BAB 16

923 Words
Zio masuk ke dalam sebuah restoran 24 jam seorang diri. Karena sekarang ia sudah tak tinggal di rumah orangtuanya dan tinggal sendiri, sekarang Zio harus melakukan semua kebutuhannya sendirian. Karena Zio tidak bisa masak, jadi malam ini ia memutuskan untuk makan di luar sendirian. Setelah memesan makanan, Zio membuka ponselnya dan membalas chat-nya dengan Raya. Fabrizio : Iya, aku sekarang mau makan. Tadi nggak sempet makan malam sama mami dan papi, jadinya sekarang makan sendirian deh, pami sama papi kayaknya udah tidur. Raya : Ohiya udah. Nanti aku masakin Kak Zio lagi deh. Zio menarik sudut bibirnya membentuk senyum tipis. Fabrizio : Iya Sayang. "Zio?" Pria itu mendongak, menatap seseorang yang baru saja memanggilnya. Kelly duduk begitu saja di depan Zio, tanpa meminta izin. "Tante Ely udah cerita." Perempuan itu tersenyum penuh arti. "Kamu bertindak terlalu jauh, Zio." "Saya nggak nyuruh kamu duduk," ucap Zio datar. Kelly hanya tersenyum, ia mengangkat tangannya lalu memesan makan yang serupa dengan Zio. Zio menatap Kelly tidak suka. "Kamu ngikutin saya?" tanyanya penuh curiga. Kelly menggeleng. "Aku liat kamu nggak sengaja, makanya aku nyamperin kamu karena aku liat kamu sendirian," ujarnya. Sebenarnya Kelly sedang berada di butik tepat di sebrang restoran ini. Kelly tidak sengaja melihat Zio memasuki restoran ini sendirian. Pesanan mereka datang bersamaan. Terlalu lapar, Zio memakan makanannya tanpa mempedulikan Kelly yang juga makan di hadapannya. Zio sebenarnya risih, ia ingin cepat-cepat pergi dari sini. Sesaat, Zio menyesali keputusannya makan di restoran ini. Pria itu meraih ponselnya ketika sebuah pesan masuk. Raya : Kak Zio dimana? Zio terdiam sesaat sebelum membalas. Ia belum memberitahukan perihal dirinya di usir dari rumah. Zio tidak ingin membuat Raya khawatir. Raya juga pasti akan merasa bersalah atas kejadian ini. Zio berpikir untuk tidak memberitahukan dulu masalah ini kepada Raya. Fabrizio : Di rumah, kan lagi makan. Kenapa emangnya? Kangen ya? ;) *** Raya berjalan dengan santainya. Menyusuri trotoar yang padat pengguna jalan. Aneu menyuruhnya untuk membawakannya charger karena malam ini Aneu bekerja shift malam. Raya melangkahkan kakinya memasuki restoran tempat Aneu bekerja. Gadis itu langsung menemukan Aneu sedang berdiri di depan meja kasir. "Ibu?!" panggil Raya. Aneu menoleh, ia kemudian berjalan mendekati Raya yang tengah berdiri beberapa langkah dekat pintu. "Ini chargernya." Aneu mengangguk lalu menerima plastik yang disodorkan Raya. "Dela lagi ngapain?" tanya Aneu. "Tadi kayaknya belajar." Aneu mengangguk. "Bagus. Jangan ganggu Dela, biar dia fokus sama ujiannya." Raya mengangguk. "Ngapain masih di sini? Ibu banyak kerjaan, sana pulang!" ujar wanita itu lalu berjalan meninggalkan Raya. Raya mengedarkan pandangannya ke dalam restoran. Aneu sudah lama bekerja di sini, tapi ia baru kali ini datang ke sini. Gadis itu mengerjapkan matanya, lalu memincing saat mata indahnya menangkap seseorang yang tidak asing. Kak Zio? Raya merenyitkan dahinya, ia penasaran mengapa Zio berada di sini bersama ... Kelly? Raya melangkahkan kakinya keluar, lalu duduk di depan halte sambil menatap ke arah restoran. Karena Zio dan Kelly duduk di dekat jendela, jadi Raya bisa melihatnya dengan jelas dari luar. Jari gadis itu mengetikkan sesuatu di ponselnya. Raya : Kak Zio dimana? Fabrizio : Di rumah, kan lagi makan. Kenapa emangnya? Kangen ya? ;) Raya menggigit bibir bawahnya. Zio bohong kepadanya. Jelas-jelas itu Zio sedang makan malam bersama Kelly. Matanya mendadak memanas. Raya : Oh iya, Kak. Raya tidak dapat menahan air matanya untuk tidak menetes, hingga akhirnya meluruh bersamaan dengan turunnya hujan. Raya menundukkan kepalanya dan meremas ponselnya. Seharusnya Raya tidak boleh menangis seperti ini. Zio mengatakan padanya kalau hanya ia satu-satunya perempuan yang Zio cintai. Harusnya Raya mengerti, mungkin kebersamaan Zio dan Kelly adalah suruhan ibunya Zio. Ya, seharusnya Raya mengerti. Hujan yang turun tidak terlalu deras, bisa dibilang kecil. Namun tetap saja Raya kebasahan meski sudah meneduh di halte. Sebuah klakson mobil terdengar di depannya, membuat Raya terlonjak kaget, ia mendongak. "Raya? Kamu ngapain di situ?" tanya seseorang dari dalam mobil, setengah berteriak. "Kak Vino?" gumam Raya. "Habis dari sana." Raya menunjuk restoran di belakangnya. "Masuk sini," titah Vino. Raya diam, ia menunduk lalu menangis lagi. Hal itu menarik perhatian Vino, membuat pria itu keluar dari mobilnya dan menghampiri Raya. Vino mengusap sisi lengannya yang basah ketika ia sampai di depan Raya. "Kamu kenapa nangis? Ada yang jahatin kamu?" tanya Vino. Raya mengusap air matanya, gadis itu menggeleng pelan. "Nggak pa-pa." Vino memiringkan kepalanya. "Mau saya anterin pulang? Atau lagi nunggu Zio jemput?" tanya Vino. Raya masih tetap bungkam. Mendengar nama Zio membuat hati dan matanya kembali memanas. Raya ingin menangis, namun sebisa mungkin ia harus menahan tangisnya karena masih ada Vino. "Kak Vino?" "Ya?" "Tadi meeting sampai jam berapa?" tanya Raya. Vino menaikkan sebelah alisnya. Pria itu keheranan namun tetap menjawab pertanyaan Raya. "Sampai sore. Emang kenapa?" Raya menggeleng. "Aku pulang duluan ya." "Saya anterin, Ray." Gadis itu menggeleng lagi. "Nggak usah," ucapnya lalu buru-buru pergi menerobos hujan yang masib turun. Raya ingin menangis lagi sekarang tapi biarkan hujan menyamarkan tangisnya. *** "Kamu akan tetap pilih gadis SMA itu ketimbang pilihan mami kamu sendiri?" Zio menghela napas untuk kesekian kalinya. "Saya udah jawab itu." "Sejauh apa pun kamu pergi sama dia, pada akhirnya kamu akan tetap bersamaku, Zio. Kamu lupa? Kita dijodohkan, lho," ujar Kelly dengan senyum menghiasi bibirnya. "Saya nggak pernah mengiyakan perjodohan itu." "Tapi perjodohan ini akan tetap ada." "Terserah." Zio berdiri, hendak pergi. Hal itu membuat Kelly juga ikut berdiri. "Kamu lebih milih bersama dia tapi gadis itu bakalan celaka atau kalian berpisah dan gadis itu akan baik-baik saja?" Zio menghentikan langkahnya, pria itu mengepalkan tangannya. Zio berbalik, seringai kecil menghiasi bibirnya. "Kamu ngancam Saya?" Kelly mengedikkan bahunya. "Pilih yang mana, Zio." "Jangan pernah kamu sentuh Raya sedikit pun, atau kamu akan tau sendiri akibatnya!" ujar Zio seraya menatap Kelly dengan tajam. Perempuan itu malah menyunggingkan senyum. "Kita liat aja nanti, Zio. Itu semua tergantung sikap kamu sama aku." Sebelum Zio pergi, perempuan itu pergi lebih dulu. Zio mengepalkan tangannya dan tatapan matanya tajam. Ia tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti Raya, termasuk perempuan itu! ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD