Sinar kekuningan tampak muncul secara perlahan, menghangatkan pagi berembun yang mulai mencair. Dedaunan segar di pagi hari tampak berkeringat ditempa sinar mentari yang muncul secara perlahan, menggantikan tugas rembulan untuk menyinari bumi. Suara kicauan burung terdengar menenangkan sebagai awal untuk memulai hari yang cerah, ibarat alarm pertanda untuk memulai seluruh kegiatan di pagi hari. Menyapa mentari pagi yang seolah memberikan senyum cerahnya pada seisi alam.
Akan tetapi hal itu tidak berlaku bagi sesosok gadis yang masih terbaring nyaman di ranjang yang tertutup gorden dengan kelambu putih menutupi hampir seluruh ranjang sang gadis. Ditambah lagi penyinaran yang kurang memadai akibat jendela kamar masih tertutup rapat untuk menghalangi sinar mentari menyelinap masuk melalui celah yang ada.
Terlihat sedikit gerakan yang ditimbulkan sang gadis sebelum mulai membuka mata. Mengerjapkan kedua kelopak matanya dan mulai mengamati keadaan di sekeliling. Tampaknya gadis yang bernama Keyra tersebut masih belum mengingat secara pasti apa yang dialaminya beberapa waktu lalu, hingga menimbulkan kernyitan di keningnya tanda ia sedang berpikir keras.
'Apa yang terjadi denganku? Mengapa aku berada disini? Dan ini kamar siapa, bagaimana aku bisa tidur di sini?' Berbagai bentuk pertanyaan mulai berkelebat dalam benak Keyra, pikirannya mencoba mengingat segala sesuatu yang telah terjadi hingga membawanya pada tempat ini. Juga Keyra merasa asing pada tempat ini.
Kulirik tempat tidur yang menjadi alasku untuk tertidur. Mataku terkesiap, sprei yang menjadi alas untukku tidur terlihat begitu mewah dan elegan. Meski dengan sekali lihat aku sudah dapat memastikan bahwa bahan yang digunakan untuk membuat sprei ini pasti menggunakan kain terbaik yang hanya bisa digunakan oleh para bangsawan mau pun para petinggi istana kerajaan. Bahkan kasur yang kutempati sangat empuk dan nyaman untuk kutiduri. Sementara aku hanya seorang rakyat jelata yang tidak mungkin pantas menerima kemewahan ini.
Mengingat mengenai istana kerajaan, sekelebat ingatan secara tiba-tiba bermunculan dalam ingatanku. Dan setelah berhasil menangkap semua ingatan yang sempat terlupakan sejenak. Kini aku segera beranjak turun dari ranjang yang kutempati. Wajahku memucat dan dengan segera kugelengkan kepalaku pertanda menyangkal. Tidak mungkin bahwa Sang Kaisar memilihku sebagai pasangannya dipersembahan bulan merah kemarin bukan? Ya, ini pasti hanya mimpi. Tapi mengapa terlihat begitu jelas? Bahkan aku dapat mengingat dengan jelas wajah Kaisar Han yang secara tiba-tiba melepaskan topeng yang selalu dipakainya di depan semua orang diacara persembahan tersebut dan setelah itu Kaisar Han berusaha untuk menci...
Bodoh! Bagaimana mungkin aku memimpikan hal yang begitu lancang terhadap sang Kaisar, bahkan aku memimpikan hal yang tidak seharusnya dilakukan oleh seorang kaisar. Harusnya mimpi itu tidak ada, karena sangatlah tidak pantas jika sang Kaisar harus bersanding dengan seorang rakyat jelata sepertiku. Lagi pula aku juga terlalu takut jika harus bersanding dengan Sang Kaisar, mengingat rumor yang telah beredar di masyarakat. Lalu apa yang kulakukan di sini? Bagaimana jika aku akan dihukum atas kelancanganku meniduri tempat yang seharusnya bukan untukku. Bagaimana jika...
Terlalu banyak berpikir, membuat Keyra tidak menyadari bahwa pintu kamar yang ditempatinya terbuka. Menampilkan sesosok wanita paruh baya dengan pakaian dayang datang menghampirinya.
"Permisi Permaisuri, saya diperintahkan oleh yang mulia Kaisar Han untuk membantu Permaisuri Keyra mandi dan memakai pakaian serta berhias," dayang yang telah berumur setengah abad tersebut berkata dengan sopan disertai tatapan mata yang kurang dimengerti oleh Keyra.
"Tunggu, Permaisuri? Maksud Anda siapa?" Keyra bertanya dengan bingung disertai tatapan mata yang mencoba menelusuri ke seluruh penjuru ruangan. Siapa tahu ada orang lain yang diajak bicara oleh dayang paruh baya tersebut. Akan tetapi nihil. Tidak ada seorang pun di dalam ruangan tersebut terkecuali Keyra sendiri dan dayang paruh baya tadi.
Dayang tersebut tersenyum dan menjawab pertanyaan Keyra, "tentu saja Anda Permaisuri, tidak ada orang lain di dalam ruangan ini selain Anda dan saya sendiri tentunya."
"Benarkah, lalu mengapa aku? Permaisuri, apa maksudnya ini? Aku benar-benar tidak mengerti," Keyra kembali memberikan pertanyaan bertubi-tubi yang sebenarnya ditujukan untuk dirinya sendiri, "atau jangan-jangan, yang semalam itu," tubuh Keyra merosot ke bawah. Terduduk dengan pasrah di lantai marmer yang dilapisi karpet putih nan halus.
"Tolong katakan, bahwa apa yang terjadi tadi malam itu hanyalah mimpi. Kumohon," Keyra berkata dengan suara lemah dan nada kepasrahan yang terlihat jelas di matanya yang sayu. Wajahnya kembali memucat dan berbagai pikiran buruk kembali berkelebat dalam benaknya.
Dayang tadi hanya melihat Keyra dengan pandangan prihatin. Ia mengerti apa yang ada dalam pikiran Keyra saat ini. Keyra pasti berpikir jika hidupnya pasti tak lama lagi, ditambah dengan rumor tak sedap yang telah beredar di kalangan penduduk. Namun dayang tersebut tak dapat berbuat apa pun, karena ia hanyalah seorang dayang yang ditugaskan untuk melayani Keyra saat ini.
"Maaf Permaisuri, lebih baik Permaisuri segera bergegas mandi sebelum Kaisar Han datang kemari karena harus menunggu Anda terlalu lama. Bagaimana pun juga Kaisar tidak mentolerir adanya keterlambatan, apa lagi ini adalah hari pertama Permaisuri tinggal di istana," dayang tadi mencoba untuk menuntun Keyra agar terbangun dan membantu Keyra mandi.
"Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri." Keyra berusaha menolak bantuan dayang tadi untuk membantunya mandi dengan halus. Walau bagaimana pun juga, Keyra terbiasa untuk mandi sendiri. Justru ia akan merasa risih jika ada seseorang yang membantunya untuk mandi, meski pun itu wanita sekali pun.
"Tapi Permaisuri, saya diperintahkan oleh kaisar untuk membantu Anda," dayang tadi masih berusaha keras untuk membantu Keyra mandi, tapi lagi-lagi ditolaknya dengan halus.
"Tidak, lagi pula aku tidak terbiasa jika ada orang lain yang melihatku mandi sekali pun itu bundaku sendiri. Jadi, tolong tunjukkan dimana kamar mandinya?" Keyra kembali berkata disertai senyum manisnya yang seketika mendapat anggukan persetujuan dari dayang tersebut.
"Baiklah Permaisuri, mari saya tunjukkan kamar mandinya," ujar dayang tadi mengalah pada permintaan Keyra, yang segera disambut dengan senyum tulus Keyra. Akan tetapi senyum tersebut tidak bertahan lama, Keyra berbalik menghadap dayang tadi sebelum memasuki kamar mandi.
"Itu, bisakah kau tidak memanggilku Permaisuri?" Keyra meminta dengan pandangan memohon seperti anak kecil.
"Maaf Permaisuri, itu tidak bisa. Peraturan tetaplah peraturan. Saya tidak bisa melakukannya, jika saya tidak ingin mendapat hukuman," terlihat kekecawaan dari raut wajah Keyra ketika dayang tadi menolak permintaannya.
"Baiklah, aku mengerti." Keyra kembali berkata dengan raut wajah lesu, sebelum masuk ke kamar mandi.
***
Kini Keyra kembali meremas gaun yang dipakainya dengan gugup. Ia telah selesai mandi dan berhias, dayang yang membantunya tadi telah pergi setelah menyelesaikan tugasnya membantu Keyra.
Suara pintu yang diketuk membuat Keyra terkesiap dan secara refleks menatap pintu dengan pandangan gugup. Keyra menghembuskan napasnya sebanyak tiga kali berusaha meredakan rasa gugup bercampur takut yang melandanya kali ini. Setelah dirasa cukup, Keyra mulai beranjak membuka pintu dan memantapkan hatinya bahwa ia pasti bisa melakukan ini.
Derit pintu yang terbuka secara perlahan menampakkan sesosok dengan tubuh tegap yang berdiri di depan Keyra seolah menunggunya membuka pintu.
"Permaisuri, saya Panglima Lou diutus oleh Kaisar Han untuk mengantar Anda menuju ruang makan. Kaisar sudah menunggu disana." Panglima Lou mengangguk sekilas pada Keyra yang dibalas Keyra dengan anggukan canggung.
"Mari ikuti saya," pinta Panglima Lou sebelum berjalan dengan langkah lebarnya. Keyra yang mengikuti di belakang sedikit kesulitan mengimbangi langkah Panglima Lou yang lebar dan cepat dengan kaki mungilnya. Ditambah lagi gaun panjang mencapai mata kaki yang dipakainya sedikit menyulitkan langkah kecil Keyra.
Melihat Keyra yang terlihat kesulitan mengimbangi langkah kakinya yang tergolong lebar, maka Panglima Lou sedikit memelankan langkahnya agar Keyra dapat mengimbanginya. Hingga mereka telah berhenti di sebuah ruangan yang terdapat dua buah pintu besar dengan ukiran yang cukup rumit namun indah berwarna hitam.
"Permaisuri telah tiba menghadap Yang Mulia Kaisar Han." Panglima Lou berkata dengan tegas dan sopan di depan pintu tersebut sebelum suara interupsi "Masuk," membuat Panglima Lou membuka dua buah daun pintu berwarna hitam tadi dan mempersilahkan Permaisuri Keyra agar memasuki ruangan tersebut.
Setelah Keyra memasuki ruangan tadi tak lama kemudian terdengar suara pintu tertutup kembali, menyisakan Keyra dan Kaisar Han dalam ruangan yang biasa disebut sebagai ruang makan itu. Ruangan tersebut memiliki ukuran yang cukup luas, dengan berbagai hidangan lezat yang telah disiapkan oleh para koki terbaik di istana.
Keyra segera menunduk hormat kepada Yang Mulia Kaisar Han begitu menyadari bahwa hanya ada dia dan Kaisar Han berada dalam satu ruang makan tersebut.
"Hormat saya kepada Yang Mulia Kaisar Han." Keyra membungkuk sembilan puluh derajat di hadapan Kaisar Han dengan kegugupan luar biasa. Keringat dingin kembali meluncur dari dahinya tatkala Kaisar Han diam tak bergeming seraya menatap Keyra tajam.
Sepersekian menit Keyra tetap dalam keadaan membungkuk hormat kepada Kaisar Han, ia menunggu perintah dari sang Kaisar karena takut untuk kembali menegakkan tubuhnya sebelum mendapatkan perintah langsung. Hingga akhirnya Kaisar Han angkat bicara yang justru semakin membuat gadis itu merasa takut.
"Siapa yang menyuruhmu menunduk hormat padaku," itu bukanlah sebuah pertanyaan, melainkan sebuah pernyataan akan apa yang dilakukan Keyra selama beberapa menit dalam keadaan membungkuk.
Keyra merasa bahwa apa yang tengah dilakukannya salah hanya bisa semakin menunduk dalam tanpa berani menjawab pertanyaan atau pun pernyataan yang ditujukan Kaisar Han padanya. Keyra merasa takut dan matanya mulai berkaca-kaca. Sementara ia berusaha menggigit bibirnya dengan kuat, takut-takut bahwa suara isakan berhasil lolos dari bibir mungilnya yang akan semakin menambah masalah nantinya.
Kaisar Han masih menatap Keyra dengan tajam, "tegakkan badanmu dan angkat kepalamu!" ujar Kaisar Han dengan nada dingin yang membuat Keyra semakin merasa takut. Air mata telah menetes di antara kedua kelopak mata gadis itu. Ia tak mampu lagi membendung air mata yang semakin membuat pandangannya terasa kabur, hingga tanpa bisa ditahannya satu suara isakan berhasil lolos dari bibir mungilnya. Namun dengan segera ia mencoba menghentikan suara tangisnya karena takut hal itu akan semakin menambah amarah Kaisar yang berada di depannya saat ini.
To be Continued...