BAHKAN DALAM MIMPI SEKALIPUN

3089 Words
... "A-ara pacaran sama mas Jati, Papa." ucapnya lirih dengan sorot takut. Hening. Tiga menit ruangan itu terasa dingin. Mencekam bagai berada di alam liar dan dikelilingi Sang maut yang siap menerkam. Semua pemilik mata di ruangan itu tertuju pada gigi kelinci yang merunduk dalam. Tentu dengan tatapan makna yang berbeda-beda. Marah, sedih, kecewa bercampur menjadi satu dan tertahan dalam diri Lamtoro. Putrinya. Sangat lucu. Jatuh cinta pada pria menyedihkan. Pria yang bertahan hidup dari uangnya. Astaga memalukan. Bahkan pakaian pria itu uang Lamtoro yang melayang. Lamtoro berdecak dalam hati kehilangan harga diri di depan keluarga Drago. Di wajah lembutnya mulai terlihat kemarahan tapi, dia tetap bisa mengendalikan diri. Lamtoro mengangguk-anggukan kepala lalu berusaha menipiskan bibir pada tamunya. Cukup pertemuan ini. Dia perlu mengurus banyak hal yang lebih bermanfaat. Seperti memukul kepala Jati dengan stik golf miliknya. "Baiklah pak Drago. Ini sangat mengejutkan. Kami baru mengetahuinya. Tapi, Cemara masih remaja. Dia hanya jatuh cinta." Drago terkekeh ringan, mengangkat alisnya. Terlihat sinar mata merendahkan di manik matanya. "Saya rasa hubungan mereka sudah sangat intim pak —" "Apa maksud Anda?" Rasamala menyela ucapan Drago. Cukup heran, kenapa Drago seolah tahu semua tentang hubungan Cemara dengan Jati. Cemara menelan saliva, ia mengangkat wajah melihat Rasamala. "Maaf loh, Jeng. Kami tidak peduli dengan kelakuan Cemara diluar sana bersama sopirnya itu. Yang terlalu berani mempertontonkan kemesraan di tempat umum." "Mereka pacaran itu wajar." Rasamala mencoba membela. "Yah tentu. Tapi, tidak harus berciuman di depan umum. Itu memalukan. Bagaimana kalau sampai ada yang mengambil gambar dan membaginya ke media sosia. Maaf loh Jeng. Saya cuma mengingatkan demi nama baik keluarga Lamtoro." Nyonya Drago sengaja memprovokasi. Toh, lamaran putra mereka telah ditolak. Sebenarnya ia tidak terlalu menginginkan gadis manja ini. Drago sengaja mendorong putranya membuka jalan untuk masa depan politiknya. Namun, hasilnya sia-sia. Rasamala melihat suaminya yang masih memasang wajah tenang menatap putrinya. Rasamala sangat mengenal Lamtoro. Dia bagai air tenang tapi, menghanyutkan. Setelah ini entah bagaimana ia menghadapi Lamtoro. Cemara menunduk hingga dagunya menyentuh d**a. Jantungnya berdegup tak karuan, minta bebas dari tempatnya. keluarga Drago sengaja mempermalukannya. Lamtoro menarik napas panjang. Ia mengangguk-angguk sekali lagi. "Baiklah, pak Drago. Terima kasih sudah bertamu dan maaf kami mengecewakan. Kalian sangat bermurah hati masih bersedia melamar Cemara setelah tahu kelakuan putri kami di luar sana. Aku berharap Rumi mendapatkan gadis yang baik." ujar Lamtoro dengan sikap tenang. "Om, aku tidak peduli apa yang dilakukan Cemara bersama sopirnya. Aku benar—" Cemara kesal, ia mengangkat wajahnya. "Memangnya apa yang aku lakukan?" Bentaknya. "Kau juga berciuman dengan Monica. Itu juga memalukan." Tambahnya. Berdiri melempar bantal sofa yang ada di balik punggungnya pada Rumi. "Ara!" Lamtoro menundukkan kepala menahan emosi melihat sikap putrinya. "Papa!" Teriak Cemara lalu menangis. "Minta maaf padanya!" Suara tenang. "Dia tidak mencintai Ara. Dia datang cuma ingin mempermalukan Ara." Drago dan istrinya menatap Cemara dengan tatapan kesal. Gadis murahan itu terlalu berani menghardik putranya yang berharga di depan matanya. "Minta maaf Ara. Kau nggak sopan, sayang." ujar Rasamala dengan nada lembut. "Ara nggak mau." Beranjak dari tempat itu dengan langkah cepat. Mengabaikan panggilan Rasamala. Cemara melihat Jati berdiri diam di dekat ruang makan. Pria disana menipiskan bibirnya, memberi kode supaya Cemara menghapus air matanya. Cemara refleks mengikuti gerakan Jati menyeka air matanya. Ia kemudian menaiki anak tangga menuju kamarnya dan berhenti melangkah di pertengahan tangga. Cemara berbalik lalu berlari menuruni tangga menuju Jati dan memeluk erat pria itu. "Mas." gumamnya di pelukan Jati. "Aku mendengar semuanya. Aku janji semampuku akan mempertahankan hubungan kita." ujar Jati. Memeluk erat Cemara. "Jadi gadis bodoh itu nona Ara." Yanti bicara sendiri saat melihat pasangan itu pelukan. "Astaga mas Jati terlalu berani." ujarnya mengintip dari pintu ruang masak. "Papa pasti marah besar." "Nggak pa-pa, Ra. Aku tahu itu akan terjadi." Jati melepas pelukannya pada Cemara. Menangkup wajah Cemara, menatap manik yang masih bergenang air mata. Ia menghapus sudut mata gadis itu. "Apapun yang terjadi dalam hubungan kita. Ara tetap ada disini." Jati menyentuh dadαnya dimana hatinya berada. "Di hati ini hanya ada kamu seorang. Sekalipun kita terpisah nantinya. Cintaku tidak akan pernah pulih untukmu." ucap Jati setengah berbisik. Cemara mengangguk, "Ara akan bantu, Mas." Jati mengangguk. Memeluk sekali lagi. Kali ini ia lebih tenang. "Pergilah ke kamar. Aku akan menemui Tuan." ujar Jati. Mendengar suara tamu yang berpamitan pulang. Cemara mengangguk, ia menyeret langkah meninggalkan Jati menuju kamarnya di lantai atas. "Mas, mau cepat mati pacaran sama Nona muda?" Tanya Yanti setengah berbisik, menghampiri Jati. Jati mencoba tersenyum meskipun hambar. Untuk pertama kali jantungnya berdegup kencang di hadapan seorang gadis. Untuk pertama kali merasakan manisnya pacaran. Ia tidak peduli meski hatinya salah berlabuh. Tidak peduli jika memang cintanya harus kecewa. Jati akan mencoba melawan takdir demi Cemaranya. "Jati!" Teriak Lamtoro dari ruang tengah berdekatan dengan ruang makan. "Astaga, Mas." Yanti ketakutan. Dia belum pernah mendengar suara Lamtoro selantang itu. "Aku kesana dulu ya." Jati menarik napas panjang lalu meniupnya perlahan. Ia memantapkan diri menghampiri Sang majikan. Begitu langkahnya tiba, sebuah tamparan keras mendarat mulus di wajahnya. "Maaf Nyonya." lirih Jati menunduk. Ia berdiri kokoh menghadap Lamtoro yang memasang wajah terkejut melihat keberanian istrinya. "Aku nggak peduli kau berpacaran dengan putriku. Tapi, kau sebagai pria dewasa seharusnya tahu aturan. Menciumnya di tempat umum. Memalukan!" Plak! Sekali lagi Rasamala menghadiahi Jati tamparan. jantung Rasamala berdetak tak karuan melihat Jati. Ia ingat bekas gigitan Jati di leher putrinya semakin membuatnya geram. "Sejak kapan kalian pacaran?" Lamtoro bertanya dengan raut suram. Jati mengangkat wajahnya yang bak kepiting rebus bekas tamparan Rasamala. "Kurang lebih tiga bulan, Tuan." ujar Jati. "Kau memanggilku dengan sebutan apa barusan?" Lamtoro memiringkan kepala untuk mendengar jelas. "Tuan." Lamtoro mengangguk. Ia melihat istrinya menghempaskan diri duduk di sofa. Memalingkan wajah yang begitu kesal. "Kau tahu apa artinya Tuan?" Jati membisu. "Tuan itu tempat mengabdi para b***k atau kacung, atau pesuruh." Kata Lamtoro, mengingatkan status Jati. "Tentu kau jelas tahu dimana posisimu." Tambahnya. Hening …. Cemara mengintip dari koridor lantai atas, melihat kekasihnya di adili. "Kau tidak tahu diri." ucap Lamtoro. Jati berlutut tepat saat Lamtoro berdiri dari sofanya. "Tuan benar, aku tidak tahu diri sudah berani mencintai Nona muda. Maaf sudah membuat Tuan dan Nyonya malu di depan tuan Rumi." Jati mengatupkan kedua telapak tangannya. Meminta maaf pada Lamtoro. Lamtoro memalingkan wajahnya ke sisi lain. Kedua tangan pria setengah baya itu berada dalam saku celana. "Aku mencintai Nona muda, Tuan." ucap Jati. Lamtoro membawa tatapannya, menatap tajam pesuruhnya yang tengah berlutut dibawah kakinya sementara Rasamala tersenyum remeh mendengar pengakuan Jati. Pria sialan itu mengaku cinta tanpa mengenali dirinya pantas atau tidak bersanding dengan putrinya yang terlahir sebagai sendok emas. "Lalu apa yang kau inginkan?" tanya Lamtoro masih dengan raut suram. Jati mengiba lewat tatapannya. "Aku berniat menikahinya, Tuan." Lamtoro terbahak. Menertawakan kegilaan Jati yang meminta putrinya untuk menjadi istrinya. Sangat berani dan terlalu berani. Jati mengalihkan pandangannya ke arah tangga. Cemara menuruni anak tangga pelan-pelan. Tatapan mereka bersiborok lalu Jati menunduk. "Kau pernah mendengar serigala menikah dengan manusia? Itu hanya fantasy manusia saja. Begitu juga denganmu. Menikah dengan Cemara cukup dalam khayalanmu. Kemasi pakaianmu dan sebelum aku menyakitimu. Enyahlah." ucap Lamtoro. "Tapi, tuan. Aku benar-benar mencintai Nona muda dengan tulus. Aku berjanji akan membahagiakannya." "Cinta tulusmu tidak dibutuhkan Jati. " Lamtoro menyahuti ucapan Jati. "Berjanji membahagiakan putriku? Dengan apa? Cinta? Kamu pikir itu cukup untuk menghidupi putriku? Dia terbiasa dengan kemewahan sementara kamu tidak memiliki itu." Tambah Lamtoro mencela Jati. Lamtoro kembali duduk di sofanya. Hanya sekejap mata putrinya sudah berada disana. Berdiri di samping Jati, menatapnya dengan mohon. "Apa yang kau lakukan, Ara?" Hardik Rasamala dari tempat duduknya. Cemara turut berlutut di samping Jati, mengabaikan bentakan Ibunya. "Nona jangan lakukan ini. Aku mohon." pinta Jati seraya menggelengkan kepala. "Papa, Ara mencintai mas Jati. Ara nggak peduli meskipun mas Jati orang miskin. Bukankah Papa pernah mengajarkan itu pada Ara?Kalau kita tidak boleh menilai seseorang dari materi. Tapi harus dari hati. Mas Jati tidak punya materi tapi, dia punya hati yang tulus untuk Ara Papa." ujar Cemara. Ia mengatupkan kedua telapak tangan di depan Lamtoro. Lamtoro terkekeh kecewa. Cemara menjadikan kata-katanya senjata. Apa yang salah di kepala putrinya hingga begitu bodoh. Rela berlutut demi sopirnya. Demi apapun di dunia ini ia ingin mengembalikan Cemara ke rahim istrinya. Untuk diproses ulang. Setidaknya IQ anak ini bisa naik satu level. "Siapa yang memintamu berlutut disana, Ara?" Lamtoro menghardik. "Masuk ke kamarmu!" "Aku nggak mau Papa." keras kepala. "Ara." Rasamala menyela. "Nona, aku mohon pergilah." ucap Jati. "Nggak." Cemara menggelengkan kepala. "Ara sudah bilang akan bantu mas minta restu Papa." "Restu? Tidak ada restu untuknya. Jangan berharap." tegas Lamtoro. Berdiri dan menarik Cemara, membuat gadis itu berdiri paksa. "Bawa dia masuk!" Lamtoro mendorong tubuh Cemara pada Rasamala. Lalu menarik kerah kaos Jati dan menyeret kasar menuju pintu keluar rumahnya. "Papa." Panggil Cemara mencoba lepas dari tangan Rasamala. "Ara!" Hardik Rasamala menghentikan putrinya yang memberontak. "Mama lepasin! " Cemara menjatuhkan dirinya di lantai, ia menangis putus asa. Sementara satu tangannya ditahan oleh Ibunya. "Aku mohon, Tuan. Tolong izinkan kami bersama. Aku janji akan membawa Cemara dari sini dan menafkahinya dengan kerja kerasku." Mohon Jati. "Sialan!" Lamtoro menghempaskan tangan Jati hingga pria itu terjatuh di lantai dekat pintu keluar. "Bahkan dalam mimpi sekalipun aku tidak akan mengizinkan kamu menikahi putriku." tegas Lamtoro. Jati beringsut ke arah Lamtoro lalu memeluk kaki Lamtoro erat. "Tuan, aku mohon ...." Lamtoro berang melihat keras kepala Jati. Ia menarik kedua bahu Jati, membuatnya berdiri lalu dengan satu gerakan cepat Jati sudah terhuyung karena tamparan keras oleh Lamtoro. "Aku sudah katakan. Enyah dari rumahku sebelum aku menyakitimu. Keluar!" Hardik Lamtoro menunjuk pintu dengan tatapan nyalang. Jati menggeleng, ia justru mendekati Lamtoro dan bersimpuh. "Bahkan sampai matipun. Aku tidak akan keluar dari sini tanpa Ara, Tuan." ujar Jati. Lamtoro mendengus. "Kau mau mati? Baiklah. Itu lebih baik." Lamtoro melangkah cepat meninggalkan Jati bersimpuh di lantai. Melewati Cemara dan Rasamala di ruang tengah menuju ruang kerjanya. Lamtoro sempat melayangkan tatapan tajam pada Cemara dan putri bodohnya itu meneriakinya. "Ara benci Papa!" "Cemara." Rasamala menegur putrinya yang seolah tidak takut dengan kemarahan Lamtoro. Tidak lama kemudian Lamtoro muncul dengan stik golf di tangan. Membuat Cemara dan Rasamala melebarkan mata. "Ayah." Panggil Rasamala. Lamtoro berjalan melewati istri dan putrinya. Wajahnya yang selalu ramah hilang di selimuti kemaran. "Mama, Papa mau ngapain?" Cemara ketakutan. Rasamala melepas tangan putrinya. Buru-buru melangkah menuju ruang tamu. Semarah apapun Lamtoro dia tidak boleh mengizinkan suaminya melukai Jati. Lamtoro punya nama yang besar dan disegani dalam bisnis juga politik. Jangan sampai nama besarnya tercela hanya karena asmara putrinya. Lamtoro mengayunkan stik golf mengenai ke punggung Jati. Tidak cukup benda kuat itu. Lamtoro juga menendang punggung Jati. "Hentikan ayah." Teriak Rasamala. "Papa jahat." Cemara menjerit melihat tendangan Lamtoro pada Jati. Ia berlari mencoba membantu Jati bangun tapi, tangannya tertahan oleh Lamtoro. "Jangan menyentuhnya."ucap Lamtoro bernada perintah. Jati berusaha bangun dari lantai tempat dia terjatuh. "Papa, Ara mohon jangan pukul dia. Ara yang mau sama mas Jati. Aku mohon Papa." Rengek Cemara memeluk erat Lamtoro. "Diam!" Hardik Lamtoro. "Saya beri kesempatan untuk menyelamatkan dirimu. Pergi dari rumahku." Jati menggeleng, "aku sudah bilang tuan tidak tanpa Ara." "Dia putriku bαjingαn!" Lamtoro menyingkirkan Cemara dari pelukannya. Menghampiri Jati dan kembali memukul Jati dengan stik golf di tangannya. Menendang d**a Jati kesukaan putrinya. Brak Jati kembali terjatuh ke lantai. Pria berkulit hitam manis ini tidak sedikitpun melakukan perlawanan atau melindungi dirinya. Dia menerima pukulan demi pukulan Lamtoro di tubuhnya. "Ayah. Cukup! Kau bisa membunuhnya." Rasamala melerai ketika kaki Lamtoro menginjak leher Jati dengan sandal rumahannya. "Dia memilih mati!" Balas Lamtoro pada istrinya. "Yang benar saja. Kau bisa jadi pembunuh." Rasamala memeluk suaminya dari belakang. "Ara hamil." ucap Cemara. Membuat semua orang disana terdiam. Melihat tak percaya pada gadis yang baru saja mengaku hamil. "Anak mas Jati." Tambahnya. Deg! Jati membeliak. Demi Tuhan. Dia tidak tahu apa isi pikiran Cemara hingga mengaku hamil. Perlahan Jati bangun dari terpuruknya. Menggelengkan kepala pada Lamtoro dan Rasamala. "Kau bilang apa?" "Bunuh saja kalau Papa ingin Ara hancur." balas Cemara. "Ara janji akan menyakiti diriku sendiri." Cemara menghapus air mata yang masih saja deras dari manik hitamnya. Cemara beranjak dari tempat itu berlari meninggalkan kedua orang tuanya dengan raut tercengang. "Apa yang kamu kerjakan sampai putrimu hancur begini?!" Gertak Lamtoro. Rasamala terperanjat lalu kemudian menangis. Ia sudah menduga itu terjadi saat melihat kissmark di leher putrinya. "Nggak tuan, aku tidak mela—" Lamtoro gelap hati, ia menggebuk Jati dengan stik hingga terjatuh pingsan. Rasamala menangis hancur, menyalahkan dirinya untuk kesalahan yang dilakukan putrinya. Dosa masa lalu sudah pasti ia turunkan pada putrinya. Berzinah sebelum menikah di masa mudanya atas nama cinta. Bug! Sebuah pukulan keras mendarat di wajah Lamtoro dari ayahnya. Pria yang duduk di bangku kuliah itu terhuyung, melihat kekasihnya dan orang tuanya duduk bersimpuh di lantai. Memohon restu pada sang ayah. Gadis manis yang mengepang rambutnya hamil darah daging Lamtoro. Tentu saja itu aib bagi keluarga mereka. Rasamala putri pembantu di rumah itu. Keduanya jatuh cinta hingga salah jalan dan membuahkan hasil dari cinta mereka yang menyedihkan. "Aku akan bertanggung jawab Ayah." ujar Lamtoro. "Tidak. Kau tidak boleh menikahi gadis ini. Harga diriku akan di terhina. Seorang Mlanding pengusaha sukses berbesanan pada pembantunya. Konyol." Mlanding menatap rendah pembantunya dan Rasamala yang berlutut pada Sang majikan. "Tuan, tapi kandungan putriku sudah tiga bulan." "Kau pikir aku peduli? Harga diriku lebih berharga daripada bayi itu." Mlanding mengambil uang dari tangan asistennya lalu melempar ke hadapan pembantunya. "Cukup untuk malam-malam yang dihabiskan putraku bersamamu. Bawa putrimu pergi dari rumahku dan jangan pernah muncul dihadapanku." ucap Mlanding dengan nada kejam. "Tidak ayah. Jangan mengusirnya. Aku mencintainya. Mala mengandung darah dagingku. Tolong ayah." pinta Lamtoro memohon pada Ayahnya. Ia tidak tega melihat air mata Rasamala. Dia yang meniduri Rasamala dan berjanji akan bertanggung jawab. Mlanding tersenyum miring. Putranya bukan hanya Lamtoro. Masih ada dua jagoan di rumah besarnya. "Kalau kau bersikeras ingin menikahinya. Pergilah dan jangan kembali ke rumah ini. Kau tidak diterima sebagai keturunan Mlanding. "Ayah." "Tor, aku mohon. Ada darahmu di tubuhku. Jangan tinggalin aku." Rasamala memohon supaya Lamtoro tidak mengingat janji-janjinya. "Ayah." Iba Lamtoro dan Mlanding mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Baiklah. Aku tidak mau berdosa hingga keturunanku menanggungnya." Mlanding terkejut. Ia membawa tatapannya pada Lamtoro yang memilih meninggalkan keluarganya demi putri seorang pembantu. "Tor, jangan membantah ayahmu. " ujar Ibunya Lamtoro mencoba menahan putranya. "Dia tidak menginginkan bayiku. Artinya dia juga tidak menginginkan aku." Lamtoro berjalan menuju kamarnya, mengambil pakaian dari lemari dan semua keperluan kuliahnya. Lamtoro membawa Rasamala keluar dari rumahnya. Meninggalkan ibunya yang menangis menahannya. Di bulan berikutnya Rasamala keguguran karena lelah kerja sebagai tukang cuci piring di Restoran. Lamtoro bekerja serabutan sambil kuliah. Mereka tinggal disebuah kontrakan murah di pinggir kota. Kumuh dan kotor. Lamtoro menyesal mengizinkan Rasamala bekerja keras untuk mendapatkan uang demi kuliahnya hingga calon bayi mereka gugur. Jatuh bangun kehidupan mereka. Tapi, cinta mereka tidak pernah surut. Berjuang bersama dan saling mendukung. Rasamala kehilangan Ibunya karena penyakit demam berdarah. Lamtoro bersumpah akan membahagiakan Rasamala. Ia semakin giat bekerja tanpa melepas kuliahnya. Mendapatkan kerja bagus di sebuah perusahaan. Perlahan kehidupan mereka menuju baik dan tahun berikutnya Lamtoro membawa Rasamala keluar dari lokasi kumuh ke tempat tinggal yang lebih layak. Kerja keras dan perjuangan pasangan itu membuahkan hasil. Sepuluh tahun Lamtoro bekerja di sebuah perusahaan mapan dan memiliki posisi yang bagus. Bergerak menjadi pemimpin dan mengikuti perkembangan jaman. Bermain saham. Lamtoro membeli sebuah usaha yang hampir bangkrut. Berkat tangan dinginnya perusahaan itu ia bangkitkan kembali dan memberi nama Rasamala company. Setelah kehidupan mereka layak. Lamtoro membawa Rasamala pulang ke rumah orang tuanya untuk meminta restu. Namun, keluarga Lamtoro sudah pulang ke asal mereka di malaysia. Perusahan Mlanding bangkrut di tangan putra pertamanya. Lamtoro ingin menikahi Rasamala secara hukum. Karena selama ini pernikahan mereka hanya siri. Lamtoro mengajak Rasamala terbang ke negara Jiran dan melihat kedua orang tuanya dalam keadaan susah. Mlanding stroke begitu perusahaan yang ia bangun dari kecil bangkrut ditangan putranya karena lalai dan sering bermain judi dan wanita. Sementara putranya yang kedua terjerat obat terlarang dan masuk bui. Mlanding minta maaf pada Rasamala dan merestui hubungan mereka. Pernikahan kecil diadakan di rumah kecil Mlanding sebelum pria tua itu menghembuskan napas terakhirnya. Rasamala setuju merawat ibu mertuanya dan membawa kembali ke Indonesia. Tiga tahun pernikanan mereka setelah sah di mata hukum Cemara lahir. Satu-satunya keturunan mereka hanya gadis manja itu. Rasamala masih berlinang air mata mengingat kisah hidupnya di masa lalu. Berpikir apa ini balasan dosanya di masa lalu? Ia menghancurkan hati sang Ibu dengan kepolosannya. Cemara putrinya juga melakukan hal yang sama. Tampak polos tapi cukup nakal. "Apa yang harus kita lakukan, Ayah?" Tanya Rasamala pada Lamtoro yang tengah duduk di sofa besar miliknya di dalam kamar. Sudah seharian mereka mengurung diri di dalam kamar itu tapi, belum dapat jalan keluar. Lamtoro memijat keningnya. Diam membisu di tempat duduknya. "Apa kita nikahkan saja?" "Jangan konyol!" "Ayah. Cemara perempuan. Pria mana yang bisa menerimanya kalau sudah begini." Lamtoro mengusap wajahnya kasar. Ia bergerak mengambil ponsel di meja rias istrinya lalu menghubungi Kasmin. Panggilan tidak aktif, membuatnya semakin geram. Ia ingin tahu kehidupan Jati di palembang. Jati dalam perawatan dokter di dalam kamarnya. Begitu Jati pingsan Lamtoro menelpon dokternya untuk memeriksa pria itu. Jati mengalami memar di punggungnya bekas pukulan stik golf Lamtoro. Sementara Cemara menangis sesenggukan di dalam selimutnya. Mengunci pintu dan mengabaikan ketukan Rasamala. Gadis itu kehilangan logikanya saat melihat Lamtoro menghajar Jati lalu ia mengaku hamil tanpa pikir panjang. Hanya satu yang ada dalam pikiran Cemara menyelamatkan Jati dari amukan Lamtoro. Ia tidak menyangka karena kebodohannya kekasihnya semakin kesulitan serta kedua orang tuanya mengalami stres •••• "Bagaimana keadaanya?" Tanya Lamtoro pada Logan, dokter keluarga Lamtoro. "Memar karena pukulan stik golf tapi, tenang saya sudah kasih salep untuk mengencerkan darahnya yang memar." Dr. Logan menjelaskan. "Aku menghantam dαdanya. Tidak ada luka disana?" "Tidak ada. Dia cukup tangguh." Logan menghela napas panjang melihat wajah tegang Lamtoro. "jadi apa rencanamu?" tanya Logan penasaran. Mereka sudah seperti keluarga. Logan banyak tahu tentang Lamtoro. Begitu juga dengan Lamtoro. "Aku berniat menjodohkannya dengan Guava." Lamtoro tersenyum kecut. Sementara Logan menaikkan kedua alisnya saat mendengar nama putranya disebut Lamtoro. "Tapi, lihatlah putriku mempermalukan aku." ujarnya dengan nada kesedihan yang dalam. Logan menghela napas panjang, "pria itu sangat mencintai Cemara bahkan dalam gelisah dia menyebut Cemara." "Aku berpikir apa yang salah sampai putri yang aku manjakan dengan materi dan kasih sayang sanggup menyakiti hatiku." Lamtoro mengeluh. "Kadang cinta membuat akal sehat seseorang hilang. Tapi, kalian sudah memastikan Cemara hamil?" Tanya Logan Lamtoron mengerutkan kening, ia belum bicara dengan Cemara setelah kejadian itu. Lamtoro kecewa dan menghindari putrinya. Begitu juga dengan Cemara. Gadis itu mengurung diri di kamar. "Menurutmu apa kita itu perlu melakukan itu?" . . . . Thank you. Semoga puasanya lancar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD