Bab 2. Malam Panas

1383 Words
Happy Reading Sella masuk ke dalam bar dan langsung duduk di depan meja bartender tanpa mempedulikan tatapan lapar dari pria-pria yang dia lewati. Musik yang berdentum tidak membuat Sella tertarik untuk turun di lantai dansa. Meskipun pakaian yang dia pakai malam ini sangatlah sopan, tetapi tetap saja mata-mata para pria itu seperti ingin memangsanya. "Selamat malam, Nona." Bartender menyapa dengan ramah, tak lupa dengan senyuman manisnya. "Ambilkan aku minuman." "Apa yang kamu mau, Nona Cantik. Sepertinya aku baru lihat kamu mal—" "Jangan banyak omong! Kasih aku minuman sekarang!" bentak Sella. Pria bartender itu tersenyum dan menganggukkan kepalanya, mengambil gelas dan mengelapnya. "Baiklah, satu minuman untuk Nona yang cantik." Pria itu menuangkan minuman dari botol bir. Melihat dari pakaian dan wajah Sella, dia tahu wanita itu tidak biasa pergi ke tempat seperti ini, maka dia hanya memberikan minuman dengan kadar alkohol yang paling rendah. "Untukmu, Nona." Pria itu baru saja meletakkan gelas tersebut di atas meja, tetapi Sella sudah merebut dan menenggaknya dengan rakus. "Ahh, sialan!" seru gadis itu saat merasakan tenggorokannya terbakar. Sensasi yang baru pertama kali ini dia rasakan. "Lagi!" Sella menyerahkan gelas kecil yang ada di tangannya. "Apa nggak ada gelas yang lebih besar? Ini kurang!" teriak Sella. Pria bartender mengambil gelas yang lain, kemudian menuang setengah di gelas itu. Kembali Sella menenggaknya dan menghabiskan semua yang ada di sana. Dia sudah tidak lagi peduli dengan tenggorokannya yang kembali terbakar. "Tambah!" Pria itu menuangkan minuman bir lagi, tetapi Sella tidak lantas meminumnya. Dia hanya diam, membayangkan pengkhianatan yang dilakukan oleh Dika dan Rena tadi. Air mata Sella sudah mengering dan dia hanya bisa menertawakan dirinya. Beberapa orang yang ada di sana memperhatikan Sella. "Aku memang bodoh! Hei, kamu ...." Tunjuk Sella dengan lantang, suaranya sudah mulai berubah, mata Sella semakin berat. Bartender tampan itu menatap Sella yang wajahnya sudah memerah. "Pernah nggak, kamu mergokin pacar kamu sama wanita lain? Dan sialnya, wanita itu adalah sahabatmu sendiri. Kamu tau, tadi aku datang buat kasih kejutan sama dia, tapi apa yang aku lihat di sana? Mereka sedang berpeluh bersama. Tau nggak hati aku kayak gimana?" tanya Sella sambil menepuk dadanya dengan cukup kuat. Sella tertawa lagi, kemudian tawa itu berubah menjadi tangis yang cukup kencang. "Sakit! Orang yang bertahun-tahun aku sayangi, ternyata anggap aku cuma sampah. Yang dia pikirkan ternyata cuma s**********n," ujar Sella tertawa miris. Dia tidak peduli dengan tatapan orang lain, yang dia inginkan sekarang hanyalah mengeluarkan rasa sakit di dalam hatinya. "Aku bodoh, kan? Apa salahku selama ini sama kamu, Dika? Aku udah kasih apa yang kamu mau, semua yang kamu inginkan, tapi yang kamu pikirin cuma naf—" Sella sudah tidak bisa lagi bicara, air matanya lah yang mewakili hatinya yang sakit. Sella terdiam setelah menghapus air matanya, dia melihat ke lantai dansa. Puluhan orang berbaur di sana dan menari. Dia turun dari kursinya menuju ke lantai dansa, dan tanpa mempedulikan rasa malu tubuhnya mulai bergerak mengikuti irama lagu. Dia berteriak dan mengangkat tangannya ke atas saat musik sudah merasuk ke dalam pikirannya. "Hei, Manis. Sendirian aja? Aku temenin ya?" Seseorang bertanya. Pria itu cukup tampan di mata Sella, tetapi Sella tidak menjawab, hanya sibuk mengikuti alunan lagu. Sella sudah benar-benar kerasukan, alkohol telah mengambil alih pikirannya sehingga dia tidak memedulikan pria itu yang mulai menarik dan memeluk pinggangnya. Dia hanya ingin menyingkirkan Dika dari pikirannya. Pria itu memandang Sella dengan lapar, mendekat dan mencium pipinya. Sella masih tidak peduli, sampai saat pria itu ingin melakukan hal yang lebih, seseorang menarik tangan Sella dengan kasar hingga terjatuh ke dalam pelukannya. "Hei, Bung. Dia milikku! Apa yang kau lakukan di sini, Sayang. Aku mencarimu," seru seorang pria dengan wajah tampan dan tubuh tinggi, tatapannya mampu membuat laki-laki yang tadi bersama dengan Sella menjadi ketakutan. Sella berhenti menari, menatap pria tersebut dengan bingung, tetapi selanjutnya Sella tersenyum lebar. "Siapa kamu? Kenapa kamu tampan sekali, Pak?" Dengan berani Sella mengelus pipi pria tersebut dan menusuk pipinya. Hidung mancung, mata besar, alis tebal, bibirnya .... Kaki Sella berjinjit, hampir menyentuhkan bibirnya. "Tidak penting aku siapa. Lebih baik kamu pulang. Tempat ini tidak baik untuk wanita sepertimu." Dia menarik tangan Sella, tetapi tubuh Sella begitu berat dan menolak pergi. "Hei, aku sedang bersenang-senang. Tidak bisakah kita di sini? Aku sedang sedih sekarang." Sella menggenggam jas pria itu dan menyandarkan wajahnya ke d**a laki-laki tersebut. "Tolong! Aku cuma pengen di sini sebentar lagi. Temenin aku, please," pinta Sella memohon. "Oke, sebentar saja." Sella tersenyum senang, tiba-tiba saja dia melingkarkan tangannya di leher pria tersebut. Menatap wajah pria itu, perasaan Sella menjadi nyaman. Dunianya teralihkan dari pria pengecut yang telah mengkhianatinya. "Kamu tampan," bisik Sella. Kaki mereka mulai bergerak ke kanan dan ke kiri, pria itu pun mengikuti gerakan Sella berdansa pelan. Dia melihat wajah Sella yang cantik, matanya memancarkan kesedihan yang mendalam. Baru kali ini dia membiarkan seorang wanita mengaturnya. Dia adalah Delon Charles Saputra, kebetulan dia baru saja berkumpul dengan teman-temannya di bar ini dan sejak tadi pandangannya tidak teralihkan dari Sella di atas panggung. Wanita itu terlihat berbeda dari yang lain karena pakainya yang tertutup rapat. Sella tidak berhenti menatap pria itu, ketampanannya berpuluh kali lipat daripada Dika. "Kenapa kamu ganteng banget? Beda jauh sama dia." "Siapa? Pacar kamu?" "Iya, tapi aku udah putusin dia. Dia mantan aku sekarang," ucap Sella sambil memalingkan wajahnya ke arah lain. "Dia khianatin kamu?" "Iya. Kamu tau gimana rasanya? Sakit." Tunjuk Sella pada dadanya sendiri, Delon hanya mendengarkan saat Sella berbicara melantur, menceritakan apa yang dulu dia lakukan kepada kekasihnya. "Jadi, kamu pergi ke sini buat senang-senang? Kamu mau lupakan dia?" tanya Delon. "Hemm, aku mau lupakan dia dan semua kenanganku sama dia. Kamu tau caranya?" Sella bertanya dan menatap pria itu. Dia hanya tersenyum, tetapi kemudian Sella membulatkan matanya saat sesuatu yang hangat menempel di bibirnya. Basah dan manis. Sella terbuai akan apa yang dilakukan oleh Delon, bahkan kepalanya tidak bisa lagi berpikir dengan jernih sekarang. Untuk selanjutnya, Sella menikmati ciuman dan belitan lidah dari pria itu, mengabaikan tempat di mana mereka berada. "Aku suka ciumanmu!" "Kamu suka?" Sella mengangguk. "Mau yang lebih?" tanya Delon. "Boleh, aku mau yang lebih nikmat dari ini!" Alkohol telah membuat Sella hilang akal, sehingga kini mereka berada di sebuah hotel yang berada tidak jauh dari bar tersebut. "Ummhhh ...." Suara desahan Sella di antara belitan lidah pria tampan itu. Semakin lama Sella semakin menikmati apa yang dia terima. Delon mendorong Sella hingga masuk ke kamar yang dia pesan dan dua orang itu berlomba-lomba untuk membuka pakaian masing-masing. Sella sudah tidak tahu lagi apa yang dia lakukan, yang dia tahu Dika teralihkan dari pikirannya karena perlakuan laki-laki ini. Sella di dorong kasar oleh Delon ke atas kasur, dia menatap lapar Sella yang hanya mengenakan pakaian dalam saja dengan kedua tangan Sella menutupi dua bagian terpenting di dalam hidupnya. "Kenapa kamu tutupi? Ini sangat indah sekali." Delon menyingkirkan tangan Sella hingga bongkahan kenyal nan menggiurkan tampak di balik kacamatanya. Menelan ludahnya dengan kasar, pria itu tidak bisa lagi menahan nafsunya. "Akh!" Sella berteriak kesakitan saat pria itu bergerak dan sesuatu mendesak di inti tubuhnya. "Euggh, sial!" Laki-laki itu meracau, sesuatu menghalangi jalannya, terasa sulit dan membuat ngilu. Wanita ini tidak seperti wanita yang telah dia pakai selama ini. Dia menatap wajah Sella, matanya telah basah dan bibirnya merintihkan kesakitan. "Apa kamu masih perawan?" tanya pria itu yakin. "Sialan! Kenapa kamu nggak bilang kalau kamu bukan—" Dia hendak bangkit dari atas tubuh Sella, tetapi wanita itu memeluknya dengan erat. "Aku mohon. Aku nggak peduli. Tolong singkirkan dia dari kepalaku sekarang. Lanjutkan!" Mohon Sella sambil menekan pinggul pria di atasnya. Melihat wanita itu yang telah memohon dan dia tidak bisa lagi menahan hasratnya yang sudah menggebu. Apalagi cahaya rembulan dari luar jendela membuat wajah Sella menjadi semakin menarik. "Kamu akan menyesalinya nanti." "Tolong. Lanjutkan saja, ini sakit!" Ucapan terakhir Sella sebelum teriakan kesakitan kembali menggema di ruangan itu. Delon tersenyum dan mulai memagut bibir Sella, meng-klaim wanita itu adalah miliknya untuk malam ini. Sella menutup mulutnya, menggigit bibir saat pria itu memaksa miliknya masuk. Setelah beberapa menit melakukan hubungan panas penuh gairah, tubuh keduanya yang dipenuhi keringat itu terhempas di atas ranjang yang spreinya sudah sangat berantakan karena ulah mereka. "Apa kamu menikmatinya?" tanya Delon masih terdengar mengatur napasnya yang kelelahan. "Ya, aku ...." Sella tidak bisa bicara. Hanya mendesah yang dia berikan sebagai jawaban dari pertanyaan pria itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD