Aku selalu saja tersentuh tiap kali melihat anak-anak panti berebut mengambil makanan. Mereka terlihat bahagia sekali mengunyah pizza yang Pak Dipta beli. Saking semangatnya, beberapa dari mereka tampak belepotan saus dan mayones. “Terimakasih, Pak ...” lirihku pelan, lalu menoleh. “Kenapa tiba-tiba berterimakasih?” “Karena Pak Dipta sudah beliin mereka pizza banyak sekali.” Entah kenapa, aku mendadak berkaca-kaca begitu melihat satu persatu dari mereka. Aku mendongak sebentar, lalu bergegas pergi ke belakang untuk menghapus air mataku yang meluruh begitu saja tanpa bisa kubendung. “Rin—“ “Stop! Jangan ke sini, saya malu!” Aku buru-buru menghapus air mata yang masih saja dengan bandelnya terus keluar. Aku hanya mendadak emosional melihat anak sekecil mereka sudah tidak merasaka