Bella akhirnya sampai di ruangannya dan setelah itu wanita berambut bob itu segera mengambil tasnya juga ponsel miliknya. Benar saja, ponselnya terdapat banyak notifikasi yang masuk. Kebanyakan notifikasi yang masuk itu berasal dari Argan serta Nino.
Kedua pemuda itu meneleponnya dan mengiriminya pesan untuk mengabari Bella tentang macetnya jalanan Jakarta yang bahkan sampai membuat keduanya terus berkata kasar. Bella terkekeh membaca pesan itu. Berikutnya wanita itu segera membalas pesan kedua pemuda itu dengan kalimat permintaan maaf.
Iya, maaf karena ia sudah merepoti Argan dan Nino.
"Belum pulang, Bel?"
Bella yang tengah duduk di kursi itu mendongak dan mendapati Ghina, rekan kerjanya yang juga seorang resepsionis itu, berdiri di hadapan kursinya. Bella menggeleng sembari tersenyum.
"Belum. Masih nunggu jemputan," balas Bella kemudian.
Ghina hanya mengangguk- anggukkan kepalanya itu. Berikutnya ia kembali membenarkan jaketnya dan juga tas selempangnya.
"Kalau gitu, aku pulang dulu, Bel." Ghina tersenyum pada Bella.
Bella mengangguk membalas senyum Ghina itu. "Iya, hati- hati di jalan."
Detik berikutnya setelah Ghina melambai pada Bella, wanita itu segera melangkahkan kaki meninggalkan ruang kantor para staf itu berkumpul. Akhirnya Bella menjadi orang terakhir yang berada di ruangan itu. Kini Bella sendirian, dan hanya menatap tapak kaki Ghina.
Seluruh rekan kerjanya telah pulang ke rumah mereka masing- masing. Bella hanya dapat menghela napas panjangnya. Ia tidak punya teman di tempat kerjanya ini. Seluruh rekan kerjanya hanya berbicara dengannya untuk urusan kantor saja, selebihnya mereka jarang berbicara dengan Bella.
Memang Bella akui kehidupan tempat kerja sangat berbeda dengan kehidupan ketika kuliah atau sekolah dulu. Kebanyakan dari mereka hanya sekadar berbasa- basi dan berurusan dengan pekerjaan saja, yang akhirnya membuat Bella tak mempunyai teman untuk berbagi keluh kesah.
Ia ingin sekali menceritakan tentang penguntit yang sering mengikutinya itu pada teman- teman kerjanya di mall, namun terkadang tak bisa. Sampai akhirnya mereka mengetahui sendiri tentang Bagas itu ketika pria itu datang dan membuat keributan di mall.
Ketika Bella masih sibuk melamun itu, tiba- tiba ponselnya itu berdering nyaring sekali hingga mengejutkannya. Bella langsung tersadar. Wanita itu segera membaca siapa nama penelepon yang menghubunginya itu. Ternyata Argan yang meneleponnya.
"Halo, Gan?" Bella memulai percakapan lewat sambungan telepon itu.
Argan tampak bernapas dengan berderu. "Halo, Bel?"
Pemuda itu di sebrang sana tampak mengucapkan sesuatu pada Nino namun samar, sebelum akhirnya ia mengucapkan kalimat lain pada Bella.
"Aku sama Nino udah mau sampai di mall, nih." Argan mengucapkan kalimat itu dengan pelan.
Bella sontak beranjak dari duduknya ketika mendengar kalimat dari Argan itu. "Kalian udah mau sampai?" tanyanya antusias.
Argan terkekeh di ujung sana. Mungkin menertawai kalimat antusias yang diucapkan oleh Bella.
"Iya, ini mau sampai. Kamu lebih baik ke luar dulu di pintu depan, jadi nanti langsung sekalian aja pulang," balas Argan lagi di sana.
Bella dengan cepat menganggukkan kepalanya itu meskipun tahu bahwa Argan tak dapat mendengarkannya. Dengan antusias wanita itu segera menjawab, "Oke, kalau gitu aku siap- siap dulu, ya!"
Argan segera membalasnya. "Oke."
Panggilan itu terputus. Bella segera meletakkan ponselnya ke atas meja, selanjutnya ia mengambil jaketnya yang tersampir di gantungan yang telah disediakan itu. Wanita itu segera mengenakan jaketnya, memasukkan ponsel dan seluruh peralatan yang ia bawa itu ke dalam tas selempangnya. Berikutnya Bella segera melangkah menuju pintu ke luar dan meninggalkan ruangan itu.
Bella dengan langkah antusias melangkah menuju lift yang akan membawanya menuju lantai satu. Wanita itu sudah tak sabar untuk segera pulang ke kos- kosannya. Sebenarnya semenjak tadi ia sudah sangat lelah karena seharian bekerja dan ingin segera merebahkan tubuhnya di atas kasur.
***
Argan dan Nino masih berkutat di dalam mobil taksi online yang akan membawa keduanya menuju mall. Mereka kini sudah tidak sepanik sebelumnya karena jalanan telah lumayan lengang dan mobil yang mereka tumpangi itu dapat melaju dengan lancar.
Argan menatap jalanan dari kaca jendela mobil di dekat Nino. "Bella kasihan jadi nunggu lama."
Nino yang mengikuti arah pandangan Argan itu hanya menganggukkan kepalanya. Ia membenarkan perkataan Argan karena memang sebenarnya semenjak tadi ia pun tak tenang.
Nino mendengar Argan menghela napas panjangnya dan detik selanjutnya Argan kembali menyambung kalimatnya, "Tapi gak apa- apa, karena sebentar lagi kita bakal sampai."
Lagi- lagi Nino mengangguk. Namun kali ini ia membalas, "Iya." Pemuda itu mengalihkan tatapannya dan menatap ponselnya. Di mana ponselnya kini bergetar karena ada pesan yang masuk.
Bella: Makasih ya, Nino.
Bella: Hati- hati di jalan.
Nino tersenyum menatap pesan masuk dari Bella itu dan tanpa membalasnya, pemuda itu segera mengalihkan tatapannya. Kini ia menatap jalanan Jakarta dari sudut depannya. Gedung- gedung pencakar langit itu lampunya berkelap- kelip bagai bintang di malam hari. Sangat indah untuk dipandang mata.
Omong- omong ia memang sekarang jarang ke luar malam semenjak tidak bekerja lagi. Selama ini ia hanya kuliah di pagi sampai sore hari dan berikutnya ia pulang ke rumahnya. Ia tak pernah ke luar malam setelah itu karena untuk makan malam ia selalu menitip pada Argan. Jadi ketika mendapatkan kesempatan untuk kembali melihat jalanan Jakarta di malam hari lagi, tentu saja tak Nino sia- siakan. Ia akan mengabadikannya dalam ingatannya.
***
Bella melangkah dengan antusias begitu pintu lift yang membawanya ke lantai satu itu terbuka lebar. Wanita itu segera melangkahkan kakinya ke luar lift dan dengan cepat melangkah menuju pintu masuk depan.
Lobi mall benar- benar sudah sepi dan hanya ia saja yang berjalan di sana. Yang semua itu menandakan bahwa memang sudah seharusnya waktunya untuk pulang ke rumah masing- masing.
Bella kembali menuju pintu masuk depan, ia kembali bertemu dengan Pak Ujang yang masih senantiasa menjaga di pintu itu. Hal pertama yang Bella lihat adalah senyuman lebar dari Pak Ujang yang menyambutnya di pintu.
"Pak," sapa Bella dengan senyum lebar.
Pak Ujang mengangguk. "Sekarang udah sampai yang mau jemput?" tanyanya dengan mengulas senyum lebar.
Bella dengan antusias mengangguk. "Iya, bentar lagi katanya sampai, Pak," jawabnya. Ia menatap jam tangannya kembali dan waktu sudah berlalu lama, jamnya menunjuk pukul sembilan lebih tiga puluh menit.
"Tadi katanya mereka berdua kejebak macet, jadi lama," sambung Bella lagi.
Pak Ujang hanya menganggukkan kepalanya dan tak menjawab apapun lagi. Berikutnya Bella segera melangkahkan kakinya ke luar, benar- benar menapakkan kakinya di luar mall. Wanita itu berdiri di teras mall, tepatnya di kanopi yang menjadi pelindung semua pengunjung dari hujan itu. Ia masih memandangi jalanan Jakarta, di mana sebentar lagi Argan dan Nino datang menjemputnya.
Pada akhirnya Bella mengalihkan tatapannya. Ia kini menatap ponselnya yang segera ia keluarkan dari dalam tasnya itu. Ia segera mengecek kembali pesan yang masuk namun tak sempat ia balas itu karena seharian bekerja.
Wanita itu menundukkan kepalanya menatap ponselnya. Ia fokus dan masih belum sadar akan keadaan yang sebenarnya di sekitarnya. Dan juga bahwa sebenarnya sedari tadi ada sepasang mata yang mengawasinya. Sepasang mata itu adalah milik Bagas.
Bagas menyeringai melihat Bella yang akhirnya kembali ke luar dari gedung mall. Pria itu kini sudah tak lagi berada di kedai di dekat mall itu, ia kini berada di dekat sebuah pohon besar yang membuat siapapun tak dapat melihatnya. Dengan sepasang mata miliknya itu ia masih memandangi Bella yang sedang memandang jalanan itu.
Bagas menyeringai lebar. Kini ia melangkahkan kakinya dengan perlahan. Pemuda itu akan mendekati Bella dan akan kembali mengikuti wanita itu. Selanjutnya pasti ia akan menemukan alamat Bella yang baru.
Iya, pasti Bella akan segera menjadi miliknya. Rasanya sungguh tak sabar.