13. Dia?

1261 Words
Di sebuah kontrakan sederhana, Andara tengah sibuk mengajari putri cantiknya berhitung. Wanita itu sangat senang melihat antusiasme Sela yang selalu berlebihan ketika berhasil menjawab soal yang diberikan olehnya. “Sela bisa!!” Gadis itu memekik senang membuat Andara ikut tersenyum. Andara tak menyangka jika putra semata wayangnya bisa menjaga Sela sejak bayi hingga sebesar ini. “Kakak kok belum pulang Mama?” Pertanyaan itu membuat lamunan Andara buyar. Wanita itu segera menatap sang putri. “Kan Kakak kerja, Dek,” sahut Andara sedikit ragu. Memang sejak bekerja dengan Tuan yang baru, putranya itu menjadi sering pulang terlambat. Bahkan pernah tak pulang karena harus menjaga anak majikannya seharian. Memangnya, gadis yang dijaga itu anak TK? Tok! Tok! Suara ketukan pintu membuat Andara segera beranjak. Wanita itu tak tau siapa yang bertamu ke tempatnya malam-malam. Cklek! “Ya?” Kening Andara menukik saat melihat seorang pria berada di depan pintu kontrakannya. “Apa benar disini tempat tinggal Ralpheus?” “Benar. Ada apa ya?” tanya Andara tak sabaran. Dia takut terjadi sesuatu dengan anaknya yang tak ada dirumah. Pria tadi tak menjawab. Dia memberi kode kepada temannya lewat tatapan mata. “Kami ingin memberikan sesuatu untuk orang tua dari Ralpheus,” sahut pria satunya menjulurkan sebuah kotak berukuran besar. “Dari siapa?” tanya Andara tanpa berniat menerima kotak tersebut. Kedua pria tadi tak menjawab namun langsung meletakkan kotak tersebut di lantai. Setelah itu keduanya berlari kencang meninggalkan kontrakan. Sementara Andara dibuat bingung dan penasaran secara bersamaan. Tekadnya bulat untuk membuka kotak tersebut. Setelah kotak terbuka, matanya menangkap sebuah pigura usang yang sangat dikenalinya. Deg! Nafas Andara tercekat setelah melihat sosok yang ada dalam gambar itu. Air matanya berlomba untuk turun namun tak diizinkan oleh sang empu. “Dia ....?” “Ma? Ngapain malem-malem diluar?” Seruan dari arah luar membuat Andara tersadar. Bahkan ia tak mendengar suara motor Ralph yang berhenti di depan pintu. Segera Andara memasukkan pigura itu kedalam kotak seperti semula. Ralph bingung melihat Mamanya yang terlihat panik setelah ia menginterupsi. Rasa penasaran semakin membuncah kala Mamanya memunguti sesuatu dan memasukkan kedalam sebuah kotak besar. “Apa itu, Ma?” tanya Ralph penasaran. “A—ah bukan apa-apa. Ayo masuk. Mama udah masakin kamu oseng tahu tempe,” ajak Andara mengalihkan. Mendengar kata 'oseng tahu tempe', Ralph seolah melupakan pertanyaan yang sejak tadi ada dalam benaknya. Pemuda itu langsung berlari masuk karena ingin membersihkan diri terlebih dahulu. Andara hanya mampu tersenyum melihat tingkah anaknya. Setelah itu, ia langsung menatap langit-langit malam yang terlihat cantik karena banyaknya bintang. “Bagaimana kabarmu dengan dia? Aku ... Merindukan kalian ...” ucap Andara pelan. Dari balik pintu, Sela menatap Mamanya penasaran karena wanita itu berbicara dengan langit. *** Ralin tak henti berdecak kala mendapat wejangan dari Mores. Ingin sekali gadis itu berlalu namun takut kena getok kepalanya. “Kamu denger gak, apa yang Papi ucapkan?” gertak Mores geram. “Papi kenapa sih? Gak capek pidato terus?” Mendengar ucapan putrinya, Mores langsung menggertakkan giginya sebal. “Kalau kamu ngelawan terus, Papi gak akan ijinin sahabat-sahabat kamu kesini lagi,” putus Mores membuat mata Ralin melotot. “Pi!” “Kalau perlu nanti Papi kirim kamu keluar kota tinggal sama Ralph.” Lanjut Mores tanpa memikirkan perasaan sang putri. Wajah Ralin tertekuk karena ancaman itu semakin tak manusiawi. Memikirkan tinggal dengan si udik membuat Ralin bergidik. “Nurut atau Papi buang kamu tinggal sama Ralph,” tegas Mores kemudian berlalu pergi. Ralin mengambil ponselnya kemudian mengetikkan sesuatu untuk seseorang yang membuatnya dongkol. Besalus Heh! Lo pake jampi-jampi apa ke bokap gue?! Di sebrang sana, Ralph yang akan menyelam ke alam mimpi langsung terbangun saat mendengar notifikasi dari ponselnya. Tangannya terulur mengambil lalu mengecek siapa yang mengirim pesan malam-malam seperti ini. Bibirnya membentuk senyuman karena senang namun bingung dengan maksud gadis yang mengiriminya pesan. Tak berniat membalas, Ralph kembali meletakkan ponselnya dan memejamkan mata dengan posisi w******p yang menetap. Karena Ralph bertujuan ingin membuat Ralin dongkol. Satu menit ... Dua menit ... Tiga puluh menit ... Mata Ralin membola karena sudah 30 menit namun tak kunjung ada balasan, ditambah lagi tertera online pada kontak Ralph. “Sialann banget si besalus. Dia sengaja pengen gue caplok besok pagi,” ujarnya bersungut. Ponselnya ia lempar ke queen-size kesayangan kemudian menelungkup sembari meremas sprei. *** Tok! Tok! Ralph melirik jam sederhana yang melingkar pada pergelangan tangannya. Jam 6 pagi ini dia sudah berada di depan gerbang istana Millano. Sudah 5 menit ia mengetuk serta membunyikan bel rumah namun tak ada sahutan. Wajar saja karena ruang keluarga berada di lantai 6. Namun, apa tidak ada ART yang bertugas membuka pintu? Cklek! Seorang ART membukakan pintu sembari meminta maaf karena posisi mereka sedang sibuk dengan aktivitas masing-masing. Ralph masuk menuju ruang tunggu karena tujuannya hanya menanti Ralin turun. Tak lama terdengar langkah kaki mendekat. Dilihatnya dari ujung pintu, Ralin menatap kearahnya dengan raut yang mengerikan. Tanpa sadar Ralph meneguk ludahnya kasar. Entah apa kesalahannya kali ini sehingga membuat wajah gadis cantik itu terlihat sangat horor. “Class, ayo berangkat,” ajak Ralph mengalihkan. Ralin tersenyum smirk kemudian berjalan santai kearah Ralph yang menantikan kehadirannya. Ralph tak menyadari jika tangan itu sudah mengambang di sebelah kepalanya. Dugh Keduanya membolakan mata saat menyadari jika posisinya tidak menguntungkan bagi keduanya. “Arrrgghhhh ....!!!!!!” Ralph berteriak kala tangan Ralin sudah menjambak rambutnya dengan brutal. “Class! Sakit woi!!!” ujar Ralph ditengah teriakannya. “Bodo amat! Itu karena lo semalem gak bales pesan yang gue kirim,” cetus Ralin melupakan jika posisinya saat ini berada diatas badan Ralph. Keduanya terguling saat Ralin akan menendang pemuda itu. “KALIAN NGAPAIN???!!!!” Pekikan itu membuat Ralin maupun Ralph tersadar. Jdugh “Arrrgggghhhhhh apes banget kalau sama lo!” sentak Ralin karena jidatnya berbenturan dengan Ralph. “ Diem dulu!” Ralph yang tadinya akan bangkit langsung mengurungkan niat karena wajah Ralin sudah seperti lampor. “Brisia ulang, kalian berdua ngapain?” tekan Brisia seraya berkacak pinggang. “Gak ngapa-ngapain,” sahut Ralin langsung. Ia tak mau sahabatnya berpikiran macam-macam. Namun setelahnya ia mendelik karena jawaban Ralph. “Seperti apa yang udah lo pikirin,” jawab Ralph santai. “Sialann lo besalus! Lo kalau ngomong enak banget heh!” geram Ralin menjambak rambut tebal itu dengan brutal hingga sang empu berteriak karena kesakitan. Brisia yang menyaksikan itu hanya bisa terdiam karena sifat sahabatnya terlihat berbeda. Ralph hanya mampu berteriak pasrah karena ia merasa rambutnya akan terlepas. Bahkan saat ini, Ralph sudah merasakan semriwing pada kulit kepalanya. Mores yang baru saja turun ke lantai dasar dibuat bingung dengan tingkah putrinya. Ralin seakan seperti menemukan kebahagiaan baru meksipun harus melukai orang lain terlebih dahulu. “Alin, lebih baik kamu segera berangkat daripada terlambat.” Seruan itu membuat kegiatan Ralin terhenti. “Terima kasih sudah membantu saya lepas dari jeratan singa, Tuan Mores,” ujar Ralph lega. Mores yang mendengar itu langsung menaikkan sebelah alisnya bingung. “Siapa yang membantumu? Saya hanya tidak ingin anak saya terlambat,” alibi Mores padahal sejujurnya ia kasihan dengan pemuda itu. Sudah miskinn, tersiksa pula. Begitu pikir Mores. “Class ayo cepet. Lo gak mau terlambat kan?” Tanpa memberi jawaban, gadis itu berlari keluar menuju motor yang akan mengantarkannya ke sekolah tercinta. “CEPETAN BESALUS!!!!” Teriakan itu membuat Ralph langsung berpamitan dengan Tuannya sebelum terkena amukan. Sementara Brisia hanya mampu menghela malas. “Anak Papi sana berangkat. Nanti kamu terlambat,” usir Mores kepada sahabat anaknya yang sudah seperti anaknya sendiri. Dengan langkah gontai, Brisia keluar dari istana mewah itu. Ia sedikit dongkol karena tujuannya harus sia-sia karena yang dijemput nyatanya pergi dengan orang lain. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD