09. Hantu Ghibah yang Galau

1186 Words
“Apa kalian pernah melihat tugu monas?” tanya Inul dengan pipi merah padam. Para hantu Peternakan Malam Satu Suro yang tengah berkumpul untuk mendengar ghibahan Inul, pada melongo berjamaah mendengar pertanyaan Inul yang tak ada ujung pangkalnya. “Apa itu? Seperti pernah dengar,” ujar Poci, si Pocong Cilembu. Dia tak bisa menggaruk rambutnya yang tertutup pocong, jadi dia menggaruk pantatnya. “Aku tahunya bakpia tugu,” sahut Hantu Gembul yang punya hobi makan. “Salty cuma tahu garam merk tugu,” timpal Salty ngawur. “Gue tahunya tuguran,” kata Jero, hantu jeruk purut, dengan bibir manyun di kepala buntungnya yang kali ini dipangku oleh Mbah Jenggot. “Tawuran, bukan tuguran,” ralat Rossi Silakan yang risih mendengar ada satu kata yang diperkosa oleh hantu pemarah macam Jero. Dia tak peduli meski dihadiahi pelototan mata oleh Jero. Bagi Rossi keakuratan berita sangat penting, dia rela mempertahannkan sampai mati. Eladah, padahal dia memang sudah mati. Rossi sering melupakannya. Inul memandang kecewa pada teman-temannya. “Masyalah, mengapa kalian harus menjadi hantu yang ndak uptodate? Padahal tugu monas itu benda yang terkenal di masa kita masih manusia toh?” “Saya tahu, tapi saya tak mau mengatakan karena tak ada bahan yang patut diberitakan di sana,” ungkap Rossi enggan. “Jadi percuma Inul cerita tentang benda yang mirip tugu monas, kalau kalian ndak bisa membayangkan,” gumam Inul kecewa. Jiwa ghibahya meronta-ronta, namun Inul terpaksa membelengunya karena tahu percuma melepasnya di saat pendengarnya tak bisa memahaminya. “Kamu ndak bicara tentang barang di selangkangannya lelaki toh?” celetuk Kunti v****r. Blush! Pipi Inul langsung memerah mendengarnya, sementara hantu-hantu lain memperhatikannya lekat. Mereka menunggu Inul mengkonfirmasinya karena tumben hantu keriting nan polos itu membahas hal semesum ini. “Mbak Kunti kok bisa tahu, toh?” tanya Inul heran. “Mana mungkin ndak tahu? Wajahmu terlihat mesuuum, Nul. Tiba-tiba menyinggung tugu monas, ya pasti ngomongin itu toh,” jawab Kunti dengan tatapan meremehkan. “Oh ....” Inul menganggu, lantas tersadar kemudian kalau dirinya dikatakan berwajah m***m. “Mbak Kuntiiii .... Inul ndak mesuuum!” protesnya heboh. “Ndak m***m piye? Pasti kamu sering membayangkannya toh setelah melihatnya? Hayo ngaku!” Inul sontak terdiam dengan wajah merona. Mengapa Si Kunti tahu hal beginian? “Karena saya hantu dewasa, sedang kamu anak kecil,” ledek Kunti yang bisa mengartikan pandangan keheranan Inul. “Inul bukan hantu anak kecil. Inul sudah remaja!” bantah Inul sebal. “Apanya ndak anak kecil? Lihat barang lakik gitu aja langsung heboh ndak bisa tidur!” “Eh kok tahu toh? Situ cenayang?” tanya Inul polos. “Saya hantu, Nul. Bukan cenayang. Kamu pikun toh?” “Seandainya Inul bisa pikun, Mbak Kunti. Inul tersiksa terus membayangkan itu. Bagaimana cara menghentikannya?” keluh Inul. “Ada caranya, Nul?” “Bagaimana?” tanya Inul antusias. Kunti membisikkan sesuatu di telinga Inul. Bukan hanya telinga Inul yang siaga, hantu-hantu yang lain ikut memanjang telinga karena kepo maksimal. “Mengerti toh?” tegas Kunti. “Mbak Kunti yakin?” tanya Inul ragu. “Coba saja kalau ndak percaya,” jawab Kunti setengah menantang. Sedari tadi mereka berdua tak sadar, para hantu memperhatikan mereka seperti melihat adegan dalam sinetron. Bahkan kepala mereka bergantian menoleh bergantian pada Inul dan Kunti saking antusiasnya. “Jadi apa yang kau bisikkan ke telinga Inul tadi?” tanya Hantu Togel penasaran. Siapa tahu dia bisa mengartikan informasi itu dengan nomor yang akan disebarkannya sebagai nomor togel yang akan keluar. “Bukan urusan kalian!” sembur Kunti gemas. Sementara Inul sedang galau. Haruskah dia melakukan yang dibisikkan Kunti padanya? *** Belum pernah Inul melakukan hal ini. Mengintai seorang lelaki sampai ke kamarnya. Dia bersembunyi di dalam lemari lelaki itu. Seharusnya sebagai hantu dia tak perlu petak umpet begini. Namun berhubung lelaki itu bisa melihatnya, Inul terpaksa bersembunyi di lemarinya. Inul berencana melakukannya sampai lelaki itu tertidur. Setelahnya Inul akan melaksanakan rencananya. Wajahnya memanas memikirkan hal itu. Inul terus mengamati orang yang diincarnya. Lelaki itu baru saja keluar dari kamar mandi. Hanya dengan memakai jubah mandi. Inul menelan ludah kelu, lagi-lagi dia melihat roti sobek di perut pria itu yang membuatnya gemas ingin meremas-remas. Sabar, Nul. Setelah dia tidur kamu bisa sepuasnya meremas-remas ‘itu’nya! Mendadak Inul tersadar. Apa dia tengah dikerjai hantu kuntilanak yang keganjenan itu? Masa iya untuk menghilangkan bayangan m***m di kepalanya dia malah harus menyentuh dan mengocok tugu monas itu? Kali ini akal sehat Inul berbicara. “Ini gila! Lebih baik Inul pergi sebelum menistakan anak orang,” sesal Inul. Setelah memutuskan demikian, dia membuka pintu lemari dan langsung tertegun. Di depan matanya, pria itu tertidur dengan hanya berlapiskan selimut. Sepertinya sangat lelap. Apa ini kesempatan emas baginya? Dia tinggal menyingkap selimut itu, menyentuh dan menggosok apa yang ada di balik selimut itu ... lalu dia dapat pergi dengan pikiran tenang. Mungkin baru kali ini terjadi, bujukan setan mampir ke kepala hantu. Inul menyeringai geli. Dengan berjingkat-jingkat dia mendekati tempat tidur, Inul membiarkan dirinya mengikuti bujukan sesat itu. Tangannya terulur ingin menyingkap selimut itu. “Astaga, apa yang Inul lakukan?” Inul menyurai rambut keritingnya gemas. Buru-buru dia menarik tangannya. “Lebih baik Inul pergi sebelum berbuat dosa lagi.” Dia berbalik hendak pergi, sayangnya ada tangan yang menyambarnya. Inul yang tak siap terjerembap jatuh ke atas tubuh Alfonzo. Mata Inul membelalak begitu menyadari wajahnya menimpa benda lonjong kenyal yang menjadi obyek kegalauannya belakangan ini. “Jiaaah!” jerit Inul syok. Bergegas dia beranjak duduk. “Apa yang kamu lakukan disini, Perempuan Mesuuum?!” sembur Alfonzo gusar. “Inul ... Inul ....” Apa yang dilakukan disini? Ternyata dia tak sadar mengenggam tugu monas itu sebagai pegangan saat beranjak duduk. Inul melepasnya dengan kasar saat menyadarinya. “Shittt! Apa yang kamu lakukan?” teriak Alfonzo kesakitan. “Membuang itu ... aiish!” Inul memukul mulutnya yang ember. Lebih baik dia pergi sebelum mengacaukan keadaan semakin parah. Inul berlari dan menghilangkan diri di depan Alfonzo. Dia tak tahu lelaki itu melongo di tempat melihatnya lenyap di depan mata pria itu. Manusia tak mungkin melakukan itu, kan? Jadi siapakah perempuan keriting yang menganggunya selama ini? *** Kunti langsung menginterograsi begitu melihat Inul datang. “Kamu melakukannya?” “Seharusnya Inul ndak melakukan itu,” sahut Inul seakan mengatakan pada diri sendiri. “Mengapa ndak? Itu mudah sekali. Cuma membuka celananya, lalu ... nyooot! Mek-mek-mek ... kres-kres-kres ....” Kunti tak hanya mengucapkannya, dia juga memperagakan dengan gerakan meremas dan terakhir berpura-pura mengulum sesuatu. Aduh, Kunti tak sadar telah mengajarkan gerakan seorang wanita yang memuaskan lelaki dengan kegiatan oralnya. Inul melotot horor. “Mbak, kamu ndak meminta Inul memakan itunya Paman Apokat toh? Inul bukan hantu bar-bar yang kanibal!” Tepok jidat! Kunti sangat gemas pada sahabat hantunya yang polosnya keterlaluan hingga menjurus ke t***l. “Dengar, Nul. Kamu itu ....” PLUP! Inul menghilang tiba-tiba, membuat Kunti gusar padanya. Apa-apaan gadis keriting ini? Beraninya dia menghilang begitu saja meninggalkan dirinya! Seandainya Kunti tahu, Inul bukan sengaja hilang. Dia hilang dan muncul di depan Alfonzo lagi ... sebagai Menik! Rupanya pria itu menciumnya lagi ... eh, tepatnya mencium bibir Menik. “Kamu muncul lagi ...,” desis Alfonzo dengan mata berbinar. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD