74. Tertegun

1218 Words
Ruang olahraga indoor saat ini terlihat sepi. Hanya ada beberapa murid-murid yang sedang mengisi waktu luangnya dengan bermain bola disana. Saat ini Ralph tengah berada di ruang indoor karena menunggu Zigo yang katanya ingin menyampaikan sesuatu, entah apa itu. Sudah 15 menit Ralph berada disini namun tak ada tanda-tanda Zigo akan segera tiba. Lima menit kemudian Zigo akhirnya tiba setelah menunggu selama 20 menit. Pemuda itu datang membawa dua botol soda dan menyerahkannya satu kepada Ralph. “Thanks,” ucap Ralph membuka botol tersebut dan meminumnya setengah. Zigo berdeham sejenak, “Maaf.” Ralph yang tadinya sibuk menenggak air seketika itu menghentikan kegiatannya. Kepalanya menoleh kearah Zigo dengan sebelah alisnya terangkat. “Maaf buat kejadian waktu itu. Gue emosi pas tau kalau lo hamilin cewek lain. Kita udah temenan lumayan lama dan itu buat pikiran gue terganggu,” sesal Zigo. Nada bicaranya benar-benar putus asa saat mengingat apa yang terjadi saat itu. “Seharusnya gue gak jauhin lo. Karena sebagai sahabat, harusnya gue rangkul lo saat ada masalah.” Ralph tersenyum kecil kemudian merangkul bahu sahabatnya. “Maaf juga udah bikin lo bonyok.” Zigo terkekeh, “Sampai rumah gue dibikin bonyok lagi sama bokap nyokap setelah gue cerita sama mereka.” Ralph mengulas senyum. Dia rindu dekat dan mengobrol seperti ini dengan sahabatnya. Sejak kehadiran Ralin dan Chloe, keduanya menjadi sedikit renggang. “Lain kali qtime lah, udah lama kita gak nongkrong bareng,” ajak Zigo mencairkan suasana. “Boleh.” Ralph mengangguk setuju. Kring ... Kring “Udah masuk sob. Kuy balik daripada dihukum Bu Asih.” Akhirnya kedua orang itu kembali ke kelas karena bel masuk sudah berbunyi. *** Jika kemarin Mores hanya bisa menatap mantan istrinya dari kejauhan, maka sekarang keadaannya berbeda. Dengan berbagai pertimbangan serta keputusan dan saran dari orang terdekatnya, Mores memutuskan untuk menghampiri wanita bernama Resya tersebut. Entah bagaimana caranya. Dan sekarang Mores sudah berada di sebuah pintu sederhana, di depan tempat tinggal Resya. Sedikit ragu untuk Mores mengetuk pintu tersebut. “Silahkan Tuan,” ujar Aksa meyakinkan. Mores mengangguk kemudian mengangkat tangannya bersiap untuk mengetuk pintu. Namun sebelum itu terjadi, pintu sudah terbuka lebih dahulu dari dalam menampilkan seseorang yang mengerjapkan matanya berulang kali. “Siapa?” Suara lucu itu menyadarkan rasa heran Mores. Pria tampan itu menggaruk kepalanya yang tak gatal karena mendadak blank harus berkata apa. “Resya, ada?” Seseorang yang diberikan pertanyaan itu memiringkan kepalanya ke kanan dan kiri. Resya? Otaknya masih mencerna maksud ucapan Mores. “Lesya siapa ya?” Aksa segera berjongkok menyamakan tingginya dengan gadis kecil di hadapannya. “Mama kamu ada?” “Mama Andala?” Aksa mengangguk patah-patah karena tidak mengetahui nama mantan istri bosnya. Setelah mendapatkan anggukan dari Aksa, gadis kecil itu berlari masuk ke dalam rumah. Mores masih mencerna ucapan gadis kecil itu yang menyebut mantan istrinya sebagai Mama. Apa Resya sudah menikah lagi? Harapan Mores dan anaknya akan benar-benar hancur apabila wanita itu sudah menikah lagi. “MAMA ... ADA OLANG CALI MAMA ...!” Bahkan keduanya yang berada di luar bisa mendengar teriakkan gadis kecil itu. Sembari menunggu, Mores dan Aksa duduk di salah satu bangku panjang disana. Mata Mores melihat-lihat suasana sekitar yang terlihat memprihatinkan. Disaat Mores dan Ralin hidup bahagia dengan segala kekuasaan, mantan istri dan salah satu anaknya hidup susah. Tak berselang lama terdengar langkah kaki mendekat, membuat Aksa dan Mores segera menegakkan badannya. “Di depan Mama olangnya.” “Sia—kamu?” Mores menatap wanita di depannya dengan kikuk. Ingin mengucapkan sesuatu tapi lidahnya terasa keluh. “Ehem.” Resya berdeham singkat menyadarkan Mores dari keterdiamannya. “Apa kabar?” “Baik. Ada apa kamu kesini?” judes Resya yang membuat Mores semakin takut. Aksa menyadari jika bosnya sedang gugup, maka dari itu dia sebagai asisten langsung mengambil alih. “Maaf, Nyonya. Saya mewakili Tuan Mores ingin mengatakan jika Tuan saya ingin meminta Nyonya kembali,” tutur Aksa langsung tanpa peduli jika Mores sudah melotot kaget dibuatnya. Resya mendelik karena dua pria yang bertamu itu seakan tak memiliki wibawa karena tiba-tiba mengajak orang balikan. Sudah seperti ABG yang sedang jatuh cinta. “Pertama, saya bukan Nyonya kamu. Kedua, kembali ini maksudnya apa? Bisa dijelaskan secara rinci?” Resya tersinggung karena dipanggil Nyonya sedangkan dia dan bos dari pria yang mengaku sebagai asistennya itu sudah tidak memiliki hubungan. Aksa mengangguk kecil. Wanita dan pria yang saat ini berada dalam pandangannya itu sama-sama keras kepala. Namun Aksa sudah mempersiapkan semuanya sebelum memutuskan untuk berangkat kesini. “Maafkan saya. Tujuan Tuan Mores ingin anda kembali menjadi pendamping karena anak anda dan Tuan saya sedang dalam keadaan kritis saat ini. Mentalnya sedang tidak baik-baik saja dan menurut Dokter yang merawat, anak anda membutuhkan peran Ibunya.” “Saya sudah tau apa yang terjadi dengan anak saya,” jawab Resya tenang sembari melirik kedua pria itu dengan tenang. “Zaman sudah canggih, televisi pun sudah terlampau sering memperlihatkan wajah anda.” Tunjuknya pada Mores. Aksa dan Mores tercengang karena jawaban santai itu. Apa tak ada sedikitpun rasa kasihan dari wanita itu? “Kenapa anda tidak mencari mereka, jika anda sudah tau?” Agaknya Aksa mulai sedikit emosi dengan respon wanita di hadapannya. Sementara Mores tak tau harus melakukan apa. “Lalu kalian berharap saya melakukan apa? Pergi ke Amerika untuk bertemu kalian dan menenangkan anak saya dengan kalimat khas seorang Ibu? Anda berdua pikir, saya crazy rich yang bisa pulang pergi antar negara?” sarkas Resya geram. Dia tau maksud dari pertanyaan Aksa yang mempertanyakan alasan Resya tidak pergi menjenguk anaknya. “A—anda bisa menelepon pihak dari Millano Corp untuk itu.” Resya mendengus. Ternyata setinggi-tingginya pendidikan, tak membuat orang sadar akan pandangan pertama. “Apa kalian pikir, pihak dari Millano Corp akan mempercayai saya jika Ralin anakku? Dari segi penampilan sudah berbeda jauh, yang ada saya didepak dari sana!” Ketiganya terus terlibat obrolan tanpa peduli jika ada satu gadis kecil yang saat ini menatap semuanya bingung. “Mama ini ada apa?” Mores dan Aksa sontak menoleh kearah sumber suara yang berasal dari gadis kecil tersebut. “Kamu sudah menikah lagi, Resya?” tanya Mores khawatir. Resya tak menjawab pertanyaan itu. Tangannya mengusap kepala sang anak dengan lembut. “Kamu masuk dulu, ya? Mama mau ngobrol sama Om dulu.” Paham dengan keinginan Mamanya, gadis kecil itu mengangguk kemudian berlalu dari hadapan ketiganya. “Duduk. Saya akan menjawab apa yang akan kalian tanyakan.” Bak anak kecil yang sedang berhadapan dengan Ibunya, kedua orang dewasa itu menuruti perintah Resya. “Saya sengaja menunggu kedatanganmu kesini, Mores. Bohong jika saya tidak khawatir dengan keadaan putriku. Tapi, sejak kamu mengusirku 12 tahun lalu, aku sudah berusaha untuk tidak peduli dengan apa yang terjadi dengan kalian berdua. Namun sebagai seorang Ibu, rasa khawatir menyelinap begitu saja.” Mores menunduk dengan kedua tangan terkepal. Dia tau sekali mengenai pengusiran yang dimaksud Resya. Sedangkan Aksa tercengang karena baru mengetahui soal ini. “Lalu, dimana suamimu?” tanya Mores memberanikan diri. Resya terkekeh, “Aku tidak menikah lagi, karena aku tau kejadian ini pasti akan terjadi.” “Anak kecil tadi?” Resya mengintip sejenak dari jendela guna memastikan, putrinya mengintip atau tidak. “Aku berharap jika kamu mau menganggapnya anak, jika memang aku harus kembali mengurus Ralin putriku. Namanya Sela, dia berusia empat tahun dan aku mengadopsinya di panti satu hari setelah Ibu panti menemukannya.” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD