berhasil membawanya pergi

1019 Words
"Tapi, kamu hati-hati." Brian menepuk bahu Alex. "Tenang saja. Mereka tidak akan menyakiti aku. Atau bahkan Berani memberontak padaku." Kata Alex. sembari tersenyum tipis. "Kamu yakin?" Tanya Brian. "Yakin, sudah kamu tenang saja. kamu diam, dan segera pergi, hati-hati jangan sampai ketahuan." Ucap Alex, menepuk pundak Brian. Dalam satu tarikan napasnya. Alex berjalan menghampiri beberapa penjaga yang ada di depan pintu. "Kalian di panggil boss." Ucap Alex beralasan. Bertingkah sok akrab dengan mereka. "Apa kamu benar?" Tanya penjaga itu. Alex menepuk punggung mereka satu persatu. "Memangnya apa aku terlihat pembohong?" kata Alex . "lagian, siapa yang menugaskan kalian jaga dirimu. Bukannya ini daerahku. siapa yang meminta kalian?" Tanya Alex mencoba untuk tetap basa-basi. "Kamu tahu apa hukumannya jika menerima tugas dari orang lain?" Tanya Alex. "Boss, kalian memanggil. Lebih baik datang. jangan menerima perintah selain tas nama boss. Kalian itu bukan b***k mereka." Tugas Alex. Dia memakai topi pangkatnya. Semua penjaga itu seketika menatap ke arahnya. Mereka beranjak berdiri, sembari menundukkan kepalanya. "Maaf!" Ucap penjaga itu. "Baik, ayo jalan!" Ucap Alex. Seketika para penjaga itu perlahan sudah mulai berjalan mengikuti Alex. Sementara Aron, dia masih bersiap melangkah dengan sangat hati-hati. Dia bersembunyi dari balik yang satu ke yang lainya. Wajahnya sangat was-was. "Ternyata mereka terkena perangkap Alex juga." Kata Brian. Menarik sudut bibirnya tipis. Dia segera keluar perlahan. Meski harus melewati beberapa Ting besar yang berdiri kokoh di samping bangunan itu. Pandangan matanya terlihat lebih was-was. Pandangan matanya tertuju pada mobil hitam miliknya yang sudah berada di halaman belakang. Brian menghela napasnya. Dia seketika berlari sekuat tenaga menuju mobil miliknya. "Heh... Siapa kamu," teriak seseorang. Brian melirik sekilas. Dia melihat beberapa orang mengejarnya. "Sialan!"umpatnya kesal. Brian sampai di mobilnya. Brian meletakkan tubuh Aron tergeletak di kok belakang mobilnya. Setelah selesai, dia segera masuk ke dalam mobil. Bersiap untuk menyalakan mesin mobilnya. Dia menatap ke belakang. Beberapa orang masih mengejarnya. Dengan segera Brian menjalankan mobilnya. Melaju dengan kecepatan tinggi keluar dari halaman belakang gedung itu. Dan, ternyata Alex sudah membuka gerbang belakang. dia sudah menyiapkan semuanya untuk dirinya. Brian tersenyum tipis. Melirik sekilas ke gedung itu. Masih ada teman yang bisa baik padanya. Tanpa harus memandang jabatan bos sebagai tamen perintahnya. Brian tersenyum tipis, dia melaju cepat ke jalan raya "Sialan! Apa kita perlu pergi melapor?" Tanya penjaga yang melihat Brian kabur. "Apa kamu gila?" Kata temannya memukul kepala. "Siapa yang meminta kita bertugas. Kita bisa di panggang sama boss. Jika kita ketahuan menerima tugas dari orang lain." Ucap temannya. "Iya.. Aku baru tahu." Ucap laki-laki itu sembari mengusap kepala belakangnya. "Lain kali jangan gegabah." "Baik!" ** Hanya dalam hitungan menit. Brian sampai di rumahnya. Mobilnya perlahan masuk ke dalam halaman rumahnya. Aron segera keluar dari mobilnya. Dia membuka jok belakang, melihat Aron yang masih tertidur lelap. Brian mengerutkan dahinya. saya melihat tubuh Aron merah-merah. "Ini pasti bekas ikatan tadi. Dan beberapa selang kecilnya seperti katun infus kecil yang menancap di tubuhnya. Tak mau lama, Brian mengangkat perlahan tubuh Aron untuk duduk. Dia menggendong tubuh Aron di belakang punggungnya. "Aron... Kamu belum juga sadar." Brian menggendong Aron lagi. membawanya masuk ke dalam rumah. Brian meletakkan tubuh Aron yang masih lemas di ranjangnya. Dia segera berjalan keluar dari kamar itu. mengambil baskom dan air. Brian segera membersihkan seluruh tubuh Aron. kaki-laki itu terlihat begitu panik. Bahkan tangannya gemetar saat melihat ada bekas seperti sengatan di tubuhnya. Membekas merah. Dan, sedikit kecoklatan. "Pasti sangat sakit" ucap Brian lirih. Dia mencengkeram handuk kecil itu. Ingin rasanya membalas apa yang sudah terjadi. "Maafkan aku! Semua salahku. Jika aku tidak meninggalkanmu. Mungkin semua tidak akan pernah terjadi seperti ini." Kata Brian lirih. Dia tidak pernah berhenti terus menyesal dengan semua yang terjadi. Meski dia tahu tidak sepenuhnya salahnya. "Sepertinya, aku harus segera bawa dia ke rumahnya dulu. Disama pasti aku bisa menemukan obat untuk penangkal. Setidaknya untuk mengendalikan kekuatannya.,," Kata Brian dia masih terus membasuh tubuh Aron. Ternyata perlahan bekas luka itu tiba-tiba mulai hilang. Tubuh Aron seolah mulai beraksi menyembuhkan lukanya. "Shit..." Brian terkejut dengan apa yang di lihatnya. Ini mustahil baginya. Baru pertama kali dalam hidupnya melihat perjalanan luka yang perlahan sembuh sendiri. "Apa ini nyata? Apa yang aku lihat benar- benar nyata? Mereka?" Ucap Brian, mengusap kedua matanya. dia mamastikan ini benar-benar sangat nyata. "Kenapa kamu melakukan itu?" Tanya Brian. "Apa kekuatan Aron sudah mulai stabil. Atau, ini memang bagian dari kekuatannya. Pikiran Brian mulai kacau. Dia masih belum percaya dengan yg di lihatnya. "Apa perkataan tadi membuat Aron seperti ini. obat apa yang di masukkan kedalam tubuhnya.'' Brian beranjak berdiri. Meletakkan baskom air di atas meja tepat di samping ranjang. Setelah satu jam lamanya. Brian baru saja selesai mandi. Dia kembali menatap menuju ke kamar Aron. melihat keadaan laki-laki itu. Seketika kedua matanya membulat sempurna saat melihat sosok Aron yang terlihat sangat baik. Tanpa bekas luka di tubuhnya. Brian menarik sudut bibirnya. Dia seketika tersenyum tipis. Saat mengerti bagaimana Aron terlihat sehat. Wajahnya masih terlihat kebingungan. "Gimana keadaan kamu?" Tanya Brian. Berjalan pelan menghampiri Aron. "Aku baik-baik saja." Jawab Aron santai. "Kenapa aku bisa ada disini?" Tanya Aron bingung. "Bentar!" Brian segera membalikkan badannya. dia berjalan ke dapur mengambil satu gelas air. Lalu, balik lagi, masuk ke dalam kamar Aron. "Minumlah!" Ucap Brian. Aron meriah satu gelas minuman itu. Dia segera meneguknya sampai habis. "Aku yang bawa kamu kesini." Ucap Brian. "Apa kamu ingat. Bagaimana bisa kamu di bawa olehnya." Aron mulai mengingat kembali. "Aku pernah ingat, saat laki-laki itu tiba-tiba datang. Aku kira kamu datang." Kata Aron. "Lain kali jangan pernah membukakan pintu. Kamu harus lebih hati-hati. Melawanlah jika kamu bisa." Ucap Brian. "Baiklah!" Aron terdiam sesaat. "Sekarang beraksi baju kamu. Kita pergi sebentar ke rumahmu. Hanya beberapa saat saja. Aku ingin melihat dalamnya rumah kamu." "Banyak sekali rahasia orang tuamu kan di dalam. Kita selamatkan lebih dulu." Kata Brian mengingatkan. "Sekarang?" Tanya Aron memastikan. "Iya, sekarang. Aku akan bersiap. Dan, kamu juga segeralah bersiap." Brian menepuk pundak Aron. Dan, segera beranjak pergi keluar dari kamarnya. "Baiklah! Aku tunggu kamu di luar." Kata Brian. "Mandilah lebih dulu." "Kamu bisa ceritakan apa yang terjadi padaku tadi." Pungkas Aron. "Nanti, di mobil aku ceritakan." Brian hanya tersenyum tipis, sebelum melangkahkan kakinya pergi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD