Chapter 22

1169 Words
"Um, apa maksud Anda?" kening Aini berkerut, sejujurnya dia tak begitu paham apa maksud dari Shen Mujin, bukan karena bahasa Mandarinnya yang tidak dia paham, namun makna dibalik kata - kata Shen Mujin. Ikuti dia ke Beijing, ikuti bagaimana maksudnya? Pergi ke Beijing dengan Shen Mujin? Lalu bagaimana dengan rencananya yang hendak pulang ke negara asalnya?  "Saya kurang mengerti maksud Anda," lanjut Aini. "Ikut saya ke Beijing sekarang jika kamu ingin mengambil kembali barang - barangmu," balas Shen Mujin. "Jadi … Anda tak membawa barang - barang saya?" wajah Aini berubah datar ketika mendengar ucapan Shen Mujin.  Ikuti Shen Mujin jika dia ingin mengambil barang - barangnya. Demi apa? Tenda itu sunyi untuk beberapa detik. "Ya," jawab Shen Mujin. Mulut Aini terbuka, dia ingin protes, namun Shen Mujin lebih dulu berbicara. "Satu bulan terakhir ini ada masalah dengan perusahaan Shen di Shanghai. Ada yang membocorkan rencana detail dari tender kami, akibatnya perusahaan saingan mengajukan diri untuk menggantikan kami dengan syarat yang lebih bagus, lebih lagi pelakunya adalah orang dalam dan dia melarikan diri hingga sekarang belum ditemukan." Aini terdiam. Jika dia ingat lagi, selama satu bulan ini Shen Mujin tak datang ke tenda pengungsian. Ini berarti ada masalah serius yang terjadi di perusahaan Shen Mujin seperti yang dijelaskan oleh Shen Mujin. Sejenak Aini ingin mengangguk, namun dia mengerutkan keningnya. "Aku butuh paspor untuk bisa bepergian, di sini bukan Indonesia tapi China." °°° Di siini lah Aini. Duduk berhadapan dengan Shen Mujin di dalam pesawat pribadi Shen Mujin. Kekuatan uang dari Shen Mujin memang patut diacungi jempol, sebab tanpa pemeriksaan administrasi dan keamanan, pihak bandara Zhaotong tak menanyakan sedikit pun perihal mengenai identitas Aini.  Lu Yang memilih duduk agak jauh dari Shen Mujin dan Aini. Ada juga Johni yang ikut dalam penerbangan itu. Johni akan mempresentasikan hasil kerjanya selama sebulan ketika bersama Aini pada Shen Mujin. "Kekuatan uang Anda patut untuk diacungi jempol." Aini membuka suara ketika pesawat sudah stabil di atas udara Zhaotong menuju ke Beijing. Shen Mujin tersenyum di salah satu sudut bibirnya. Aini baru melihat hal kecil dari kekuatan uang yang dia miliki, belum melihat kekuatan sesungguhnya dari kekuatan uangnya. "Terima kasih atas pujiannya, Nona Aini, saya sangat tersanjung," balas Shen Mujin, "Anda mungkin bisa menggunakan kekuatan uang Anda di sini, kenapa tidak melakukannya?" Aini menggeleng, "Aku lebih suka meraih atau melakukan sesuatu dengan usahaku sendiri. Tidak terlalu suka mempublish siapa sebenarnya aku," jawab Aini. Dalam satu bulan mereka sering bertemu dan dalam dua bulan ini, Shen Mujin agak mengerti sedikit sifat dan karakter dari Aini – Nona Muda Basri. Tak sombong, tak arogan, baik hati, pengertian, perhatian. "Jujur, saya merasa kaget ketika Anda memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Saya pikir Anda akan berada di China untuk beberapa saat," suara Shen Mujin terdengar agak sedikit kecewa. Aini tersenyum ketika Shen Mujin mengatakan dia akan kembali ke Indonesia. "Sudah dua bulan lebih saya di sini, keluarga saya sangat merindukan saya. Tiga tahun saya diberi waktu untuk bepergian dan melakukan hal apa yang saya sukai, dan kembali untuk melanjutkan sekolah saya," ujar Aini mengingat tenggang waktu yang diberikan oleh sang kakek, "saya ingin pulang ke Indonesia karena merindukan kakek saya, beliau sudah berumur sangat tua, terakhir saya pulang ke sana, saya tak sempat menjenguk makam mendiang nenek saya bersama kakek saya," lanjut Aini. Shen Mujin memperhatikan ekspresi yang dikeluarkan oleh Aini ketika berbicara tentang keluarga dan pulang ke negara asal. Sangat bahagia dan penuh dengan kerinduan. "Tidak ada niat untuk menetap sedikit lebih lama di China?" Tanpa berpikir lama Aini menggelengkan kepalanya, "Tidak," jawab Aini tegas, "selain rindu pada kakek saya, saya juga hanya punya sisa waktu kurang dari satu tahun untuk bepergian ke tempat lain." "Ke mana Anda akan pergi lagi setelah kembali ke Indonesia?" tanya Shen Mujin dengan nada ingin tahu. Aini memperbaiki cara duduknya, dia menyandarkan punggung di kursi kabin pesawat yang empuk, sambil menutup mata dia menjawab, "mencari tempat yang membutuhkan uluran tanganku, mungkin di Timur Tengah atau bisa jadi di wilayah Afrika." Lalu Aini terlihat bernapas teratur, rupanya gadis dua puluh tahun itu tertidur karena kelelahan. Shen Mujin memandangi wajah manis nan langka dari Aini. Pandangan yang intens. Sesungguhnya, ada sesuatu di dalam diri Shen Mujin yang terasa ingin memberontak. Namun, Shen Mujin masih berusaha untuk menahannya. Pria tiga puluh tahun itu tak tahu, apa di dalam bagian dirinya yang ingin memberontak keluar. Pandangan Shen Mujin tak melenceng sedikitpun dari wajah Aini. Shen Mujin melihat mata Aini yang tertutup damai tidur istirahat, mata yang indah, lalu turun ke hidung, hidung Aini tak terlalu mancung namun tak juga pesek, bentuk hidung kecil yang indah, lalu turun ke bibir kecil nan berisi itu. Bagus, bagian tubuh Aini yang ini sudah Shen Mujin hafal betul bentuk dan ukirannya, sebab selama satu bulan ful pekerjaan Shen Mujin untuk mengisi celah kosongnya adalah untuk menonton video ASMR yang diunggah oleh Aini ke youtube.  Glek Seteguk air liur ditelan masuk ke dalam perut melalui tenggorokan Shen Mujin. Shen Mujin merasa ada hal asing yang tiba - tiba muncul dalam dirinya.  Agak panas. Tangan pria itu naik dan menyetel AC yang ada di atas kabin pesawat. Namun, bukan menetralisir hawa panas yang dia rasakan, justru menambah panas tubuh pria tiga puluh tahun itu, terlihat jelas keringat yang bercucuran dari dari turun melalui pelipis nya. Buddha, bos besar Shen, tahukah Anda bahwa AC di dalam pesawat ini seperti frezer? Batin Lu Yang menggigil kedinginan. Pramugari yang berada di samping Lu Yang menggigil kedinginan, dia bahkan memeluk tubuhnya sendiri. Hal itu juga dirasakan oleh Aini yang sedang menutup mata tertidur. Aini mengerutkan keningnya, beberapa kali dia bergerak mencari posisi yang baik untuk mengusir hawa dingin. Lu Yang tak tahan lagi, "Bos, Nona Aini kedinginan karena AC yang Anda nyalakan terlalu dingin." "Selimut." Tanpa basa - basi suara bas Shen Mujin berubah serak. Sang pramugari bertindak cepat, dia segera bergegas berdiri dari kursi dan mengambil selimut lembut untuk di pakaian pada Aini, namun selimut itu raib dirampas oleh Shen Mujin. "Em." Sang pramugari cantik itu menutup mulutnya. Shen Mujin menyelimuti tubuh Aini yang bergerak - gerak karena kedinginan. Buddha, bos besar ini benar - benar diluar dugaan. Aku merasa jalan bos besar ku semakin hari semakin melenceng dari rencana hidupnya. Batin Lu Yang. Dua jam kemudian. Pesawat milik Shen Mujin sudah mendarat dengan daratan mulus di bandar udara internasional ibu Kota Beijing yang berlokasi di Distric Chaoyang, Beijing. Namun sudah hampir dua puluh menit dua orang yang merupakan satu perempuan mata yang sedang tertutup dan satu laki - laki mata terbuka memandangi perempuan yang menutup mata itu seperti tak punya niat atau tak berencana untuk bangun dari kursi empuk pesawat pribadi mewah yang sedang mereka naiki. Shen Mujin tak berniat untuk membangunkan Aini yang sedang tertidur. Shen Mujin tak beri perintah, bawahan diam. "Um, uhhmmm … haaaaahhh …," Aini menguap membuka lebar mulutnya, kedua tangan Aini dia naikan berpose seperti baru bangun tidur. Hal ini membuat otak Shen Mujin blank seketika. Dia terpaku melihat posisi Aini yang menggoda, selimut yang tadi dia pakai turun. Glek. Air liur Shen Mujin turun tanpa sadar. "Um." Aini membuka matanya, matanya terlihat masih fly berair.  Tiba - tiba Shen Mujin merasakan bahwa tubuhnya tidak normal, tubuh bagian bawah, ah bahkan tengah. "Sial!" "Hum?" Aini cepat - cepat tersadar ketika suara umpatan Shen Mujin terdengar kesal. Kedua rahangnya mengeras seperti menahan sesuatu. "Tuan Shen, maaf. Saya tertidur-" "Cepat keluar dari sini!" °°°
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD