BUKAN PEMBUNUH
Happy reading gays!
•••
Lisya bangun jam 5 pagi. Setelah membersihkan tempat tidur, dia langsung bergegas ke dapur untuk memasak.
Seminggu belakangan ini dia yang memasak makanan untuk sang ayah dan dirinya sendiri, karena ART dirumahnya sedang izin.
Ya, hanya ada mereka berdua dirumah ini. Sudah 7 tahun setelah kepergian bunda, rumah ini sudah tidak seperti dulu.
Rumah yang dulunya tempat ternyaman untuk pulang, rumah yang dulu tempat membawa kebahagian, sudah hilang ditelan bumi.
"Bunda apa kabar?"
Dia rindu, ah bukan, dia sangat rindu. Setiap bulan Lisya selalu ke makan Bundanya, mendoakannya semoga bunda selalu bahagia disana, kalian tau? Dia selalu berbincang dengan bunda, sangat menyenangkan.
Tanpa sadar dirinya melamun sambil tersenyum tipis.
Srett.
"Kamu ini gimana si ngepel nya! Yang bener dong! Kalau saya jatuh bagaimana?! Mau membunuh saya seperti yang kamu lakukan sama istri saya, hah?!!"
Bukan, bukan aku yang membunuh bunda.
Lesya menatap sedih kearah sang ayah, lalu menunduk, kepalanya serasa dihantam batu besar, sangat menyakitkan, kejadian hari itu terulang di ingatannya bagai kaset rusak.
Akhh!
Flashback on
Pagi itu, terlihat satu keluarga bahagia sedang melakukan piknik disebuah taman. Sepasang suami istri dan seorang gadis kecil berusia sekitar 9 tahun, mereka tampak menikmati waktu bersama di taman, ah sangat bahagia.
"Bunda ayo kita main bola" ucap Lisya kecil dengan riang.
"Isya sayang, bunda lagi makan, nanti ya main bolanya" Ucap dengan lembut seorang pria paruh baya kepada anaknya. Ronal- ayah Lisya.
Mata gadis kecil itu mulai berkaca-kaca. "Tapi aku maunya sekarang Ayah" Lisya tetap kekeh dengan permintaannya.
Merasa tidak tega melihat anaknya yang sudah hampir menangis, wanita paruh baya yang dipanggil 'Bunda' langsung berdiri dan berjalan kearah putri kecilnya.
"Ayo kita main bola!" Ucap wanita itu sambil mengangkat tangannya yang terkepal, tanda kalau dia bersemangat. Asya- bunda Lisya.
Lisya kecil mengusap matanya, lalu memeluk sang bunda disertai senyuman manis di wajahnya.
"Bunda baik, tidak seperti Ayah" ucap gadis itu sambil menatap sang ayah sinis, agar ayahnya takut.
Ronal dan Asya itu terkekeh ketika melihat wajah sang buah hati. Bukannya terlihat galak, wajah putri kecilnya itu malah sangat menggemaskan dimata mereka berdua.
"Kok gitu, ayah baik loh, kan selalu beliin Isya mainan" Ronal membela dirinya sendiri.
"Eh, iya juga, Ayah tidak jadi jahat, Ayah baik seperti Bunda" ucap Lisya polos sambil tersenyum manis.
Mereka pun tertawa melihat kepolosan anaknya ini.
"Ya sudah, Isya jadi tidak main bolanya?" Tanya sang bunda.
Lisya mengangguk semangat. "Jadi dong Bunda"
Gadis kecil itu bermain bola dengan sangat gembira bersama bunda nya, sedangkan Ronal sang ayah sedari tadi menatap istri dan anaknya dengan tatapan penuh kasih sayang.
"Bun, bunda" panggil Ronal ke sang istri.
Mereka berdua menghentikan permainan itu sebentar.
"Kenapa ayah?" Tanya Asya.
"Ayah mau beli minum dulu disitu" Ronal menunjuk pedagang minuman yang berada tidak jauh dari mereka. "Kalian disini dulu ya"
"Okeh ayah" ucap Lisya sambil memberikan dua jempolnya ke sang ayah.
Karna gemas dengan anaknya, Ronal pun mengusap rambut gadis kecil itu lalu mencubit pelan pipi gembulnya sebelum pergi dari sana. Sedangkan Lisya hanya bisa cemberut melihat kelakuan ayahnya.
"Ayo lanjut mainnya"
Dukk
Lisya menendang bola itu terlalu kencang sehingga bola itu memantul jauh kearah jalanan, untung saja jalanan itu sepi.
"Bunda, ayo kita ambil bolanya"
Gadis kecil itu menarik tangan Bunda nya pelan. Mereka berjalan kearah jalanan guna mengambil bola.
Saat mengambil bola itu, Lisya melihat sebuah motor melaju cepat kearah mereka. Dia yang panik kala motor itu semakin dekat pun langsung mendorong Bunda nya kearah depan agar tidak tertabrak.
Tinnnnnnnn!
Bruk
Tapi kejadian naas menimpa bundanya.
Wanita itu, malah tertabrak sebuah mobil yang juga melaju cepat di depan sana.
Semuanya terjadi begitu cepat.
Seorang pria berlari cepat kearah wanita yang sekarang sudah terbaring diatas jalanan dengan darah yang terus-menerus keluar dari kepalanya.
"I-sya b-bunda uhukk bunda s-sayang k-kamu" Asya berkata lirih ke sang anak sebelum dia menutup matanya.
"Sayang, buka mata kamu! aku mohon, jangan tutup mata kamu!" Ronal berteriak khawatir, dia menggerakkan tubuh istrinya yang sudah terkapar lemah didekapannya.
Dia menatap sang istri dengan mata yang sudah memerah, ingin menangis. Lalu dia beralih menatap sang anak yang terduduk tatapan tajam.
"Kamu pembunuh! Kamu membunuh istri saya"
Lisya kecil menggigit bibir bawahnya untuk menahan ringisannya ketika merasakan sakit di kakinya.
"A-aku, b-bukan..aku hiks b-bukan p-pembunuh"
Flashback off
"ENGGA BUKAN AKU YANG BUNUH BUNDA! BUKAN, BUKAN AKU AYAH, aku bukan pembunuh" lirih gadis itu diakhir kalimatnya.
Dia memegangi kepalanya yang semakin sakit.
"Tapi kenyataannya kamu memang pembunuh!" Ucap sang ayah tajam.
Bruk
Akhirnya kesadaran gadis itu hilang, dia pingsan karena tidak kuat menahan sakit.
•••
Tandai typo, next ngga nih?
NEXT...