"Mama aku mau beli es krim ya?"
"Oke. Tapi, sekali aja ya. Nanti enggak mau lagi, ya?"
"Siap, Mama."
Celotehan anak kecil berusia tiga tahun dengan suara cadelnya, membuat Alina Zahra merasa gemas.
Setiap keluar rumah, entah ke mall atau belanja mingguan, Alina Zahra selalu mengajak putranya. Athaya Daneswara, berusia tiga tahun. Pintar bicara dan sudah menghafal angka maupun huruf.
Bahkan diusia itu, Athaya sudah masuk sekolah. Kesibukan Alina sebagai seorang ibu muda tanpa suami, membuat dia harus banting tulang sedirian mencari nafkah untuk buah hatinya.
"Tunggu di sini sebentar. Mama akan pilih es krim kesukaan kamu."
Athaya mengangguk tanda setuju. Tanpa ragu, Alina berjalan masuk ke kedai es krim untuk memilih rasa kesukaan putranya. Setelah beberapa menit, wanita cantik itu kembali dengan sebuah es krim rasa coklat.
"Duduk yang manis, oke?"
"Siap, Mama!"
"Anak pintar!"
"Aku makan sendiri saja es krimnya, Mama."
"Mama minta ya?" Alina mencoba mempercandai Athaya.
"Mama bisa beli lagi." Athaya menjawab sambil memakan es krimnya.
Alina terkekeh, mengusap lembut rambut tebal putranya. "Baiklah. Jangan pergi ke mana-mana ya, Mama akan beli es krim lagi buat di rumah!"
Athaya hanya mengangguk sebagai jawaban. Setelah memastikan anaknya duduk diam di kursi, Alina kembali masuk ke kedai, memilih beberapa macam rasa es krim untuk di bawa pulang.
Sedangkan Athaya mulai beranjak dari tempat duduknya. Ia melihat seekor anak kucing yang begitu lucu. Athaya ingin menangkapnya, ia mulai mengikuti langkah anak kucing itu, hingga tak sadar sudah jauh dari posisi sang mama.
"Naura mau es krim rasa apa?" tanya Abimanyu Danadyaksa dari panggilan telepon.
"Apa aja, asal papa yang beliin," ucap gadis cantik yang manis.
"Baiklah, tunggu Papa pulang ya? Bentar lagi Papa nyampe rumah," ucap Abimanyu.
Baru mau menaruh ponsel di saku celananya, tiba-tiba dia menabrak sesuatu.
Brugh!
Abimanyu melihat ke sekelilingnya, ternyata dia menabrak anak kecil.
"Maaf ya, Om enggak sengaja," ucap Abimanyu sambil berjongkok hingga sejajar dengan anak kecil itu.
Terlihat anak itu sedang menikmati es krim. Dan bajunya juga kotor, akibat ulahnya.
"Maafkan Om, ya?" Abimanyu menatap lekat ke arah anak lelaki itu, lalu berjongkok sambil membersihkan noda es krim dari baju yang dipakai anak itu.
Abimanyu merasa janggal saat wajah anak kecil itu mirip dengan dirinya.
'Ada berapa kebetulan di dunia ini?' tanya Abimanyu kepada dirinya sendiri.
Sedangkan Athaya merasa takut karena orang yang nenabraknya terus menatap ke arahnya.
"Mama ...."
Abimanyu menoleh ke segala arah, untuk melihat kedua orang tua anak di depannya.
"Mana Mamamu? Ayo aku antarkan," ucap Abimanyu dengan nada bicara sehalus mungkin.
Athaya hanya menunjuk sebuah kedai es krim, dan Abimanyu mulai menuntun Athaya menuju ke kedai. Sedangkan Alina mencari Athaya ke sana kemari. Dia sudah merasa panik, karena tak menemukan Athaya di sekitar kedai.
"Ya Allah, apakah dia di culik?" tanya Alina yang sedang mencari keberadaan putranya.
Dalam kepanikannya, Alina masih berharap, putranya tidak pergi jauh dari tempat ini. Dia terus mencari Athaya, hingga ia menemukan putranya sedang berbincang asik dengan orang asing.
Dengan langkah tergesa, Alina menghampiri Athaya, dia takut putranya akan diculik. Sambil menahan amarah, Alina memanggil sang putra.
"Athaya ...."
"Mama ...!"
Alina Zahra terdiam membeku, keduanya saling tatap dengan sejuta tanya di benak masing-masing. Bahkan, beberapa kali Abimanyu mengerutkan kening seolah tak percaya dengan pertemuan keduanya.
"Ka-Kau ...?" Keduanya mengucapkan kalimat yang sama dengan tergagap.
Setelah tiga tahun berlalu, tak saling menyapa dan tak juga ingin tahu di mana Alina Zahra tinggal, Abimanyu Danadyaksa akhirnya dipertemukan lagi oleh semesta.
Alina di rundung kebingungan, dia tak pernah mengira akan bertemu mantan bosnya secepat ini. Dan hari ini, dia harus mengungkap kembali hal yang memang seharusnya dia ungkap sejak lama. Alina menarik nafas, mencoba mencari solusi agar lelaki yang menuntun putranya ini tak tahu siapa sebenarnya Athaya.
Senyum manis terukir di bibir Alina, Athaya kembali dalam pelukannya. Saat pasangan ibu dan anak itu saling berpeluk, Abimanyu diam terpaku menatap wanita yang sudah lama tak ia jumpai.
Kini mereka dipertemukan kembali dengan kisah berbeda. Abimanyu sudah benar-benar melupakan sekilas kejadian yang tak terduga diantara mereka di malam itu. Dirinya yang sedang sedih karena istrinya tiada, akhirnya harus menjalani cinta satu malam bersama karyawannya sendiri.
Alina saat itu juga patah hati karena dikhianati oleh tunangannya sendiri. Dia hanya dimanfaatkan karena kemandulan yang ia alami. Sehingga dia frustasi dan mau menjadi boneka hidup kekasihnya.
Sama-sama patah hati dengan versi berbeda, keduanya bertemu di sebuah club malam, hingga akhirnya keduanya terlibat cinta satu malam. Setelah tiga tahun keduanya kembali dipertemukan di sebuab kedai es krim.
Anehnya, saat dia akan bertanggung jawab, Alina Zahra menolak tanpa alasan yang jelas. Hingga akhirnya, wanita cantik itu resign, membuat Abimanyu mau tak mau mengikuti kemauan Alina agar tak bertanggung jawab.
Abimanyu mulai bertanya mengenai kabar mantan karyawannya. Dia sudah cukup lama melihat obrolan menggemaskan dua orang di depannya.
"Apa kabar Alina Zahra?" Suara barithon itu membuat nama yang dipanggil langsung mendongak menatap lelaki yang masih berdiri di depannya.
Alina berdiri, lalu tersenyum tipis, "Kabar saya baik, Pak."
"Sudah lama sejak kejadian itu, kita tidak pernah bertemu. Apakah kamu sudah kembali menetap di Jakarta?" tanya Abimanyu yang merasa penasaran dengan mantan karyawannya.
"Saya sedang ada pekerjaan di sini, Pak. Nanti kalau lancar, saya akan tinggal di Jakarta lagi. Kalau tidak, ya, saya kembali ke kampung lagi," jawab Alina sopan.
Tatapan Abimanyu tertuju pada Athaya. Dia merasa seperti punya kembaran jika menatap wajah anak lelaki di hadapannya.
"Aku doakan pekerjaan kamu lancar, biar kamu menetap di sini," celetuk Abimanyu.
Alina hanya tersenyum menanggapi ucapan mantan bosnya.
"Boleh aku bertanya sesuatu, Alina?" tanya Abimanyu dengan nada serius.
"Tentu saja, Pak. Silakan bertanya!" Alina memberikan kesempatan untuk Abimanyu.
"Apakah dia putraku?" tanya Abimanyu dengan suara lirih dan menatap lekat ke arah anak lelaki yang wajahnya mirip dengannya. Namun Alina yang mendengar pertanyaan itu benar-benar membuat gemetar.
Secepat kilat, Alina menetralkan kekagetannya, dia menghela nafas panjang. Ia menggeleng, kemudian menjawab pertanyaan Abimanyu. "Maaf, bukan. Dia anak saya bersama suami saya."
Ada rasa aneh yang menelusup ke hati Abimanyu, serasa tak rela jika mantan karyawannya ini sudah menikah dan punya anak bersama lelaki lain.
"Mama, aku pikir, dia papa aku," celetuk Athaya dengan suara cadelnya.
Abimanyu mengeryit menatap penuh tanya ke arah Alina. Tetapi, wanita berambut panjang itu hanya diam tak menanggapi Abimanyu.
"Shuut, bukan, Sayang." Alina kembali mensejajarkan tingginya dengan sang putra.
"Mama sudah belikan es krim, saatnya kita pulang ya?" Alina mencoba merayu Athaya.
Anak berusia tiga tahun itu mengangguk, dia menatap Abimanyu kemudian tersenyum manis.
"Om ganteng aku mau pulang. Sampai jumpa," pamit Athaya melambaikan tangannya.
Abimanyu terkekeh dia juga membalas lambaian tangan Athaya.
"Maaf, Pak. Saya harus pulang," pamit Alina kemudian melangkah pergi dari hadapan Abimanyu.
Abimanyu tak bisa mencegah, dia hanya mengamati pergerakan Alina yang tergesa masuk ke dalam kendaraan roda empat sambil menggendong Anaknya.
"Benarkah dia bukan anakku?" tanya Abimanyu saat mobil sudah meninggalkan area kedai es krim.