Happy Reading.
Pintu diketuk, Delon yang sedang memandangi ponsel karena menunggu pesan balasan dari kekasihnya mendongak, kemudian berjalan ke arah pintu dan membuka pintu kamarnya.
"Sudah kamu pikirkan?" tanya Delon saat melihat Sella yang membawa kertas perjanjian tadi.
"Oke, deal. Saya akan menikah dengan Bapak sampai anak itu lahir. Tapi anak ini masih tetap milik saya dan saya yang berhak untuk membawanya. Saya hanya akan berpura-pura menjadi istri Bapak demi orang tua Bapak. Hanya karena ibu Bapak yang punya penyakit jantung, selain itu saya berhak dengan diri saya sendiri!" ucap Sella. Wajah Delon mulai keruh. Ternyata wanita di depannya ini cukup pintar bernego.
"Tidak bisa!"
Sella tersenyum miring.
"Kenapa tidak bisa, apa calon istri Bapak mau menerima anak itu sebagai anaknya kelak? Saya nggak yakin. Siapa wanita yang mau mengurus anak dari selingkuhannya?" Sella tertawa di dalam hati. Hanya ini satu-satunya cara agar Delon tidak menuntut hak asuh anaknya kelak.
Delon berpikir sejenak. Membatalkan pernikahan dengan Hannah saja pasti sudah membuatnya marah, apa lagi membawa anak ini masuk ke dalam kehidupan mereka kelak.
"Oke, deal! Tapi ..." Delon mengambil kertas yang ada di tangan Sella, mengambil pulpen dari meja kecil di samping tempat tidurnya. Setelah menuliskan sesuatu di kertas tersebut barulah Delon memberikannya lagi kepada Sella. "Jangan pernah ganggu hubungan saya dengan Hannah."
Sella mengamati kertas itu, lagian siapa juga yang mau mengganggu hubungan mereka, dia juga tidak cinta dengan Delon. Mereka seperti ini karena ada janin yang tumbuh akibat kesalahan mereka semalam.
"Oke. Dan ..." Sella merebut pulpen yang ada di tangan Delon dan menulis di dinding. "Saya juga nggak mau Bapak ikut campur dengan kehidupan saya. Saya juga ingin kebebasan yang sama." Tatap mata Sella tajam kepada Delon.
"Hanya sampai perut kamu terlihat."
"Kok gitu?" Sella melayangkan protesnya.
"Memangnya kamu mau jalan dengan laki-laki lain saat perut kamu buncit?"
Sella tidak bisa berkata apa-apa lagi. Perkataan Delon memang benar. Apa mungkin dirinya pergi ke luar dengan keadaan perut besar?
Delon tertawa jumawa, menutup pintu kamar itu dan tidak peduli dengan Sella yang geram di luar kamarnya.
"Nggak apa-apa, yang penting bayi ini akan sama aku, kan?"
Sella memutuskan untuk kembali ke ruang tamu, wanita itu melihat sekeliling, bukankah Delon itu kaya raya, tetapi kenapa apartemen dia hanya ada satu kamar saja. Huh, kenapa nasibnya jadi seperti ini.
Wanita itu merebahkan tubuhnya di sofa, sungguh tidak pernah Sella sangka jika hubungan One night stand dengan atasan barunya itu harus membuahkan janin di dalam rahimnya. Jika saja waktu itu dia tidak melakukan hal tersebut, bukankah hidupnya masih aman-aman saja. Lagian, pernikahannya ini benar-benar karena janin yang tumbuh di dalam rahimnya. Tidak ada perasaan cinta sama sekali, bahkan sakit hatinya saja masih terasa karena dikhianatinya oleh sahabatnya sendiri dan mantan kekasihnya itu.
Sella tidak bisa tidur malam ini. Tubuhnya lelah, dan lagi tidur di atas sofa membuatnya tidak nyaman. Sella merindukan apartemen kecilnya.
"Sabar Sela. Sabar."
Sella melihat surat perjanjian itu lagi, ada sesuatu yang menarik perhatiannya, yaitu angka yang tertera di sana. Pikirannya tiba-tiba saja melayang ke tempat lain. Semua hutang milik orang tuanya bisa dia lunasi dan rumah di kampungnya bisa dia renovasi dengan uang itu.
Sebuah senyuman muncul di bibirnya, ternyata ada untungnya juga dia menikah dengan Delon Charles Saputra, huh, sepertinya hanya uang ini yang bisa menguntungkannya dari pernikahan ini.
***
Dua hari setelah itu, pernikahan mereka diadakan. Semua serba mendadak sehingga Delon dan Sella hanya menikah sederhana tanpa perayaan. Itupun hanya dihadiri oleh beberapa orang saja sebagai saksi. Tidak ada perayaan, tidak ada gaun pengantin karena kedua orang itu menolaknya. Tatapan penuh cibiran dari keluarga terlihat dengan sangat jelas. Siapa Sella bagi mereka? Tidak ada untungnya sama sekali.
"Ingat untuk tau siapa dirimu," ucap Gazelle sebelum pergi meninggalkan dua orang tersebut. Sebagai sang ayah, Gazelle begitu kecewa terhadap Delon sang putra.
Sella hanya meringis, tentunya ucapan itu tidak terdengar oleh Siska. Karena sepertinya hanya Siska yang tulus menerimanya menjadi bagian dari keluarga Saputra. Pikir Sella.
Sella menunduk, rasanya hidupnya tidak akan nyaman berada di dalam keluarga ini. Sella tahu jika kehidupannya dengan Delon bagaikan langit dan bumi. Tidak masalah, dia juga tidak pernah mengharapkan apa-apa dari Delon, pernikahan mereka hanya untuk status anak kelak agar terlahir bukan sebagai anak haram, karena pernikahan mereka terdaftar di negara.
Di apartemen, Sella melakukan tugasnya sebagai istri. Apartemen Delon berantakan dan dia tidak tahan melihat barang-barang yang berserakan di mana-mana. Sella yang memang suka kebersihan merasa risih dengan yang namanya kotor.
"Hah, kamu memang cocok seperti itu."
Sella melirik Delon yang bersandar di pintu sambil memegang minuman kaleng di tangannya. Pria itu dengan tenang menyesap minuman tersebut dan tidak peduli akan pandangan Sella yang kesal.
"Jangan ganggu kalau nggak bantu. Ini apartemen atau kandang, sih?" Sella terus mengomel, tetapi Delon tidak peduli akan omelan Sella dan pergi dari sana.
Pria itu memutuskan masuk ke dalam kamar sedangkan Sella masih memegang alat tempur sapu dan pel-pelan.
Saat Delon berada di dalam kamar, dia melihat pesan jika Hannah sudah ada di depan apartemennya. Delon berlari keluar sambil memegangi ponselnya, tetapi terlambat karena Hannah sudah masuk dan tercengang melihat seorang wanita cantik ada di sana.
"Siapa dia? Kenapa ada wanita di sini?" tanya Hannah sambil menunjuk Sella yang sedang membersihkan ruangan. Sella hanya melirik saja dan kembali meneruskan kegiatannya. Dia tahu jika wanita itu pasti kekasih Delon, suaminya.
"Dia ... asisten. Ya, dia adalah asistenku." Delon berkata dengan cepat. Tentu saja dia tidak mau jika kekasihnya curiga dengan keberadaan Sella di apartemennya.
Hannah yang sudah terlihat marah segera mengubah raut wajahnya. "Oh begitu ya. Aku kira dia siapa. Kamu nggak bilang kalau kamu ambil asisten baru di rumah ini."
Delon menjadi canggung dan menyuruh Sella pergi dengan gerakan matanya.
"Ayo kita pergi ke dalam kamar." Delon memaksa Hannah, menarik tangan calon istrinya itu untuk pergi dari sana.
"Enak saja dia bilang aku asisten. Emangnya wajahku ini mirip pembantu apa?" gumam Sella.
Nasibnya sungguh sial, entah kenapa dia merasa jika bertemu dengan Delon merupakan kesialan terbesar di dalam hidupnya.
Sedangkan di dalam kamar.
Hannah menatap protes kepada Delon. "Kalau kamu mau nyari asisten, kenapa juga kamu nggak bilang sama aku. Aku kan bisa carikan kamu asisten yang lain. Kenapa harus orang yang seperti itu?"
"Memangnya kenapa? Aku sangat butuh asisten, jadi aku cari siapa saja yang mau pekerjaan ini. Nanti aku akan menggantikan dia kalau kamu nggak suka." Delon menyanggah protes dari Hannah. "Ada apa kamu ke sini? Mendadak banget, hem?"
"Kan biasanya aku juga seperti itu. Kapan pun aku mau datang, bukannya aku akan datang?" Hannah tersenyum dan melingkarkan kedua tangannya ke belakang leher Delon. "Aku kangen kamu, Sayang."
Delon tersenyum mendengar ucapan Hannah. "Aku juga kangen sama kamu."
Hannah mendekat, hendak mencium Delon, tetapi saat mereka hampir berciuman, Delon tiba-tiba saja mendorong bahu Hannah.
"Kenapa?" tanya wanita itu bingung.