21. Firasat Buruk

2005 Words
Jakarta, Indonesia 10.01 am Setelah menempuh perjalanan selama tujuh jam lebih dua puluh menit menggunakan Garuda Indonesia GA879 Airbus A330-300, akhirnya Kim Seo Hyung pun tiba di negara yang tak pernah dikunjungi Kim Soe Hyung sebelumnya. Tiba di bandara, Kim Soe Hyung tak membawa apa-apa karena seluruh barang bawaannya telah berada di pesawat dengan tujuan ke New York. Selain tas selempang miliknya berisi paspor dan visa. “Seo Hyung,” panggil Sejin. Ia menyerahkan sesuatu kepada temannya itu. “pergilah lebih dulu ke hotel. Aku harus mengurus artisku dan sepertinya akan memakan waktu lama,” ujar Sejin. Kim Soe Hyung menunduk. Mengambil selembar kertas berisi booking reservation milik Sejin dan secara khusus diberikannya kepada Sejin. “Oh ya, kau tidak bawa baju, kan?” tanya Sejin, lantas Kim Soe Hyung mendongak. Ia mengulum bibir dan menggelengkan kepala. “Tenang saja, aku akan menyuruh salah satu crew untuk ikut bersamamu.” “Ah!” Seo Hyung tertawa. “Tidak perlu,” katanya. Sejin mengerutkan kening memandang temannya. Melihat wajah Sejin, membuat Seo Hyung mendekat. “Aku akan beli baju di bandara sebelum ke hotel. Kau tidak perlu menghawatirkan aku. Urusanmu sudah banyak.” “Tidak apa-apa!” Sejin membantah. “lagi pula crew yang ikut juga banyak.” Lanjutnya. “Sudahlah,” kata Seo Hyung. “aku bisa sendiri. Lagi pula aku sudah cukup merepotkan. Kita ketemu di hotel, oke?” Sejin masih kurang yakin. Terlihat dari caranya menatap Kim Seo Hyung dengan kedua alis yang melengkung ke tengah. “Kau yakin?” Kim Soe Hyung tergelak lalu mendelikkan mata sebelum mendesah panjang. “Ayolah ....” Seo Hyung kembali menatap Sejin. “Aku bukan anak kecil.” “Bukannya begitu, aku ragu jika kau juga tak pernah bepergian sendiri seperti ini. Dan ... kau juga belum pernah ke sini, kan?” Tampak Kim Soe Hyung memerengut bibir ketika menarik bahunya ke atas. “Ya memang,” ucap lelaki itu dengan santai. Sejin lalu mendengkus. “Itulah yang membuatku takut. Maksudku, kita belum terbiasa dengan budaya di sini. Bagaimana kalau kau bertemu penjahat. Oh astaga! Aku akan dibunuh tuan Kim jika tahu putranya ikut denganku dan mendapat masalah karena aku.” Lagi-lagi Kim Seo Hyung tergelak. Ia menunduk sambil menggelengkan kepala. “Seo Hyung, aku serius. Apalagi mendengar ceritamu, aku semakin takut membiarkanmu sendirian,” kata Sejin. “Tenanglah ... aku akan menjaga diriku. Aku hanya akan membeli beberapa pakaian dan langsung ke hotel. Tenang saja, oke.” Sejin menghela napas dan mengembuskannya dengan cepat. “Baiklah,” ucap lelaki itu mencoba untuk mengalah. “tapi kau janji akan langsung ke hotel ya.” Sambil mengangkat telunjuk dan jari tengahnya, Kim Soe Hyung mengangguk dengan mantap. “Janji,” ucapnya. “Iya, aku janji. Memangnya kau pikir aku hobi jalan-jalan. Sudahlah! Kau masih banyak pekerjaan. Aku akan langsung keluar. Sampai ketemu di hotel,” ucap Seo Hyung dan dia bersiap untuk meninggalkan tempat itu. “Yak, Seo Hyung-ah!” Langkah Seo Hyung terhenti ketika Sejin lagi-lagi memanggilnya. Maka Seo Hyung menatap dari balik lehernya. “Hati-hati, di mana-mana ada orang jahat,” ujar Sejin. Kim Soe Hyung menarik sudut bibirnya ke atas. Ia mengangguk sambil mengangkat ibu jarinya. “Aku pergi ....” Lelaki muda Kim itu berpamitan sambil melambaikan tangan kanan. Sementara Sejin menghela napas dan sungguh, tiba-tiba saja ia dilanda rasa khawatir yang besar. “Pak.” Panggilan itu membuat Sejin bergeming lalu memutar tubuhnya. Seorang gadis yang merupakan asisten pribadi dari Sejin menghampirinya. “Anda harus melihat ini,” ucap gadis itu. Dengan hormat ia meminta Sejin untuk mengikutinya, tetapi lelaki itu tak langsung berjalan dan memilih untuk memutar wajahnya. Sekali lagi Sejin menatap punggung Kim Soe Hyung dan entah mengapa semakin lama perasaan khawatir itu semakin besar. Bahkan, secara tiba-tiba Sejin memiliki firasat buruk. Ingin sekali ia menyusul Seo Hyung. Dan seketika ia juga menyesal mengapa ia harus menyuruh Seo Hyung lebih dahulu. Bisa saja ia menyusul sekarang, tapi Sejin juga tahu jika ia punya tanggung jawab yang sangat besar. Sejin harus mengurus dokumen kedatangan untuk para artis yang berada di bawah naungannya. “Ck!” Lelaki itu hanya bisa berdecak bibir lalu membatin, ‘Seo Hyung, kumohon, baik-baiklah di sini.’ Setelah melakukan check point yang diperlukan, Kim Seo Hyung pun dinyatakan legal dan siap menjelajah negara tujuannya. Lelaki itu tak perlu mengantre ke tempat pengambilan barang, karena ia tak mengisi bagasi dengan barang bawaan. Maka Kim Soe Hyung langsung melenggang keluar tanpa hambatan. Ini bukan pertama kali bagi Kim Seo Hyung bepergian ke luar negeri. Namun, ini adalah –kali pertama Kim Soe Hyung pergi tanpa pengawalan– di sisi lain, negara ini terlalu asing di telinga Kim Seo Hyung. Ditambah lagi, ini adalah tindakan impulsif dari Kim Seo Hyung dan bisa disebut juga sebagai bentuk pelarian. Ya, memangnya kalimat apa yang pantas untuk menggambarkan apa yang baru saja dilakukan oleh Seo Hyung? Ini bukan perjalanan ke Busan, Ilsan, Ulsan, Daegu, New York, Tokyo, Palo Alto, Hong Kong atau bahkan Sidney. Ke tempat yang biasanya menjadi tujuan Kim Soe Hyung untuk melakukan perjalanan bisnis. Suatu kebetulan juga Kim Soe Hyung berkunjung ke negara yang membebaskan visa. Jadi ia tak perlu membuat izin khusus. Benar-benar seperti mimpi. Sampai sekarang Kim Soe Hyung masih tidak mengerti jika ia baru saja melarikan diri dari Kim Soe Dam. Memikirkan hal itu, membuat Kim Soe Hyung terpikirkan sesuatu. Langkah kakinya terhenti ketika sesuatu terbesit di otak Seo Hyung. Tepat ketika ia memutar tubuh, Kim Seo Hyung melihat sebuah tempat yang bisa membantunya saat ini, maka Soe Hyung langsung melesat ke tempat tersebut. Ia mengeluarkan dompet dari dalam tas. Mengambil salah satu kartu debit yang memiliki logo American Express. Kim Soe Hyung tahu persis jika ketika ia memasukkan benda ini ke dalam mesin ATM, maka akan muncul kemungkinan bahwa Kim Seo Dam akan segera mengetahui keberadaannya. Kim Soe Hyung juga sudah berpikir, bahwa tidak mudah untuk pergi lama dari Kim Soe Dam. Ia pasti akan segera mengerahkan anak buahnya untuk mencari keberadaan Kim Soe Hyung. Namun, semua itu tak menjadi masalah bagi Soe Hyung saat ini. Mengambil keputusan untuk lari dari Kim Soe Dam adalah angan-angan Seo Hyung sedari dulu. Dan ketika mendapat kesempatan untuk mewujudkannya, Kim Soe Hyung akan melakukan kesempatan yang ada untuk melakukan apa yang ia inginkan. Tak tanggung-tanggung, Kim Soe Hyung bahkan menarik lima ribu dolar dari uang di dalam tabungannya. Ini sebagai langkah awal baginya untuk memulai kehidupan baru. Nanti saja ia berpikir soal rencana yang akan ia lakukan setelah ini, yang penting sekarang Kim Seo Hyung sudah pergi dari kekangan ayahnya. Setelah menarik uang dari mesin ATM, Kim Seo Hyung memutuskan untuk membeli beberapa pakaian. Lelaki itu tak pernah merasa seantusias ini sebelumnya. Merasa semua persiapannya sudah cukup, Kim Soe Hyung pun bergegas keluar dari bandara. Jantungnya kembali berdetak kencang, tetapi senyum menghiasi wajah tampan dan rupawan itu. “Hello, Mr.” Kim Seo Hyung memutar tubuh ketika mendengar sapaan barusan. Seorang lelaki berpenampilan rapi dengan jas formal berwarna hitam menghampiri Kim Seo Hyung. “Where do you want to go? Would you kindly wear my services? We’re offering you a deluxe cab that will escort you to your destination,” ujar lelaki itu dengan bahasa Inggris yang begitu fasih. Kim Seo Hyung ingat, jika kerap kali ia bepergian ke luar negeri memakai jasa taksi limosin. Maka tak ada setitik keraguan di hati Kim Seo Hyung saat ditawari jasa taksi deluxe. Maka Seo Hyung langsung menghampiri lelaki itu sambil menyerahkan amplop yang diberikan oleh Sejin kepadanya. “Can you drive me to this place?” Lelaki di depan Seo Hyung membungkuk setengah badan. Menjulurkan tangan untuk mengambil amplop tersebut. “Oh sure,” jawabnya dengan senyum ramah. Ia pun menatap Seo Hyung. “leave this to me. I’ll safely get you to your destination.” Dengan senyum yang menghiasi wajahnya, Kim Seo Hyung pun mengangguk. Lelaki di depannya tertawa sopan. Ia kembali membungkuk dan Seo Hyung langsung memberikan barang belanjaannya kemudian melesak ke dalam mobil. “Wah ... Anda baru pertama kali ini datang ke Jakarta, ya?” tanya si supir taksi. Sedikit merasa terkejut, ketika pria yang kelihatannya berumur pertengahan lima puluh itu terdengar cukup fasih berbahasa Inggris. Kim Soe Hyung yang duduk di belakang, lantas menatap pria itu dari kaca spion dan ia tersenyum sambil menganggukkan kepala. “Yeah, this is my first time to visit your country,” jawab Soe Hyung singkat. Lelak itu lantas memindahkan tatapannya pada pemandangan di luar jendela. Untuk pertama kalinya Seo Hyung melihat lalu lintas padat. Di samping itu, tempat ini juga panas. Kim Soe Hyung baru menyadarinya saat keluar dari bandara. Pria yang duduk di belakang kemudi lalu tertawa rendah. “Kalau begitu saya ucapkan selamat datang. Oh ya, maaf jika saya lancang. Apakah Anda datang ke tempat ini untuk liburan?” Untuk sekelebat, Kim Soe Hyung terdiam, tapi sejurus kemudian ia mengangguk dengan senyum simpul di wajah tampannya. “Ya,” jawab Seo Hyung. Lelaki di depannya kembali tertawa. “Kalau begitu semoga Anda betah. Oh ya, maaf lagi jika aku lancang, dari mana Anda datang?” “Korea.” Jawaban Seo Hyung begitu singkat. Sejujurnya ia tak pernah betah berbicara dengan orang asing. “Wow! Pantas saja. Anda sangat tampan,” kata lelaki itu kemudian Kim Soe Hyung terkekeh. “Terima kasih, Pak,” ucap Seo Hyung. Mendadak kerongkongannya terasa kering. Seketika Seo Hyung sadar jika ia hanya makan di pesawat dan itu pun tak sanggup menutupi kelaparannya selama dua hari di dalam sel. Ketika melihat air mineral dalam kemasan, rasa haus itu semakin terasa. “Eh ... maaf, apa Anda menjual airnya?” tanya Seo Hyung menunjuk air dalam kemasan. “Oh, tidak, tidak. Itu gratis. Silakan kalau mau,” kata lelaki itu dengan sopan. Kim Seo Hyung tak menunggu lebih lama lagi. Ia langsung meraih salah satu botol. Sungguh, ini kali pertama Kim Soe Hyung berada di negara yang suhu udaranya di atas 31 derajat celcius. Di tambah polusi udara yang sangat jelas menutupi awan-awan. “Demi apa, di sini sangat panas.” Tanpa sadar Kim Seo Hyung bergumam dan ia baru sadar telah menghabiskan dua botol air mineral. “Pak, apa Anda mau saya kencangkan AC-nya?” Tanpa ragu, Seo Hyung mengangguk. “Boleh.” Lelaki di depannya menambah suhu di dalam mobil agar semakin dingin. Ia pun memutar lagu untuk menemani perjalanan. “Ya ... di sini memang panas, Pak, karena Indonesia negara tropis. Di tambah ini ibukota. Kendaraan di sini sangat banyak dan lalu lintas cukup padat. Di tambah banyak bangunan-bangunan, tetapi sedikit green area. Jadi maklum saja kalau di sini sangat panas,” ujar lelaki itu. Seo Hyung hanya bisa mengangguk. Namun, mendadak kelopak matanya terasa berat. Mungkin ini efek karena Soe Hyung tak tidur selama beberapa hari. “Di samping itu, kejahatan juga marak terjadi,” ucap lelaki itu. Menutup ucapannya dengan seringai. Seo Hyung yang melihatnya lalu mengerutkan dahi. Ia menangkap sesuatu dari senyum itu, akan tetapi tubuhnya mendadak terasa lemas. “Pukul sebelas siang waktu Indonesia bagian barat, kita akan mengikuti breaking news dari saluran 102.01 FM. Baru-baru ini, Jakarta digegerkan dengan laporan warga negara asing yang melakukan perjalanan ke Indonesia. Kepolisian Resor Kota Tangerang mencatat ada kurang lebih dua puluh laporan dalam satu minggu terakhir dan semuanya datang dari warga negara asing yang mengaku kena tipu dari sopir taksi limosin. Polisi sedang mengusut kasus tersebut dan sampai saat ini, belum ada keterangan dari pihak terkait tentang pelaku tindakan kejahatan yang dimaksud. Dihimbau bagi Anda yang bepergian menggunakan taksi deluxe untuk lebih berhati-hati. Saat ini diketahui, motif pelaku adalah menawarkan jasa taksi kepada warga negara asing, tapi tidak menutup kemungkinan apabila mereka juga memanfaatkan warga lokal maupun turis domestik. Apabila kerabat Anda hendak mengunjungi ibukota, beritahu mereka agar tidak sembarang menggunakan taksi, dan pastikan Anda memilih kendaraan yang telah terverifikasi sebagai taksi komersil terpercaya untuk menghindari kejahatan yang sedang marak diberitakan. Saya Destina Panduwijaya untuk Jakarta News siang ini.” Kim Seo Hyung merasa kelopak matanya sangat berat. Walaupun insting pertama menyuruh Kim Soe Hyung untuk melompat dari dalam mobil, tetapi tubuhnya sudah terlanjur lemas dan kesadarannya hilang seketika.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD