21- Permintaan Maaf dan Kartu As

1011 Words
"Bisa ngobrol berdua? Ada yang pengen gue omongin." Putri masih terdiam menunggu jawaban dari Nino. Gadis itu kini sangat malu karena sebagian orang di koridor kelas itu melihat ke arahnya. Bukan karena terlalu percaya diri, namun Putri merasa memang sebagian mahasiswa itu ada yang sampai memberhentikan langkah mereka demi memastikan apakah benar seorang Putri mengobrol dengan Nino si penerima beasiswa miskin itu. Nino di hadapannya hanya menatapnya dan terdiam. Bahkan Putri sekilas melihat ada tatapan jengah yang ditampilkan pemuda itu. Mungkin memang wajar pemuda itu menunjukkan tatapan seperti itu, mengingat bagaimana perlakuan Putri terhadapnya. Putri akui bahwa dirinya memang keterlaluan hari itu. Sangat keterlaluan malah. Karena melihat Nino yang hanya diam seperti itu dan tak betah diperhatikan oleh berbagai pasang mata itu, Putri memberanikan diri kembali mengucap kalimatnya. "Em .... Kalau sekarang lo gak bisa bicara berdua sama gue, besok kita bisa atur waktu lain lagi." Putri mengerjapkan matanya berulang kali menatap Nino yang masih terdiam itu. Gadis itu menelan ludahnya susah payah. Ia menyisir helaian rambutnya yang berterbangan sebelum akhirnya memilih untuk menyerah. Mungkin memang karena perlakuannya hari itu sudah keterlaluan, maka Putri akan mencoba bersabar. Gadis itu akan kembali lagi besok. Itu pun kalau Nino mau menemuinya. Baru saja Putri berniat melangkah mundur karena tak mendapat respon apapun dari Nino, tiba- tiba sebuah suara menyelinap di indera pendengarannya. Membuat langkah kakinya terhenti secara spontan. "Bisa, kok." Putri mendongak. Nino baru saja mengucapkan kalimat itu. Sebuah harapan terbit dan senyuman gadis itu ikut terbit. "Kita bicara hari ini aja, karena kalau besok mungkin gue gak bisa ketemu lo lagi," sambung Nino dengan nada datar. Pemuda itu menatap Putri dengan tatapan yang dingin. Meski begitu, ia tetap menjaga kesopanannya dan tak mengucap kalimat kasar pada Putri, yang sangat ingin ia katakan. Mata Putri kini berbinar menatap Nino. Gadis itu mengangguk antusias. "Iya. Kita bicara berdua," sahutnya lagi. Setelahnya kedua orang itu segera melangkah meninggalkan koridor itu diiringi oleh sorak sorai dari teman- teman sekelas Nino, juga sebagian mahasiswa yang melintas itu. Nino melangkah lebih dulu, diikuti oleh Putri di belakangnya yang menunduk. Gadis itu tak bisa menyembunyikan perasaan senangnya itu ketika berjalan di belakang Nino. Iya, ia hanya perlu menjelaskan semuanya yang terjadi pada pemuda itu setelah tadi pagi sempat berbicara pada Argan. Argan mengatakan bahwa semua terserah pada Nino karena itu keputusannya juga. Jadi terkait permintaan maaf itu, Argan hanya mengikut. Jika Nino mengabulkan permintaan maaf Putri itu, maka Argan pun akan memaafkan kesalahan gadis itu. Namun jika sebaliknya, maka Argan tak berbuat apa - apa. "Iya, karena Nino orang baik, maka gue yakin pasti dia bakal maafin gue. Iya. Pasti." Putri terus meyakinkan dirinya dalam hati. Gadis itu masih mengikuti langkah Nino dan juga masih terus mengucap dalam hati untuk meyakinkan dirinya. Iya, Putri yakin bahwa Nino akan memaafkan dirinya. Nino mengajak Putri menuju koridor di depan ruang unit kegiatan mahasiswa fakultas mereka yang masih sepi. Hanya ada beberapa mahasiswa yang bersliweran. Karena biasanya ruangan kegiatan itu akan ramai dikunjungi ketika sore hari, jadi pada pukul sepuluh pagi seperti sekarang ini sangat jarang orang di sini. "Udah, sekarang apa yang pengen lo bicarain sama gue?" Nino bertanya dengan nada dinginnya. Pemuda itu melirik jam tangan hitamnya yang masih menunjuk pukul sepuluh itu. Kemudian kembali berucap tak kalah dingin. "Gue kasih lo waktu lima belas menit buat bicara karena memang lima belas menit lagi gue ada kelas." Putri mengangguk. Dengan senyum yang masih bertengger itu, gadis itu sesekali menunduk. Sebenarnya ia cukup malu untuk meminta maaf. Karena seumur hidupnya ia bahkan jarang sekali untuk meminta maaf. Namun karena terus dilanda perasaan bersalahnya, mau tidak mau, dan sebuah keharusan untuknya meminta maaf pada Nino. Pada akhirnya Putri berhasil mendongak untuk memandang wajah pemuda di depannya itu. Setelah menarik napasnya, gadis itu membuka bibirnya untuk selanjutnya berucap. "Nino, sebenarnya gue ngajak lo bicara berdua seperti ini, karena satu alasan," ucapnya membuka. Ia menatap Nino lagi dan melanjutkan, "Gue mau minta maaf sama lo." Nino tampak tercengang di depannya. Pemuda itu tampak sekali benar- benar terkejut mendengar kalimat permintaan maaf dari Putri itu. Seorang Putri yang hari itu merendahkannya dan Argan kini meminta maaf padanya? Bahkan Nino mengira ia sempat berhalusinasi. Melihat diam dan terkejutnya Nino, Putri pun memutuskan untuk melanjutkan kalimatnya. "Gue ... udah sadar kalau apa yang gue perbuat sama lo dan Argan hari itu ... itu salah." Nino kini sudah tak meragukan lagi kalimat permintaan maaf dari Putri itu. Gadis itu tampak serius dan jujur dengan perkataannya. Jadi memang benar kini di depannya itu seorang Putri tengah meminta maaf padanya. "Jadi lo benar- benar udah sadar tentang semua kesalahan lo?" Nino bertanya masih terkesan dingin. Tentu saja ia tidak akan dengan mudahnya luluh begitu saja. Setelah mengingat peristiwa itu belakangan. Putri mengangguk berulang kali. "Iya. Gue sadar kalau gue salah. Makanya gue minta maaf sama lo dan Argan." Nino mendengus. "Tapi sekarang lo lagi minta maaf sama gue, gak sama Argan." Putri mengerjap. "Iya, maksud gue ... gue tadi pagi udah lebih dulu minta maaf sama Argan. Gue tadi pagi dateng ke kos- kosan lo dan cuma ada Argan, katanya lo lagi kuliah. Makanya gue nungguin lo sampai kelas selesai." Iya, benar semua yang dikatakan olehnya itu. Seniat itu Putri hanya demi meminta maaf pada Nino dan Argan. Nino mengangguk pelan. Ia melihat keseriusan dari sorot mata Putri. "Terus kata Argan gimana?" tanyanya penasaran. Nino penasaran dengan jawaban yang akan diberikan Argan jika Putri meminta maaf. Namun ia juga yakin bahwa Argan pasti akan langsung memaafkan Putri mengingat Argan yang mudah luluh pada wanita, apalagi jika wanita itu cantik. "Argan bilang dia nyerahin semua keputusan sama lo." Putri lagi- lagi berkata jujur. Ia tak mau menambah atau mengurangi semua yang didengarnya. Mendengar itu Nino kembali mengangguk- anggukkan kepalanya. "Jadi ... semuanya terserah sama gue gitu?" Putri mengangguk. "Iya," sahutnya cepat. "Kalau gue maafin lo, Argan juga akan maafin lo ... tapi sebaliknya jika gue gak maafin lo, Argan juga gak akan maafin lo. Gitu?" tanya Nino memastikan. Ia menarik sudut bibirnya. Menarik. Ia memiliki kartu as sekarang. Keputusan itu semua ada di tangannya. Maka Nino akan memanfaatkannya dengan baik. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD