9. Protective Husband¿

1663 Words
Diam beberapa saat, itu yang Zavier lakukan sampai akhirnya melepaskan diri dari pelukan Azel. Gadis itu bahkan tidak terganggu sedikitpun, ia hanya merengek kecil dan kembali tenang. Zavier sangat tidak menyangka dan tidak pernah menduga bahwa dirinya akan menikahi seorang gadis berusia 18 tahun. Ia hanya berharap bahwa itu tidak akan merepotkan dirinya. Zavier berlalu ke kamar mandi untuk mencuci muka. Setelah itu ia keluar meninggalkan kamar untuk menemui Sharllote. Dengan langkah santainya ia menuruni anak tangga sembari mengedarkan pandangan mencari keberadaan sahabat masa kecilnya itu. Sampai akhirnya ia mendengar tawa dari ruang keluarga, juga suara TV yang menyala. Zavier pun melangkahkan kakinya ke sana. "Mau pulang kapan?" Tanyanya tiba-tiba. Sharllote dan Nathalie terkejut akan kedatangan Zavier menghembuskan nafas lega. "Kirain siapa, ngagetin banget," Kata Sharllote. Zavier terlihat melihat ke arah TV sekilas yang sedang menampilkan model-model yang sedang berjalan di sebuah fashion show dari brand kenamaan dunia. Ia jadi teringat Azel. "Eh iya, bukannya Azel juga aktif di dunia modeling yah?" Tanya Sharllote memastikan. Nathalie langsung teringat, besannya pernah bercerita tentang hal itu. "Ah iya, Tante denger juga gitu. Pantas saja menantuku itu memiliki tubuh yang bagus..." Ucap Nathalie. Sharllote beralih melihat Zavier. "Za, bener kan, kalau Azel itu model juga? Ada agensinya juga lagi, iya kan?" "Udah nggak." Jawab Zavier. "Kenapa?" Tanya Sharllote penasaran. Nathalie mengangguk paham. "Azel sudah menikah, Zavier tidak akan suka kalau istrinya menjadi pusat perhatian." "Oh, begitu yah." Ucap Sharllote. Ia bersedih dalam hati, kenapa Zavier membuat Azel berhenti? Kenapa dia tidak suka Azel menjadi pusat perhatian? Apa Zavier cemburu? Secepat itu perasaan tumbuh? Batin Sharllote bertanya-tanya. Zavier melirik jam di tangannya, "Mau pulang kapan?" Ia mengulangi pertanyaannya di awal. "Aey, ngusir." "So, when?" "Sekarang aja deh, udah siang juga." Jawab Sharllote. Ia meraih tas miliknya, "Tante, aku pamit pulang yah," pamitnya sembari memeluk Nathalie. "Iya, hati-hati yah..." "Pasti, daah!" Sharllote pun berlalu bersama Zavier. Nathalie bahkan belum sempat menanyakan Azel yang tidak ikut turun. Ia pun memutuskan untuk mengeceknya sendiri. Sedangkan di luar sana, Zavier sudah mulai melajukan mobilnya keluar dari dalam pekarangan rumahnya. Dulu dirinya dan Sharllote bertetangga, namun setelah memasuki sekolah menengah pertama, mereka harus berpisah karena keluarga Sharllote harus berpindah tempat tinggal. Mobil mulai memasuki jalan raya, Zavier mulai menambah kecepatan laju mobilnya. "Za," Panggil Sharllote. "Hn?" Sharllote memandang sahabatnya itu. "Kamu bahagia?" "Maksudmu?" "Emh, k-kamu kan dijodohkan tuh, apa kamu bahagia?" Tanya Sharllote. Zavier hanya melirik Sharllote sekilas, tanpa memberikan jawaban. Ia tidak tahu harus mengatakan apa. Dia tidak sedih, juga tidak bahagia, hanya seperti biasanya saja. "Za, jawab dong..." Paksa Sharllote yang terlihat sangat penasaran sejak awal. Zavier mengangkat bahu tak tahu. "Biasa aja," Sharllote menganga mendengar jawaban simple itu, "Are you human?" Zavier tersenyum tipis. "Why? I'm not sad, but i'm not really happy. Just yeah, like this, still alive." Ucapnya. Sharllote benar-benar tak habis pikir dengan apa yang Zavier katakan. Apa pria itu sadar bahwa dirinya telah menikah? "Za, kamu udah nikah loh, ini bukan perubahan kecil di kehidupan kamu." Ujar Sharllote. Zavier mengangguk paham. "I knew it," "Tapi kok bisa sesantai ini?" "Aku belu ngerasain perubahan yang signifikan, jadi gak ada yang harus aku khawatirkan atau panik." Ucap Zavier. Sharllote menepuk jidatnya heran. Lalu menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan peralahan. "Okay, kamu ada perasaan gak buat Azel?" "Nope." Sharllote tersenyum tipis. "Emh, ada niat untuk jatuh cinta ke dia?" Zavier terkekeh pelan. "Gak ada yang tahu kita akan jatuh cinta atau enggak, hati itu gak bisa diprediksi." Ucapnya. "Terus, kamu lagi suka sama seseorang gak?" "Enggak." Sharllote menghela nafas kecewa. Pantas saja pria itu terlihat santai, karena ia sedang tidak menyukai gadis manapun, jadi tidak patah hati saat dijodohkan. "Za, kamu serius sama pernikahan kamu? Hampir semua orang membicarakan pernikahan kalian yang mewah," ucap Sharllote. "Kamu tahu sendiri, aku gak pernah main-main dalam setiap hal yang sudah aku putuskan." Ujar Zavier. Sharllote menyandarkan kepalanya ke kaca mobil. "Kalau misalkan ada orang yang tiba-tiba bilang suka sama kamu, gimana?" Zavier terlihat menahan tawanya. "Imposible. Kecuali mantan-mantan aku pada muncul lagi," ujarnya bercanda. "Aku suka kamu." Ucap Sharllote. Zavier diam. "A-aku serius. Aku suka kamu lebih dari teman." Tambahnya. "I know." Ucap Zavier. Mata Sharllote membulat sempurna, ia langsung menatap Zavier. "A-apa? K-kamu tahu?" Zavier mengangguk. "Sejak kapan?" "Lama." Sharllote menghela nafas pasrah, jadi selama ini Zavier mengetahui perubahan pada perasaannya dan lebih memilih untuk mengabaikan hal itu. Ck. "Terus kenapa kamu pura-pura gak tahu?" "Karena aku gak mau kehilangan seorang adik. Kamu tahu, i love you, i really do. Tapi cinta dan sayang yang berbeda." Jelas Zavier. Sharllote tersenyum hambar. "Ya udah, aku bisa apa." Ucapnya. Zavier mengusap kepala Sharllote pelan. "Kamu pasti menemukan pria yang jauh lebih baik," "Tapi hati aku cuma mau yang aku mau. Setiap kali kamu punya pacar, aku selalu berusaha buat buka hati, tapi susah bapernya." Keluh Sharllote dengan ekspresi sedihnya. "Sorry," ucap Zavier. Sharllote mengangguk pasrah. "That's okay, tapi kita tetep sahabatan kan setelah aku bilang ini?" "Tentu." Sedih, tentu saja. Bagaimana bisa tidak sedih saat menerima penolakan. Sehalus apapun caranya, penolakan tetaplah menyakitkan. "Beruntung banget Azel dijodohin, ck." Zavier hanya diam dan fokus pada jalanan. "Aaah aku butuh minum alkohol..." Ucap Sharllote. "Kalau mau minum, lakuin di rumah, jangan di bar apalagi sampai masuk club sendirian." Ujar Zavier memperingatkan. "Temenin dong, aku galau karena ditinggal nikah kamu!" Zavier menggelengkan kepalanya seraya berhenti di depan gerbang rumah sang sahabat. "Udah sampe," Ucap Zavier. Sharllote melepas seatbeltnya, namun ia tidak langsung turun. Hanya duduk sembari menatap Zavier dengan sedih dan mata yang sudah berkaca-kaca. "Come here." Ucap Zavier. Sharllote langsung berhambur memeluk Zavier dan menangis sekencang-kencangnya. "Aaaa... M-masih belum rela kehilangan kamu, h-harusnya kamu tunggu aku nikah duluan biar gak sesedih ini..." Ucap Sharllote. Zavier hanya diam sembari mengelus punggung Sharllote. Mereka menyudari pelukan itu. Sharllote langsung menghapus sisa air matanya. "Aku pulang yah, bye!" "Bye." Ucap Zavier. Sharllote menatap Zavier. "Ada apa?" "Can you, give me a kiss?" Tanya Sharllote. "No." Tolak Zavier. "Why? Apa karena Azel?" Zavier menggelengkan kepalanya. "Aku gak pernah mencium seorang teman. Dan kamu, aku tahu kamu memiliki rasa yang lebih, but sorry... I can't." Sharllote menunduk sedih. "Okay, bye!" Ia pun berlalu keluar dari dalam mobil. Zavier tidak tahu harus melakukan apa, dia tidak memiliki perasaan apapun pada sahabatnya itu. Zavier melajukan mobilnya dan kembali pulang. ***** Nathalie kebingungan melihat Azel yang mulai menangis ketika membicarakan tentang pekerjaannya sebagai model dan selebgram yang sesekali menerima endorse barang ataupun makanan. "Sayang, no... Don't cry," Ucap Nathalie yang sedang berusaha untuk menenangkan menantunya yang merasa sedih. Mereka duduk di tepi tempat tidur, Nathalie yang pergi untuk mengcek Azel, ternyata menantunya itu sedang duduk kebingungan di tepi tempat tidur. Akhirnya merekapun mengobrol hingga Azel menangis. "Bunda... Orang tua aku selaku support aku, harusnya aku belajar hal yang berkaitan sama bisnis Papah tapi--... Tapi otak aku sakit kalau kebanyakan mikirin angka," Ucap Azel disela tangisnya. Nathalie tersenyum, ia paham apa yang menantunya itu rasakan. "Hey, udah yah jangan nangis. Kamu anak yang baik, sangat baik. Kamu bahkan menerima perjodohan ini dan mau melepas pekerjaan kamu sebagai model." Ucap Nathalie. Azel mengusap sisa air matanya, ia merasa tidak enak karena sebenarnya ia tidak melepas pekerjaan itu. Ia bahkan telah menerima tawaran dari sebuah brand pakaian terkemuka. "A-aku mau Mamah bahagia, kata Papah, Mamah gak akan bisa sembuh total. K-keadaan Mamah makin memburuk, dia harus bergantung pada obat-obatan... Dan Mamah sangat bahagia saat aku menikah kemarin," ucap Azel. Nathalie mengangguk paham. Dan, Ceklek. Zavier yang baru saja kembali langsung kebingungan. "Bunda, kalian berdua lagi ngapain?" Tanyanya. "Jangan banyak tanya, sini tenangis istri kamu. Dia lagi sedih, kangen Mamahnya." Ujar Nathalie. Zavier menghela napas pasrah dan menurut. Ia berjalan menghampiri Ibu dan juga istrinya yang masih sesenggukan. "Kenapa?" Tanya Zavier pada Azel. Nathalie menatap tajam putra tunggalnya itu. "Yang smooth dong," ucapnya dengan kode. Lalu Nathalie berdiri, "Bunda tinggal yah, kamu tenangin istri kamu ya Za," Selepas kepergian sang Ibunda, Zavier duduk di samping Azel yang menepuk-nepuk dadanya karena terasa sedikit sesak. "Cengeng." PHAK! Azel memukul mulut Zavier. "Awsh... Baru sehari udah KDRT." Ucap Zavier. "Bodo amat! Sesek nih," Ujar Azel. Zavier berdiri dan mengambil segelas air di atas meja. "Ini, minum." Ucapnya. Azel menatap gelas itu. "Aman gak tuh?" Zavier meneguk air tersebut. "Malah diminum!!" Azel langsung merebut gelas tersebut dan menegak airnya hingga tandas. Zavier berdiri menatap Azel yang ternyata hanya memakai tanktop saja. "Pakai baju yang benar." Azel langsung memalingkan tubuhnya seraya menarik bagian ddadanya ke atas. "Liat apaan tadi?!" "Kecil mana keliatan." "Ya!!" Kesal Azel. Zavier mengambil gelas yang sudah kosong dari tangan Azel. "Kenapa nangis?" Azel melirik suaminya itu sekilas. "I miss my parents." "Model? Kamu bicara tentang itu juga?" Azel mengangguk. "Cuma sedikit," "Oh ya?" Azel kembali menganggukkan kepalanya. "Kenapa natapnya gitu sih? Biasa aja dong, orang aku gak ngasih tahu kamu yang maksa--" "Kasih tahu, harusnya kamu kasih tahu." Ucap Zavier seraya melipat tangan di depan d**a. Azel bingung. "Bunda udah tahu kalau aku yang minta kamu buat berhenti. Aku gak mau istri dari seorang Zaviero Madiston menjadi pusat perhatian dengan tatapan yang, kau tahu banyak pria yang messum di dunia ini." Ucap Zavier. "Aku udah beberapa kali ikut fashion week dan semua baik--" "Dan ya, hapus foto-foto kamu yang terlalu terbuka dari instagram." Potong Zavier. Azel berdiri dari duduknya. "Kok gitu!!" "Kamu gak perlu posting dengan swimsuit or bikini, harusnya kamu malu dong sebagai perempuan." Ucap Zavier. "Itukan cuma foto..." Kata Azel pelan. Zavier menarik dagu Azel, membuat gadis itu menatap mata tajamnya. "Make it simple, hapus." "Lagian kenapa kalau banyak yang liat? Kamu cemburu?" Tanya Azel. Zavier terkekeh pelan. "Aku cuma menjaga apa yang telah menjadi milikku. Kamu istri aku." Azel mendengus kesal dan pergi ke kamar mandi. Zavier mengikutinya, lalu berdiri di depan pintu kamar mandi. "Kamu harus mulai memposisikan diri sebagai istri dari seorang Zavier. Jangan sampai ada orang yang mengingat diri kamu karena pakaian seksinya." Ujar Zavier. "BAWEEEEL!!" Sahut Azel dari dalam. Zavier pun memutuskan untuk pergi ke ruang kerjanya. ***** Bersambung... Semoga suka... Jangan lupa komentarnya seyyeng... Ajak juga yah temen-temennya((:
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD