"Apa salahku pada kalian berdua, hah?"
Pekikan keras dari perempuan yang berpenampilan sederhana dalam daster rumahannya tersebut membuat beberapa tetangga rumah dinas perwira Polisi di sebuah Polres di sebuah kabupaten tertarik untuk melongokkan kepalanya.
Ada rasa heran yang terselip di benak mereka melihat sepasang suami istri yang selama ini tampak rukun bahkan lebih romantis di bandingkan yang lain mendadak saja adu argumen bahkan saling membentak. Meninggikan suaranya sama sekali bukan kebiasaan seorang Alim Hakim. Istri dari Dhanuwijaya Hakim, sang Letnan satu yang menjabat sebagai seorang Kasat di Polres tempatnya mengabdi.
"Alim, kendalikan dirimu! Jangan berteriak seperti ini, aku malu di dengar orang."
Walaupun suara Dhanu begitu lirih, tapi tetap saja dinding asrama Polisi yang hanya setipis kulit bawang membuat siapapun bisa mendengarnya. Dan percayalah, meminta seorang yang hatinya terluka untuk diam adalah hal yang mustahil.
Alih-alih diam seperti yang di minta oleh suaminya, Alim pun melempar Dhanu dengan semua hal yang bisa di raihnya, sepatu PDL, sepatu PDH, sandal gunung, sandal jepit, bahkan pot tanaman cabe yang ada di teras semuanya melayang tanpa ampun kepada Dhanu.
"Apa kamu bilang? Kamu memintaku untuk diam? Di mana otak pintarmu itu Dhanu Hakim? Apa aku harus tertawa senang dan bahagia sekarang ini menyambut berita bahagiamu yang akan memiliki anak dari selingkuhanmu, hah? Apa aku harus menari-nari untuk merayakan betapa bejatnya suami dan adikku sendiri yang tega menusukku dari belakang! Katakan, apa aku harus seperti itu agar kamu puas?"
Semua orang yang menguping pertengkaran suami istri tersebut membekap mulutnya, terkejut tidak menyangka jika alasan pertengkaran dua sejoli romantis tersebut adalah karena orang ketiga. Apalagi orang ketiga tersebut adalah sosok adik kandung dari Alim sendiri, perempuan yang berdiri mematung menyaksikan bagaimana kakak dan kakak iparnya tengah bergulat dalam kemarahan tersebut sama sekali tidak memperlihatkan rasa bersalahnya.
Seakan mengompori hati sang Kakak yang sudah terluka begitu parahnya karena perselingkuhan mereka, Amelia, begitu nama dari adik kandung Alim, justru dengan senyuman yang terpatri di wajahnya mengusap-usap perutnya yang masih rata, "kenapa sih Mbak harus marah-marah nerima kenyataan. Mbak harus terima dong kalau kenyataannya Mas Dhanu sudah nggak cinta sama sekali ke Mbak. Mbak itu ngebosenin tahu, nggak bisa muasin Mas Dhanu, nggak bisa jaga penampilan Mbak di depan suami. Jangan salahin Amel dong kalau akhirnya Mas Dhanu berpaling ke Amel. Jelas, Amel lebih segala-galanya di bandingkan Mbak Alim yang udik dan bau bawang." Seakan tidak cukup menghancurkan hati Sang Kakak, Amelia pun mencibir dengan sinis, "nih bukti cinta kami berdua, ada buah hati Mas Dhanu yang tumbuh di rahimku. Suka nggak suka Mbak Alim harus menerimanya."
Air mata Alim mengucur dengan deras melihat bagaimana adik kandungnya yang Alim jaga sepenuh hati dan suaminya yang sangat dia percaya justru menusuknya dengan sangat menyakitkan. Berselingkuh hingga Sang Adik hamil dan sekarang dengan pongahnya dua orang yang telah berbuat dosa tersebut datang ke hadapan Alim dan berkata jika anak yang ada di dalam kandungan Amelia butuh pertanggungjawaban.
Sosok lemah lembut Alim menghilang, sama seperti saat menyerang suaminya tanpa ampun, kini giliran Alim menghampiri Amelia, adik yang di jaganya sepenuh hati, amanat dari orangtua mereka yang telah meninggal nyatanya membalas kebaikannya dengan tuba. Tanpa ampun sama sekali Alim menjambak kuat-kuat rambut Amelia yang di kucir kuda, membuat Amelia menangis keras kesakitan karena perilaku barbar Alim yang seperti kesetanan.
"Mbak Alim lepasin!"
"Ya Allah lepasin, Lim! Bisa mati Amelia, Lim." Tidak tega dengan selingkuhannya yang menjadi sasaran kebarbaran istrinya yang terluka seperti banteng mengamuk, Dhanu berusaha melepaskan jambakan Alim, tapi Alim bergeming, hatinya yang terluka membuatnya bertekad untuk melukai orang-orang b***t tersebut sama dalamnya.
"Berani kamu mendekat aku nggak akan segan-segan buat injak-injak perut perempuan s****l penjaja selakangan ini, Mas Dhanu. Akan aku matikan anak kalian ini bahkan dengan kakiku sendiri!" Seringai mengerikan yang terlihat di wajah Alim sekarang ini membuat gentar Dhanu, apalagi saat Polisi lainnya yang turut mendengar pertengkaran mereka mulai mendekat membuat Dhanu semakin urung untuk melarang Alim. Nama baiknya akan hancur berantakan jika sampai Dhanu berani melukai Alim karena jelas Alimlah yang akan mendapatkan dukungan dari semua orang.
Kini Dhanu hanya bisa berharap semoga saja istrinya tidak berbuat nekad yang berakibat fatal pada Amelia dan kandungannya. Walaupun cinta begitu besar di rasakan Dhanu pada Alim, wanita yang membersamainya selama empat tahun ini, tapi tetap saja Dhanu tidak bisa melepaskan Amelia begitu saja karena Amelia mengandung anaknya.
Entah setan mana yang sudah berhasil membisikkan hasutan sesat, tapi bersama dengan Amelia, Dhanu menemukan apa yang tidak dia dapatkan dari Alim. Bermula dari hidup di satu atap yang sama karena Alim tidak tega adiknya tinggal sendirian saat adiknya mulai bekerja mengajar di salah satu SD tidak jauh dari Polres, hubungan dekat antara Kakak ipar dan adik iparnya semakin menjadi. Apalagi saat Alim di sibukkan dengan kehadiran Alleyah anak mereka yang sedang aktif-aktifnya, kesepian yang di rasakan oleh Dhanu terobati oleh kehadiran Amelia.
Amelia yang muda, segar, seksi, ceria, manis dan centil, segala hal yang ada di diri adik iparnya membuat Dhanu menggila hingga mengabaikan fakta jika kegilaan mereka berdua tersebut pada akhirnya melukai hati seorang wanita yang berjuang keras bukan hanya menjadi Ibu dan istri yang baik, tapi juga kakak sekaligus Orangtua untuk adiknya, yaitu Amelia.
Dhanu menyesalinya, tapi semuanya sudah terlambat. Seperti orang tidak berguna dia hanya bisa mematung di tempat membiarkan Alim menghajar Amelia tanpa ampun. Puluhan orang menyaksikan bagaimana brutalnya hati istri yang terluka, dan tidak ada satu pun yang berniat untuk menolong Amelia.
"Gila kamu Mel! Aku ini kakakmu, Mel. Aku yang urus kamu dari kecil, aku nggak pernah biarin kamu kelaparan, aku selalu mengusahakan apapun yang terbaik untuk kamu, tapi ini balasanmu, haaah?"
"Ngaca Mbak Alim, ngaca! Lihat bagaimana buruknya dirimu ini sampai-sampai Mas Dhanu berpaling darimu. Salahkan dirimu sendiri yang tidak bisa mengurus suamimu sampai dia bisa berpaling padaku yang lebih segar ini."
"Ya, salahku! Salahku karena memelihara Setan berwujud manusia sepertimu Amelia. Setan tidak tahu diri dan terimakasih. Kamu merebut suamiku setelah semua kebaikanku. Dengan bangganya kamu datang dan mengatakan hamil hasil zina kalian berdua di dalam rumahku ini."
Jambakan, tamparan, pukulan, tendangan sudah puas Alim berikan pada Amelia yang kini tersungkur berantakan, bahkan di dalam hatinya Alim berharap agar Amelia dan bayi haram tersebut mati sekalian agar rasa sakit hatinya terbalaskan.
Air mata Alim kini sudah mengering, tidak ada cinta lagi yang tersiksa di hatinya untuk adik dan juga suaminya saat Alim memandang mereka berdua dengan begitu dingin.
Semuanya menelan ludah kelat, tidak ada yang berani untuk bersuara bahkan untuk sekedar menghela nafas, suara yang terdengar hanyalah tangis Alleyah di dalam rumah dan tangis sesenggukan Amelia yang tersungkur di tanah.
"Kamu menginginkan suamiku dengan alasan anak haram yang ada di perutmu, s****l?"
"Aku juga berhak atas Mas Dhanu. Dia mencintaiku. Dia menginginkan anak yang ada di kandunganku. Jangan jadi orang yang egois dengan menghalangi cinta kami."
Bahkan di saat tubuhnya sudah compang-camping karena hajaran Alim, Amelia pun masih tidak tahu malu mengutarakan keinginannya untuk menjadi istri kedua dari kakak iparnya yang merupakan Polisi terhormat tersebut. Jiwa iri Amelia atas segala hal yang di miliki Alim membutakan mata hati dan juga rasa malunya, bahkan terhadap ikatan darah antara dirinya dan Alim, sang Kakak.
"Aku egois?" Ulang Alim penuh penekanan.
"Iya, kamu egois. Buruk, menyebalkan, tidak tahu malu! Sudah tahu suamimu tidak berselera denganmu dan kamu masih ingin mempertahankannya, Mbak? Jika kamu tidak mau melepaskan Mas Dhanu untukku maka jangan salahkan aku jika setiap sudut rumah yang kamu perlakukan bak istana ini akan membayangimu betapa dahsyatnya percintaanku dengan suamimu, Mbak. Biar kamu dan anakmu mati berdiri sekalian."
Habis sudah kesabaran Alim menghadapi dua orang pengkhianat di hadapannya sekarang ini, Suaminya yang menunduk malu tanpa penyangkalan sudah membuktikan jika semua yang di ucapkan oleh Amelia bukanlah omong kosong belaka. Alim bukan seorang yang rela berbagi, tapi demi Amelia Alim selalu melakukannya. Pada akhirnya kebaikannya pada Sang adik tidak lebih dari pada sebuah kesia-siaan yang membuatnya terluka dan terhina.
"Baiklah jika begitu." Alim bangkit berdiri, sosok rapuh dan sederhana tersebut begitu kuat menghadapi takdir memilukan yang membuat mereka yang melihatnya bahkan meneteskan air mata. "Kamu menginginkan suamiku. Maka ambilah Amelia. Kamu tahu dengan benar jika aku selalu memberikan apa yang pengemis minta, terutama pengemis yang berwujud seorang adik berhati iblis. Untuk kesekian kalinya kamu merebut apa yang menjadi milikku dan aku memberikannya."
Beralih dari adiknya yang tidak tahu diri, Alim menatap ke arah Sang Suami, sosok tegas berwibawa seorang Perwira di Polres yang memimpin Satuan Khusus yang di hormati banyak orang dan begitu banggakan oleh Alim nyatanya tidak lebih dari seorang penjahat.
Seluruh tubuh Dhanu sekarang bahkan gemetar merasakan kebencian Alim yang terpancar serasa ingin membunuhnya.
"Dhanuwijaya, kamu mengkhianati janjimu pada Allah untuk menjagaku. Kamu menodai pernikahan kita dengan zinamu yang menjijikkan. Sebagai istrimu, dunia akhirat aku tidak ridho dengan pengkhianatanmu yang menjijikkan ini."
"Alim......."
"Mulai hari ini, detik ini, haram tubuhku kamu sentuh Dhanuwijaya Hakim. Aku bersumpah demi Allah yang menjaga setiap umat-Nya dari ketidakadilan, zinamu akan menghancurkanmu dan anak haram kalian. Kamu dan Gundikmu akan menerima pembalasan setimpal atas luka yang kalian torehkan, dan saat itu terjadi, aku akan tertawa melihatmu merangkak penuh kepedihan."
"..........."
"Aku bukan lagi istrimu, Dhanuwijaya. Dan kalian semua adalah saksi betapa bejatnya Polisi rekan kalian ini. Jangan cari aku, dan jangan pernah meminta maaf karena aku tidak sudi memaafkan kalian."
Semua orang bergidik ngeri saat mendung dan angin berombak seolah merestui sumpah yang baru saja terucap dari hati wanita yang begitu terluka.
Karma memang tidak datang secara instan, perlu waktu bukan hanya satu atau dua tahun untuk menghampiri mereka yang sudah menorehkan luka, tapi percayalah, tabur tuai tidak pernah keliru dalam menjalankan perannya.
Tidak mungkin seorang yang mengubur bangkai akan menemukan emas kala mereka menggali. Saat sebuah sumpah terlupakan seiring berjalannya waktu terbuai oleh kemahsyuran, percayalah, saat itulah pembalasan akan datang berkali-kali lipat lebih menyakitkan daripada yang pernah di torehkan.
Di lansir dari Tempo Nasional. Polri dan TNI mengalami tigakali perubahan nama sebelum tahun 2000. Untuk Perwira Pertama terdiri dari Letnan Dua, Letnan Satu, dan Kapten sebelum akhirnya berubah menjadi , Inspektur Polisi Dua (Ipda), Inspektur Polisi Satu (Iptu), dan Ajun Komisaris Polisi (AKP) seperti sekarang ini.