Mobil merah itu mulai melaju meninggalkan sebuah pekarangan rumah yang sederhana. Amanda yang duduk di kursi penumpang bagian depan, masih tertunduk dengan netra yang tak hentinya mengeluarkan cairan bening nan asin.
“Amanda, mengapa kamu menangis?” Viola yang sedari tadi hanya memperhatikan, akhirnya melontarkan pertanyaan yang sudah ia simpan.
“Ti—tidak kenapa-kenapa, Kak.”
“Amanda, hidup itu adalah pilihan. Aku juga tidak ingin bekerja seperti ini. Tapi memang hanya pekerjaan ini yang bisa aku lakukan untuk kelangsungan hidupku. Dulu, aku juga sama sepertimu. Seorang gadis polos yang masih suci. Keadaan yang memaksaku terjun ke dunia seperti ini. Saat ini, aku malah jadi menikmati.”
Amanda menatap Viola, “Aku juga tidak punya pilihan.”
“Kamu masih beruntung lho, kamu dipesan oleh seorang bos besar yang masih sangat muda, tampan lagi. Aku? Pertama kali yang memesanku adalah seorang pria paruh baya. Ia bahkan memperlakukan aku sedikit kasar. Tapi apa boleh buat, aku tidak bisa melawan. Aku hanya bisa pasrah dan menangis ketika pria itu merenggut keperawananku.”
“Kak, memangnya nanti apa yang harus Manda lakukan?”
“Apa yang harus kamu lakukan? Hehehe ... kamu hanya perlu menuruti semua keinginannya. Kamu harus membuatnya senang dan bahagia. Jangan sampai ia menyesal sudah mengeluarkan uang yang besar untuk memesan kamu.”
“Hhmm ... ta—tapi, aku belum mengerti cara menyenangkannya. Aku takut.” Amanda kembali tertunduk.
“Itu gampang, nanti aku akan jelaskan. Sekarang kita harus pergi belanja. Mami menyuruhku menemanimu membeli beberapa potong pakaian. Pakaian yang akan kamu kenakan di dekat pria itu.”
Amanda hanya mengangguk dan diam. Pikiran-pikiran buruk mulai menghantuinya. Ia begitu takut, tapi juga sudah tidak bisa mundur.
Sepasang netra cantik itu kini menghadap ke jalanan. Ia menatap aspal dan juga pepohonan lewat kaca yang ada di samping kanannya. Berusaha menetralkan rasa takut yang kini menguasai jiwanya.
Tidak lama, mobil yang dikendarai Viola berhenti di sebuah pusat perbelanjaan.
“Amanda, ayo kita turun. Kita harus membeli beberapa potong pakaian, sepatu dan underwear baru untukmu.” Amanda mengangguk dan ikut turun dari mobil itu.
Mereka berdua mulai melangkah melewati beberapa anak tangga dan masuk ke dalam pusat perbelanjaan yang cukup besar di kota itu. Toko pertama yang dikunjungi oleh Viola adalah toko pakaian dalam. Viola mulai memilih-milih lingerie yang cocok dengan postur tubuh Amanda.
“Kak, pakaian apa ini?” Amanda begitu risih ketika Viola mengajak Amanda mencoba tiga buah lingerie yang sudah ia pilihkan untuk gadis itu.
“Coba saja. Kamu wajib punya pakaian ini untuk menyenangkan hati pelangganmu.”
“Ta—tapi, Kak?”
“Sudah, jangan banyak alasan. Ayo kita ke ruang ganti. Kamu coba salah satu saja.” Viola tetap memaksa. Ia menarik lengan Amanda menuju ruang ganti.
Amanda masuk ke dalam ruangan kecil itu. ia menatap dirinya lewat pantulan cermin besar yang ada di dalam ruangan itu. Amanda masih berdiri kaku seraya memegang salah satu lingerie yang sudah dipilihkan oleh Viola. Pakaian seksi berwarna merah menyala yang sangat cantik dengan aksen renda di bagian d**a dan segi tiga.
“Amanda, kamu sudah coba belum? Kakak mau lihat.” Amanda mendengar suara Viola dari luar ruang ganti.
“I—iya, Kak. Tunggu sebentar.” Amanda terkejut. Ia masih saja mematung di sana.
Perlahan, gadis itu mulai membuka tas slempang yang sudah lusuh. Lalu, satu demi satu, ia mulai melucuti pakaiannya, hingga tersisa underwear saja. Dengan terpaksa, Amanda pun mulai mengenakan pakaian seksi yang menurutnya adalah pakaian yang sangat menjijikkan.
“Sudah?” lagi, Amanda mendengar suara Viola.
“I—iya ... sudah, Kak.”
Viola masuk ke dalam ruang ganti itu. ia menatap kagum tubuh mungil nan eksotis yang ada di hadapannya. Tubuh Amanda benar-benar sempurna. Gunung kembar miliknya tampak sangat putih, bersih dan mulus. Ukurannya juga pas, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil.
Viola mulai memutar tubuh Amanda. Gadis itu merasa risih diperlakukan dan ditatap sedemikian rupa. Pasalnya, saat ini ia dalam kondisi setengan telanjang.
“Cantik sekali ... sempurna, kamu benar-benar cantik. Aku tidak salah pilih.” Viola menatap b****g Amanda yang masih tegak dan suci.
“Sudah, Kak? Amanda malu.”
“Ya sudah, kenakan kembali pakaianmu. Setelah ini kita akan mencari pakaian untukmu.” Viola tersentak. Ia terlalu kagum dengan tubuh gadis yang ada di hadapannya.
Wanita itu segera keluar dari ruang ganti. Amanda dengan cepat, melepas lingerie itu dan kembali mengenakan pakaiannya yang biasa dan jauh dari kesan modis. Setelah memakai pakaiannya dengan sempurna, Amanda memakai kembali tas slempang miliknya, lalu melangkah keluar dari ruang ganti itu.
“Kak ini pakaiannya.” Amanda memberikan lingerie yang sudah ia coba, kepada Viola.
“Hhmm ... kamu tunggu di sini, aku akan membayarnya dulu.” Amanda mengangguk.
Setelah Viola selesai membayar, wanita itu mengajak Amanda menuju toko lainnya. Mereka masuk ke sebuah toko yang menjual pakaian-pakaian kasual, beberapa diantaranya ada yang seksi.
Viola mulai memilih-milih beberapa. Amanda mengernyit, memperhatikan pakaian seperti apa yang dipilihkan Viola untuknya. Sebuah terusan tanpa lengan berbawahan pendek. Gaun panjang tanpa lengan berbelahan d**a rendah dan juga rok super mini yang terlihat sangat seksi.
“Kak, apakah aku harus memakai semua pakaian ini di dekat pelangganku itu?” Amanda kembali mengernyit.
“Tentu saja, Sayang ... apa kamu akan menemuinya dengan pakaian seperti ini? Jangan aneh-aneh, Amanda. Bisa-bisa nanti mami kena omel sama pelanggannya.” Viola kembali memilih beberapa pakaian lainnya.
Amanda terdiam, ia tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti semua keinginan mami yang kini sudah menjadi bosnya. Suka tidak suka, mau tidak mau, Amanda harus tetap ikut alur permainan mami. Pasalnya, ia sudah menerima uang muka atas bayarannya dan uang muka itu sudah ia serahkan kepada orang tuanya.
Setengah jam berlalu, akhirnya Viola selesai memilih beberapa potong baju untuk Amanda.
“Amanda, sekarang kita pergi membeli sepatu, oke!”
Amanda hanya bisa mengangguk. Ia seperti gadis bodoh yang hanya bisa mengangguk tanpa bisa berbuat apa-apa.
Puas berbelanja, Viola membawa Amanda melakukan perawatan diri. Wanita itu begitu bahagia seraya menatap beberapa kantong belanjaan yang ia letakkan di bangku penumpang bagian belakang, lewat kaca spion kecil yang ada di atasnya.
Viola tidak hanya membelikan semua keperluan Amanda, akan tetapi juga membeli beberapa untuk dirinya.
“Amanda, nanti kalau mami tanya, bilang semua uang sudah habis untuk membeli perlengkapan untuk dirimu, oke!”
“I—iya, Kak.” Lagi, gadis itu hanya bisa menurut.
Beberapa menit berselang, mobil yang dikendarai Viola kembali ke sebuah rumah tempat ia pertama kali bertemu dengan mami. Rumah tempat berdirinya sebuah kafe outdoor yang begitu indah dan sebuah klinik kecantikan. Mami memang sangat piawai menutupi bisnis haramnya dengan aneka bisnis yang legal secara hukum.
“Amanda, ayo kita turun. Kamu harus melakukan beberapa perawatan tubuh dan wajah. Setelah itu, aku akan mengajarimu cara memuaskan pelanggan.” Amanda mengangguk, ia menurut.
Viola memberikan beberapa kantong kepada Amanda, kantong yang berisi semua perlengkapan gadis itu. Amanda membawanya dengan sedikit kepayahan.
“Kak, di mana akan aku letakkan semua barang-barang ini?” Amanda kebingungan.
Viola membalik badan dan menatap Amanda, ia tersenyum ringan, “Oiya ... maaf, aku lupa jika barang-barangmu terlalu banyak. Sini, aku bantu bawa sebagian. Kita akan ke atas dulu untuk menyimpan barang-barangmu. Setelah itu, kamu harus melakukan perawatan sebelum nanti aku ajarkan beberapa hal.”
Amanda tersenyum tumpul, dahinya mengkerut. Ia hanya bisa mengangguk seraya memberikan sebagian barang bawaannya kepada Viola, lalu menekan langkah mengikuti wanita itu ke sebuah ruangan yang tidak ia ketahui sama sekali.