletakkan kedua gelas yang tadi di pegangnya. "Hallo manis. Sendirian saja?" Pria paruh baya itu merangkul pinggang ramping Daniella dan berkata dengan mesra tepat di telinga Daniella. Sedangkan Daniella sendiri terlihat belingsatan dan berusaha melepaskan rangkulan pria disampingnya. "Lepas om!" Tapi sayangnya kekuatan pria itu lebih besar dari Daniella yang kurus kecil. "Galak banget sih sayang. Minum sama kakangmas yuk." Pria itu dengan berani menggunakan tangan lainnya yang bebas dengan meraba paha kiri Daniella. Daniella dengan sekuat tenaga menepis tangan itu, lalu mencoba keluar dari rangkulan pria paruh baya disampingnya. "Lepas om!" Daniella tetap memberontak sambil sesekali melirik kearah bar tempat Riska memesan minuman. Ternyata Riska sudah tidak ada disana, kemana dia? "Oke Kakangmas akan lepas. Tapi adek harus janji akan minum segelas wine ini." Tangan yang tadi meraba paha Daniella kini beralih meraih segelas wine yang tadi diletakkan dimeja. Daniella terlihat ragu dengan kesepakatan yang diajukan kakangmas bangkotan disampingnya ini. Tapi akhrinya Daniella menyetujuinya dan mulai meminum segelas wine dengan tegukan besar. Ini adalah pertama kalinya bagi Daniella mencoba minuman berakohol itu. Rasa panas tiba - tiba dapat dirasakan Daniella mengalir ke dalam tubuhnya dan seolah membakar semua organ dalam Daniella. Tak hanya rasa panas yang dirasakan Daniella, tetapi juga pening yang tiba - tiba ia rasakan. Sepertinya dia akan mabuk, bisa gawat kalau sampai ia mabuk di depan bapak - bapak bangkotan ini. Akhirnya sesuai kesepakatan, pria paruh baya itu melepas rangkulannya dan Daniella segera berdiri dari duduknya untuk berjalan menuju pintu utama pesta. Ia sudah tidak tahan menahan rasa pening yang tiba - tiba menjalar di kepalanya. Bahkan panggilan pria itu tak di dengarkannya, yang ia pikirkan adalah bagaimana caranya ia keluar dari pesta ini secepatnya. Dengan bersusah payah, Daniella berjalan keluar dari pesta tanpa sekalipun mencoba melirik kebelakang karena ia yakin pria itu takkan menyerah terhadap dirinya. Daniella mengetahuinya ketika telinganya tak sengaja menangkap samar panggilan pria tua itu yang semakin mendekat karena ia memanggilnya sambil sedikit berlari mengejarnya. Dan hal itu membuat Daniella mempercepat laju jalannya dalam keadaan tubuh yang hampir tidak sadar sepenuhnya, yang terpenting dia bisa terbebas dari pria tua itu. 'Ayah.... Bunda.... tolong Ella...' Daniella menggumamkan nama kedua orang tuanya sambil terus berjalan cepat menjauhi tempat pesta, bahkan ia tak sadar telah melalui berliku - liku tikungan yang ada di lantai dua hotel tersbut. Hingga akhirnya matanya secara samar melihat sebuah pintu yang sedikit terbuka, sepertinya ada seseorang yang secara terburu - buru meninggalkan kamarnya sehingga lupa mengunci pintu. Karena Daniella tak mau jika pria tua itu menemukannya, ia segera memasuki kamar itu tanpa memikirkan apapun lagi. Kemudian menutup pintu kamar yang secara otomatis akan terkunci. Daniella menatap kamar yang ia masuki terlihat gelap dan remang - remang, hanya cahaya dari lampu jalan yang menerangi kamar ini membuat Daniella semakin yakin jika tak ada seorang pun yang menghuni kamar untuk saat ini. Daniella berjalan menuju ranjang besar di samping ruangan, lalu merebahkan tubuhnya diatasnya. Namun sayangnya, tiba - tiba Daniella merasakan ada yang aneh terhadap tubuhnya, ia merasa gerah dan panas sehingga membuatnya ingin melepas seluruh bajunya. Karena mengira kamar ini tidak berpenghuni, akhirnya Daniella dengan berani melepas bajunya satu persatu sambil berusaha mengipasi tubuhnya dengan sebelah tangan, berusaha menurunkan rasa panas yang ada di tubuhnya. Ceklek... Tanpa sepengetahuan Daniella, pintu kamar mandi di kamar itu terbuka oleh seseorang. Dan kemudian keluarlah seorang pria gagah dari dalamnya dengan penampilan handuk kecil yang membelit bagian bawah tubuhnya. Pria ini terkejut akan apa yang ia dengar dan lihat di atas ranjangnya. Ranjang yang tadinya kosong setelah kepergian pengasuh anaknya, kini telah ada orang lain yang sedang belingsatan kepanasan diatasnya. "Siapa?" Pria itu bertanya sambil mendekati ranjangnya, namun seketika ia terpaku ditempatnya saat dilihatnya seorang gadis mungil sedang berusaha melepas bajunya satu persatu. "A-apa yang sedang dia lakukan?" Sebenarnya pria ini bertanya kepada dirinya sendiri, karena tak ada orang lain di kamar ini selain dirinya dan si gadis mabuk ini. Ia kemudian semakin mendekatkan diri kearah gadis diranjangnya untuk melihat dengan jelas siapa dia. "Shh..." Sedikit desahan lolos dari bibir mungil gadis itu. Sepertinya ada yang tidak beres dengan gadis dihadapannya kini. "Jangan - jangan..." Pria ini berpikir bahwa gadis di depannya kini telah meminum sebuah obat perangsang atau mungkin dijebak seseorang untuk meminum obat perangsang. Pria ini sangat tahu apa dampak yang ditimbulkan obat itu, yang dapat menyembuhkannya hanya dengan persetubuhan dan dokter, tapi ia tak mungkin memanggil dokter pribadinya kesini, jika ia nekat memanggilnya ia akan dianggap berselingkuh. Tapi pria ini tidak mengenal gadis diranjangnya ini. Apalagi topeng yang melekat di wajahnya membuat pria ini semakin susah melihat raut wajahnya secara jelas, ditambah keadaan kamar yang hanya mendapat cahaya dari luar. Namun tak ada cara lain untuk menyelamatkannya selain melakukan hal itu. Akhirnya dengan pertimbangan bulat, pria itu memulai apa yang tak seharusnya ia lakukan terhadap gadis di depannya, tapi taka da cara lain untuk menyelamatkannya.   To Be Continued...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD