Kasus I : Kediaman Penuh Penghuni

2101 Words
Membalaskan dendam dengan nyawa bukanlah solusi yang tepat. Maka dari itu, Adiwilaga dan Nismara telah memutuskan akan menjebloskan Danang—suami Asri yang sangat kejam itu ke penjara untuk menebus segala kesalahannya yang sampai membuat Asri meninggal dunia dengan cara yang tidak wajar. Mereka telah menyusun rencana ini semalam, dan hari ini juga, mereka berdua akan pergi ke desa Asri dengan mengendarai motor butut Adiwilaga agar tidak terlihat mencolok. Tentu saja keduanya tidak mungkin mengendarai mobil keluaran terbaru yang terparkir aman di garasi tua itu. “Sudah siap, Nismara?” tanya Adiwilaga sebelum dirinya melajukan motor astrea kesayangannya ini. Dengan sedikit cemberut karena lagi-lagi harus berjodoh dengan motor astrea ini. Nismara pun menjawab, “Siap nggak siap, harus siap Kang Mas! Namanya juga tugas negara. Ngomong-ngomong, Mbak Asri ikut kita?” “Dia bahkan yang akan menjadi penunjuk jalan kita, Nismara.” Seketika Nismara hanya bisa menelan air ludahnya sendiri.  Memang semua ini diperuntukkan Asri Lestari, maka dari itulah, perjalanan Adiwilaga dan Nismara kali ini diawali dengan mengikuti Asri yang tengah memberikan petunjuk jalan menuju desanya. Menempuh perjalanan sekitar satu setengah jam, akhirnya mereka berdua tiba di Desa Mukti. Desa dimana Asri dilahirkan, dibesarkan hingga dinikahkan dengan Danang yang merupakan orang Desa Mukti juga. Asri berkisah, dahulunya mereka merupakan teman sepermainan, yang ketika remaja sudah sibuk merantau sendiri-sendiri guna mengenyam pendidikan dan bekerja. Kemudian, sepulangnya dari perantauan, barulah mereka diperkenalkan satu sama lain oleh kedua orang tua mereka yang ternyata berteman baik. Hingga akhirnya mereka menikah, dan memiliki seorang anak laki-laki bernama Daffa. Bertahun-tahun mereka berdua hanya fokus untuk menyayangi dan membesarkan Daffa, ketika Daffa sudah lulus SD, keduanya kemudian melakukan program kehamilan. Dan beruntungnya, semua dipermudah, Asri kembali mengandung buah hatinya yang telah diprediksi berjenis kelamin seorang perempuan. Asri sangat bahagia, profesinya yang juga sebagai guru sekolah dasar, membuatnya sudah terbiasa mengasuh anak-anak. Disamping terus memperhatikan Daffa, Asri juga berjanji akan selalu memperhatikan calon anak perempuannya ini. Kilas balik pun usai, kendaraan Adiwilaga dan Nismara pun berhenti di sekitar kantor kepala desa. Keadaan di sekitar mereka tampak sepi. Mungkin orang-orang sedang sibuk dengan aktivitas mereka di dalam kantor. Mungkinkah? Iya, mungkin saja. Jam telah menunjukkan pukul setengah sembilan pagi. “Jadi ini kantor tempat suami Mbak Asri bekerja?” “Iya. Beliau seorang Kepala Desa, Nismara. Kita harus berhati-hati. Dan, jangan lupakan tentang penyamaran kita,” peringat Adiwilaga yang menoleh sedikit ke belakang agar ia bisa melihat wajah serius Nismara yang tengah mengamati kantor kepala desa disekitar mereka itu. Adiwilaga lantas melajukan kembali motornya. Kini, ia dan Nismara mengunjungi kantor kepala desa, bermaksud melancarkan aksi penyamarannya itu. Semoga segalanya dipermudah. Segala niatnya membongkar kebusukan suami Asri ini, benar-benar membuahkan hasil, paling tidak Danang harus merasakan dinginnya tembok dan jeruji besi penjara. Itulah hukum di dunia yang paling pantas untuk seorang pembunuh tak terdeteksi dan tak terduga—Danang ini. Tokk..tok..tokk.. “Assalamu’alaikum..” Serempak Adiwilaga dan Nismara mengucap salam. Tentu saja Asri juga ikut bersama mereka. Wanita tak kasat mata bergaun putih dan tengah menggendong bayinya itu tidak takut akan sinar matahari. Dendamnya pada sang suami jauh lebih besar daripada ketakutannya menghadapi sang mentari. “Waalaikumsallam. Mohon maaf, hendak mencari siapa?” Tak lama kemudian, seorang wanita muda nan cantik menghampiri mereka. Wanita itu berpenampilan layaknya pegawai kantor desa. Namun sayangnya, rambut wanita itu sedikit acak-acakan, dan kemejanya yang bagian atas tidak terkancing sempurna. Mungkinkah ia baru saja usai dari kamar mandi dan tengah terburu-buru menghampiri ruang depan ini karena tiba-tiba ada orang yang mendatangi kantor? Mungkin.. 'Dasar wanita tidak tahu malu. Dia adalah kekasih gelap suami saya. Dia turut bahagia di atas tangis kesakitan saya!' Tidak hanya Adiwilaga yang mendengar kemarahan Asri. Nismara yang turut mendengar pun hanya menatap iba wanita pucat tak kasat mata itu. Dari matanya, Nismara memperingatkan Asri agar tetap diam di tempatnya, mengendalikan emosi dalam dirinya, berusaha untuk tetap mempercayakan semuanya pada Adiwilaga selaku pemimpin di misi kali ini. “Sebelumnya, perkenalkan. Saya Adi dan ini teman saya, Ninis. Kami berdua sudah membuat janji dengan Pak Danang—Kepala Desa di sini. Kami mahasiswa dari kota yang hendak melakukan penelitian—“ “Oh silahkan masuk. Kalian sudah ditunggu Pak Danang sejak pagi tadi.” “Mohon maaf karena kami terlambat datang, Bu. Maklum, kami baru kemari. Jalanannya sangat asing, dan hampir saja kami tersesat,” ucap Nismara yang memberikan serentetan alasan pada wanita itu. Adiwilaga dan Nismara pun dipersilahkan duduk di ruang tamu kantor kepala desa ini. Detik ini juga, mata Adiwilaga langsung menyisir seluruh area ruangan. Tak terkecuali, setiap incinya—Adiwilaga mampu melihat apa yang sudah terjadi, dan apa yang nantinya akan terjadi. Benar kata Asri, wanita itu bukan sekedar sekretaris Danang, melainkan juga kekasih gelap Danang. Pantas saja aura di sekitar Nismara terasa panas, rupanya Asri tengah memendam kemarahannya. Syukurlah.. hantuu wanita itu mampu menuruti titah Adiwilaga. “Selamat pagi, Mas—“ “Adi. Ini Ninis.” Kembali Adiwilaga mengenalkan dirinya dan juga sang adik yang menyamar sebagai rekan sesama mahasiswa. “Sempat tersesat ya? Memang banyak jalan bercabang di sini Mas, Mbak.” “Iya, Pak. Tidak apa-apa. Oh ya, kami memutuskan untuk menginap beberapa hari di sini. Apakah ada tempat yang bisa menampung kami selama di sini?” Langsung pada intinya saja, karena Nismara merasa gerah menyaksikan betapa baik dan berwibawanya pria breengsek di hadapannya ini. Dan, satu lagi. Wanita ular yang kini tengah menyuguhkan secangkir teh untuk mereka. “Kalian tenang saja. Selama kalian di sini melakukan penelitian, kalian berdua bisa menginap di rumah saya. Kebetulan saya hanya tinggal berdua dengan anak saya—Daffa. Ada empat kamar di rumah saya, kalian tenang saja.” “Wah, syukurlah. Terima kasih banyak, Pak Danang. Maaf merepotkan.” “Tidak sama sekali. Semoga betah ya tinggal di sini..” kata wanita ular itu. “..oh ya, saya Ranika. Sekretaris Pak Danang. Jika kalian membutuhkan bantuan saya, saya siap membantu kalian.” “Iya Bu Ranika, terima kasih banyak.” Nismara memaksakan senyumnya. Sungguh muak sekali rasanya berada di antara orang-orang fake  ini. Jika tidak ingat dengan misi penyamaran mereka guna mencari bukti yang bisa menjebloskan Danang ke penjara, mungkin saya saat ini Nismara sudah bergulat dengan Ranika. “Silahkan diminum tehnya, nanti keburu dingin lho..” Ranika mempersilahkan kedua orang tamunya itu untuk meminum teh manis buatannya. Tentu saja keduanya berantusias untuk meminum teh tersebut. Namun ketika ujung gelas itu beradu dengan bibir mereka, ada aroma janggal yang membuat mereka urung meminumnya. Kedua kakak-beradik itu sama-sama menyadari kejanggalan ini. Namun karena terus diperhatikan oleh Danang dan Ranika, pada akhirnya mereka tetap meminumnya. Namun aneh, rasanya. Karena setiap air yang masuk ke dalam mulut mereka, tiba-tiba menghilang, mereka bak sedang meminum udara—kosong. Seolah-olah terlihat tengah meminumnya, namun ternyata, teh manis itu sama sekali tidak mereka minum. Bagaimana ini bisa terjadi?   ***    Setelah kejadian teh manis di kantor tadi pagi, kini malam harinya mereka berdua telah beristirahat di ranjang mereka masing-masing. Setelah sore tadi mereka berkeliling desa diantar dengan Daffa. Daffa sangat santun, anak laki-laki itu sudah duduk dibangku kelas 1 SMP saat ini.   Terhalang oleh dinding yang tidak bisa ditembus, mereka berdua tetap bisa sama-sama membatin. Jangan salah, Adiwilaga mempunyai kemampuan untuk membaca pikiran orang lain. Sedangkan saat ini, di kamar samping—Nismara tengah memikirkan mengenai teh manis pagi tadi. Tidak ingin sang adik mati penasaran, Adiwilaga segera mengirimkan serentetan pesan guna menjawabi segala rasa penasaran yang tengah mengganggu Nismara. Adiwilaga Nismara, tidur. Masih ada hari esok yang menanti kita, tetaplah berpura-pura tidak bisa melihat ‘mereka’. Tentang teh manis pagi tadi, semua ulah Asri. Untung saja kita berdua sama-sama peka, Asri pun juga telah membantu kita berkat komunikasiku yang mendadak melalui batin kami berdua. Sebenarnya, di dalam teh itu mengandung ramuan dari dukun Danang yang nantinya akan membuat kita tidak bisa melihat apa pun yang terjadi di sekitar kita, mengingat kita sudah direncanakan akan tinggal di rumah Danang. Meskipun dipenglihatan Danang dan dukunnya—kita ini orang biasa dan tidak berpotensi membahayakan, namun tetap saja. Hukum alam sudah menetapkan bahwasannya orang-orang liciik memang pandai waspada. Tentang keterkejutanmu saat Daffa membukakan pintu untuk kita tadi. Siapa yang menyambut kita? Kamu bisa melihatnya? Tolong, lebih kontrol ekspresi wajahmu, Nismara.   Nismara Sesosok tinggi besar. Aku heran, Kang Mas. Mengapa sosok tinggi besar itu terus mengikuti Daffa? Apa ia juga akan membunuh Daffa? Kang Mas, apakah tidak berbahaya apabila kita berkirim-kirim pesan di markas ibliis ini?   Adiwilaga Hanya kuasa Allah Swt. dan pertolongan kita yang bisa menghindarkan Daffa dari maut yang dibuat oleh Ayahnya sendiri itu. Danang lagi-lagi akan menumbalkan salah seorang anggota keluarganya demi mencalonkan diri sebagai Bupati. Dan, kehadiran kita di sini akan dimanfaatkan oleh Danang untuk menjadikan kita sebagai pelakunya. Berhati-hatilah, Nismara. Tentang berkirim-kirim pesan di markas ibliis, tenang saja. Di depan pintu kamar kita masing-masing, Kang Mas sudah meninggalkan benda tidak kasat mata di sana. Jin atau pun setan yang merupakan teman Danang tidak akan bisa memasuki kamar kita ini dan tidak akan mencurigai kita. Justru mereka akan mengira bahwa bos merekalah yang melindungi kita. Kang Mas sudah atur semuanya.   Nismara Syukurlah Kang Mas, aku khawatir. Sampai-sampai tidak akan bisa tidur karena takut mereka yang tak terlihat itu akan melakukan sesuatu pada tubuhku! Untungnya Kang Mas-ku telah memikirkan semuanya. Termasuk melindungi adik kesayangannya ini.   Adiwilaga Nismara, sepertinya kalimat terakhir yang kau ketik itu terpotong, tidak bisa terbaca sama sekali. Sepertinya ponsel canggihku yang memiliki tiga kamera belakang ini bisa mendeteksi kebohongan walau melalui ketikan seseorang. Selamat tidur.   ”Nyebelin banget! Untung punya Kang Mas cuman satu! Coba kalau dua? Bisa turun 10kg dalam seminggu nih berat badan.” Kesal, Nismara pun langsung menarik selimutnya. Sebelum itu, ia sempat menyaksikan Asri yang ternyata juga mendiami kamar ini bersamanya. Oh ya, mengenai Asri dan identitas keduanya yang sama sekali tidak terbongkar oleh orang sepandai Danang dan dukunnya, Adiwilaga telah memikirkan semuanya secara matang-matang. Adiwilaga membentengi dirinya sendiri, Nismara bahkan Asri. Ia menggunakan ajiannya untuk terlihat seperti manusia normal pada umumnya. Manusia biasa yang tidak mempunyai kemampuan melihat makhluk-makhuk halus, bahkan mempunyai kekuatan supranatural untuk menghancurkan ‘mereka’ semua. Karena jika ia dan Nismara sampai ketahuan bila mereka bukan orang sembarangan—maka misi ini akan gagal total. Danang selamanya tidak akan mendapatkan balasannya. Sementara itu, ajian Adiwilaga ini juga mampu melindungi sosok Asri, meski pun Asri merupakan hantuu yang bergentayangan. Tetap saja, makhluk-makhluk halus teman Danang bisa kapan saja langsung mengelabuhi Asri agar berbuat nekad. Maka segalanya telah dipikirkan dan disusun matang-matang oleh Adiwilaga. Ketelitiannya selama inilah yang kerap kali membuat sosok Adiwilaga tidak bisa dibodohi oleh ‘mereka’. Begitulah singkatnya mereka bisa menjalankan aksi mereka di hari pertama ini. Sebelum benar-benar tidur, Nismara mendekat pada sosok Asri yang tengah berdiri dan menatap jendela yang mengarahkan pada taman belakang rumah yang sekarang keadaannya sangat memprihatinkan itu. “Mbak Asri, nggak tidur?” Pertanyaan terboodoh! Mana bisa hantuu tidur? Nismara segera sadar, dan mengubah pertanyaannya barusan. “Mbak Asri saya tinggal istirahat ya? Kalau bisa, jaga saya selama tidur. Yaa, meski pun Kang Mas sudah mengerahkan segala keamanan yang ia miliki, namun tetap saja. Saya masih harus tetap was-was, Mbak juga ya..” Tidak yakin ucapannya akan digubris oleh Asri yang tengah menatap kosong taman belakang rumahnya itu. Nismara pun kemudian menghampiri kembali ranjang yang sempat ia tinggalkan tadi. Baru saja hendak merebahkan kembali dirinya di sana. Suara Asri terdengar lirih dan begitu menyayat hati Nismara. 'Dahulu, taman belakang rumah saya begitu terawat. Hampir setiap hari saya berada di sana untuk sekedar menyiram tanaman saya. Bersama dengan Daffa, saya duduk di sana sembari mengusap perut saya yang kian membesar. Saya sangat merindukan tempat itu. Namun, tempat itu tak lagi indah. Saya pun tak sudi menginjakkan kaki saya di sana. Karena banyak sekali ‘peliharaan’ suami saya. Dia sangat kejam. Tidak hanya menghilangkan nyawa saya, ia juga menghancurkan segala sudut tempat favorit saya. Mungkin tujuannya baik, agar Daffa tidak terus-menerus mengingat saya.' “Mbak Asri, tenang saja. Kita tidak akan lama kok di sini. Kang Mas saya akan segera menyeret bajiingan itu ke penjara. Dan, setelahnya. Kami—saya dan Kang Mas saya akan mengantarkan Mbak Asih dan bayi Mbak Asih itu ke tempat yang sangat indah. Lebih indah daripada taman belakang Mbak Asri.” “Yang terpenting, kami berdua juga akan memastikan Daffa bahagia tinggal bersama dengan kakek dan neneknya di kota.” 'Lebih baik seperti itu. Karena kedua mertua saya sangat menyayangi Daffa. Daripada ayahnya sendiri yang beejat hendak menumbalkan Daffa!' Wajar apabila Asri murka. Ibu mana yang akan rela bila anak satu-satunya yang masih hidup bahagia itu—kehidupan bahagianya akan direnggut paksa oleh sang ayah guna mendukung kariernya sebagai pejabat. Danang benar-benar bukan manusia! Ia sama sekali tidak memiliki belas kasih bahkan kepada anaknya sendiri.   ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD