Di sebuah ruangan yang lumayan luas, Mores mengadakan rapat bersama para petinggi di perusahaannya. Pria itu menatap kondisi Ibukota dari lantai 30 gedung perkantoran miliknya. Sementara di meja, masing-masing ketua divisi dengan sabar menunggu pengumuman yang akan diinformasikan oleh sang bos.
“Saya akan memindahkan kantor pusat ini ke New York dalam waktu dekat. Seluruh karyawan sangat diharapkan untuk ikut kesana. Kalian bebas jika ingin memboyong anggota keluarga karena masing-masing karyawan sudah dipersiapkan untuk tempat tinggalnya,” ucap Mores datar.
Seluruh ketua yang hadir disana langsung membelalakkan matanya karena kaget. Bos mereka yang satu ini memang tidak pernah main-main jika sedang mengambil keputusan.
“Apa anda yakin, Tuan?” tanya Aksa sekali lagi. Takutnya jika sang bos menyesal dan kembali lagi ke Indonesia.
“Saya sudah yakin. Aksa, saya percayakan segala persiapan disini padamu. Besok pagi saya akan berangkat terlebih dahulu bersama putri saya karena pengobatan disini kurang memadai,” ujar Mores dengan nada bicara menyendu.
Mereka yang tadinya kaget, langsung berubah sedih kala bosnya itu sudah menyangkut pautkan tentang anaknya. Sebagai orang tua tunggal, perjuangan Mores memang tidak pernah main-main.
“Beri saya waktu untuk menghubungi keluarga saya, Tuan,” ucap Marcell ketua divisi keuangan.
“Silahkan.”
Dirasa rapat selesai, Aksa langsung membubarkan para ketua divisi. Mores sedikit menyingkir karena ingin memberikan kabar kepada seseorang di sebrang sana.
***
Dua orang gadis kini memasuki sebuah apartemen yang letaknya sedikit jauh dari pusat kota. Salah satu dari gadis itu cekikikan setelah mendengar cerita dari sahabatnya.
“Gue seneng banget pas tau kalau mereka akhirnya pisah,” ujar Diah dengan senyum yang tak bisa ditahan.
“Apalagi gue yang langsung bisa menikmati hasilnya?” timpal Aurel senang.
Diah mendengus menyetujui ucapan Aurel. Memang benar, rencana yang mereka berdua buat sudah berhasil.
“Lo gak mau bagi tuh orang?” Diah bermaksud menggoda Aurel yang masih saja tersenyum.
“Dih?” Aurel menatap sahabatnya miris. Jomblo sih jomblo, tetapi apa harus meminta pacar sahabatnya?
“Bercanda gue!”
***
“Papi, apa gak bisa batal? Bris gak mau jauh dari Ralin, Pi ...”
Mores mengurut keningnya yang terasa pusing karena rengekan gadis tersebut. Sebenarnya Mores pun tidak tega membawa Ralin pergi jauh. Namun jika itu hal terbaik, bagaimana?
“Maafin Papi, ya? Ini demi kebaikan Ralin kan ...”
Tak lama setelah itu Aksa datang diikuti beberapa Bodyguard kepercayaan Mores. Dengan bantuan pria 35 tahun itu, Brisia berhasil dicekal supaya tidak memberontak terus-menerus. Di depan ruangan Alvero dan Jeno membantu para Bodyguard menghalau wartawan yang memaksa menerobos untuk mendapatkan kabar terbaru.
Ada apa dengan Ralin?
Bisa dijelaskan kronologi hingga akhirnya memilih pindah?
Tuan Mores kami butuh klarifikasi anda
Brangkar Ralin mulai didorong keluar dari ruangan. Tangan ahli para wartawan sebisa mungkin mengambil gambar gadis yang namanya sedang naik daun tersebut. Sorotan lampu flash benar-benar membuat Mores geram karena mengganggu pandangannya.
“Tolong jangan mengganggu.” Jeno memberi jalan kepada brangkar sahabatnya yang berusaha melewati padatnya kerumunan.
“MINGGIR!” sentak Alvero mendorong salah satu wartawan yang mencoba berlaku curang. Ingin sekali Alvero menghajar mereka satu-persatu.
Akhirnya Mores bernafas lega karena perjalanan putrinya bebas tanpa halangan. Brangkar tersebut masuk ke lift khusus supaya bisa segera sampai ke rooftop karena sudah ada helikopter yang menunggu.
Setibanya di rooftop, angin langsung berhembus kencang karena pergerakan baling-baling helikopter. Atas bantuan Jeno dan Alvero, kini Mores dan putrinya berhasil masuk ke helikopter tanpa ada gangguan.
“Perjalanan akan dilakukan dan arah yang dituju adalah Bandara Halim Perdanakusuma,” ucap Pilot yang matanya fokus ke depan.
“Ya.”
Pilot tersebut meminta Mores untuk segera memasang peralatan supaya bisa segera berangkat.
Sedangkan di rumah sakit ...
“RALIN ... JANGAN PERGI ...!!!’ raung Brisia kala helikopter itu mulai beranjak dari lantai rooftop. Gadis itu ingat betul jika semua yang terjadi karena kesalahan Ralph.
Tubuh Brisia meluruh kala kendaraan yang mengangkut sahabatnya terbang semakin tinggi dan menghilang dari pandangannya.
“Papi ...”
***
Ralph baru saja tiba di rumah bersama Chloe yang masih asik duduk di jok belakang motornya. Wanita itu sepertinya melamun hingga tidak menyadari jika sudah berada di depan tempat berteduhnya.
“Lo gak turun?” Pertanyaan itu membuat Chloe tersadar dan menyunggingkan senyum kikuknya. Segera saja dia turun sembari merapikan rok nya yang tersingkap.
“Maaf aku tadi melamun,” kata Chloe tak enak hati.
“Gak masalah.” Ralph membawa helmnya masuk dan disambut Andara yang sedang membersihkan ruangan.
Andara yang menyadari keberadaan anak dan calon menantunya langsung mempersilahkan kedua orang itu untuk berganti pakaian. Selagi menunggu, Andara menonton televisi yang ternyata sangat membosankan.
“Lihat acara apa, Ma?” celetuk Ralph yang sudah kembali dari kamarnya.
“Ah, belum ketemu ini siaran yang bagus. Pada bosenin soalnya acara gos—”
“Tunggu, Ma.” Belum sempat Andara menyelesaikan ucapannya, Ralph sudah memotong dan kembali menempatkan televisi pada channel sebelumnya.
Pengusaha tambang Mores Millano memutuskan untuk memindahkan perusahaannya di Kota New York, Amerika.
Keputusan itu diambil lantaran anak semata wayangnya yang berstatus sebagai seorang Aktris sakit parah dan membutuhkan perawatan terbaik
Deg!
Dua orang yang berada di ruangan itu terkejut setengah mati. Dua pasang mata itu bisa melihat jika para wartawan berusaha menerobos penjaga yang menghalangi langkah mereka semua. Di tengah-tengah kerumunan itu ada sebuah brangkar yang membawa seorang gadis dengan alat-alat di tubuhnya.
“Class ...” lirih Ralph kala melihat keadaan Ralin di televisi itu tidak baik-baik saja.
Sementara Andara yang menyaksikan itu langsung meneteskan air matanya. Banyak pikiran yang menerka otak cantiknya. Apakah dia?
“Cleon, itu Ralin, kan?”
Dari arah belakang, Chloe melihat tayangan tersebut dengan perasaan yang tak karuan. Dia tidak menyangka jika ketidak hadiran Rab'J di sekolah selama beberapa waktu karena sang princess dalam keadaan kritis.
Ralph tak menggubris pertanyaan itu. Tangannya langsung mengotak-atik ponselnya karena ingin memastikan apa yang ada di televisi adalah salah.
“Ralin siapa?” Pada akhirnya Andara mengeluarkan pertanyaan setelah bungkam beberapa waktu. Dia tentu mengenal nama itu, nama dari seseorang di masa lalunya.
“Ral—”
“Dia pacar Ralph,” sela Ralph dengan suara bergetar.
“APA???” Mata Andara membulat setelah mendengar jawaban dari anaknya.
Baik Ralph maupun Chloe sangat terkejut dengan teriakkan itu. Keduanya heran dengan reaksi berlebihan dari Andara.
***
Seorang pemuda menapakkan kakinya pada sebuah tempat dengan berbagai jenis nisan. Langkahnya mendekati sebuah nisan berbentuk salib yang di atasnya terukir nama seseorang.
“Hai, bro. Gue Dateng lagi buat lo,” ucap pemuda itu.
Sebelum kembali melanjutkan ucapannya, dia terlebih dahulu memejamkan mata seraya berdoa. Setelah itu tangannya mengambil bunga yang sudah ia siapkan sebelumnya.
“Maaf kalau akhir-akhir ini jarang ke tempat lo. Banyak problem yang harus gue kelarin lebih dulu,” ujarnya lagi.
Matanya menatap nisan salib itu dengan sorot sendu.
Reno Adriel Icarus
***