Si upik abu dan si i***t

1118 Words
Seperti kertas putih bersih yang disiram tinta hitam, seperti itulah gambaran pernikahan Bulan dan Arka saat ini. Baru saja Bulan mempersiapkan hatinya untuk masa depan bersama sang suami, tapi Arka langsung menodainya dengan sangat jelas. Gadis itu membuka kaca mata, menghapus air matanya. Bulan bingung, tidak tahu langkah apa yang harus ia ambil setelah ini. Pura-pura tidak tahu dengan hubungan mereka atau terang-terang bicara kalau dia tahu dan meminta mereka menghentikannya karena itu tidak benar. Tapi Apa bulan bisa seberani itu? Ah, entahlah. Bulan hanya ingin menangis saja saat ini. Menikah dengan seseorang yang tidak mencintainya tidak apa-apa, Bulan akan tetap menerima suaminya itu dan berbakti. Bukankah cinta dan sayang akan datang dengan sendirinya setelah hidup bersama. Tapi menikah dengan seseorang yang sudah terisi hatinya itu menyakitkan, apalagi cinta suaminya itu adalah adik sendiri. “Menangis lagi?” Suara seseorang membuat Bulan terkesiap. Menghapus kembali air matanya kemudian mengangkat kepala. “Elliot?” mata sendu Bulan langsung berbinar. Wajah tampan yang selalu dihiasi kaca mata bulat dengan tampilan rambutnya yang khas itu selalu membuat Bulan tersenyum lebar. Jangan di tanya perihal celananya yang kebesaran dan menghasilkan tarikan hingga d**a. Bulan selalu terhibur setiap kali melihat Elliot. Pria ini baik, sekaligus teman pria satu satunya yang mau berteman dengannya semasa SMA dulu. “Boleh aku duduk?” tanya Elliot malu-malu dan lagi lagi membuat Bulan tertawa lucu. “Boleh dong! Duduklah disini,” ujar Bulan antusias. Bulan kadang heran kenapa Elliot selalu ada setiap kali ia sedang terpuruk sendiri. Datang menghibur dengan semua kekoyolannya. Hal ini mengingatkan Bulan pada kebersamaan mereka, dimana tak jarang siswa lain mengejek mereka dengan sebulan Bulan si upik abu dan Elliot si i***t. Bulan dan Elliot sendiri tidak masalah dan tidak menanggapi ocehan mereka. Kedua teman itu sudah berjanji hanya akan menjadi sahabat. Selain menjaga diri sesuai nasehat abah, Bulan juga sadar diri jika dia tidak akan bisa menyaingi Elliot. Pria ini memang culun sepertinya, tapi dia sangat pintar. Tidak sepertinya yang tidak memiliki kelebihan apapun. Menarik pria itu agar duduk di sampingnya. “Katakan! Apa tes kerjamu berjalan dengan lancar?” tanya Bulan antusias. Bulan masih ingat dengan belajar bersama mereka terakhir kali. Elliot menghafal semua rumus dengan satu kali baca. Entah terbuat dari apa otak pria ini, Bulan saja sudah muntah lebih dulu melihatnya. Apalagi sampai menghafalnya, Bulan tidak akan bisa. Jadi, tidak menutup kemungkinan Elliot akan mudah mengerjakan tes kerja itu hari ini, kan? “Iya, lancar," jawab Elliot seraya membenarkan kacamatanya. "Kau disini? Apa ada hal penting?” Elliot melirik Bulan lekat, dari atas sampai bawah. Senyum Bulan memudar, dia melupakan hal penting tadi. Tentang alasan dia berada disini. Tapi tunggu, mungkinkah Bintang sengaja membuatnya datang kesini hanya agar melihat kebersamaan mereka? Ish Bulan!! Apa yang kau pikirkan? Dia adikmu, tidak mungkin melakukan hal itu. Bulan mencoba menyadarkan dirinya sendiri. “Ah tidak ada, aku hanya ingin kesini saja.” “Cari angin,” lanjut Bulan tersenyum kikuk. Sebisa mungkin Bulan mengontrol nada bicaranya, tidak ingin terdengar sedih. Sedang Elliot bersendu ‘oh’ seraya menatap Bulan lekat. “Ada apa?” Bulan merasa ada yang aneh dari wajah Elliot. Pria itu tak menjawab, setelah mengusap keringat tangan ke paha, Elliot menggenggam tangan Bulan. Tapi tiba-tiba... “Kakak, ayo ikut aku!” Belum sempat Elliot bicara, Bintang datang dan menarik tangan kakaknya tak sabaran. Meninggalkan Elliot yang sudah menghembuskan nafas lelah. *** “Ada apa?” Bulan yang baru saja tiba di suatu tempat menatap adiknya lekat. “Kakak harus lihat! Aku jamin kakak akan menyukainya.” “Apa?” Bintang terlihat begitu antusias. Entah apa yang membuatnya seperti itu, Bulan sedikit penasaran. “Lihat saja! Aku ingat kakak menyukainya, jadi aku coba membuatnya untukmu,” tutur Bintang seraya menampilkan satu kotak berwarna putih. Bulan terdiam, dia seperti mengenal kotak itu. Dan benar saja, saat Bintang membukanya terlihat kue tart cantik berwarna pink terpampang di disana. “Cobalah, ini enak sekali. Meski tidak seenak yang asli. Setidaknya aku bisa membuatnya persis," ujar Bintang seraya menyuapi kakaknya. Bulan menatap lekat. Ada apa? Apa semuanya baik-baik saja? Apa Bintang dan Kak Arka sudah menyelesaikan masalah mereka? hati Bulan ketar-ketir melihat raut wajah Bintang yang biasa saja. Seolah tidak terjadi apapun. “Bagaimana, Kak?” tanya Bintang dengan senyum mengembang. Bulan sempat terdiam. Sama persis memang, tapi tidak seenak kue yang pernah ia buat dulu. Karena kue itu adalah kue buatan Bulan. Kue khusus yang Bulan buat dengan penuh cinta. Cinta tulus yang ia persembahkan untuk Arka. Tapi Bulan tidak tahu jika kue ini ternyata untuk kekasih Arka. Hati Bulan merasakan nyeri. Besar kepalakah dia jika cemburu pada suami sendiri? “Enak, dapat resep darimana?” tanya Bulan sambil memasukan kue lagi. Pura-pura tidak tahu. Senyum Bintang memudar. “Toko mana? Aku ingin juga, aku akan belajar padanya sekali,” tutur Bulan mengundang tawa Bintang. Gadis cantik berambut gelombang itu tertawa lepas, menutup bibir dengan jari lentiknya. Sesaat Bulan baru tersadar, pantas saja suaminya begitu mencintai adiknya. Bintang sangat cantik dan manis. Jangan di tanyakan perihal kepintarnya. Arka, Bintang dan Elliot adalah tiga siswa terpintar di sekolahan. Sedang dia? Huft! Sudah dikata Bulan tidak memiliki kemampuan apapun. Tidak remed saat ulangan saja Bulan sudah sudah sujud syukur. “Ada apa?” Bulan penasaran kenapa Bintang terdiam. Apa sebenarnya dia tahu jika kue yang persis ini adalah buatannya dulu? “Tidak! Kakak tidak akan pernah bisa mendapatkannya!” “Kenapa?” “Karena ini dari pacarku!" jawab Bintang semangat. Sedang tubuh Bulan langsung membeku. Bintang benar-benar masih berpacaran dengan Arka meski dia tahu kami sudah menikah? Lamun Bulan terbuyarkan oleh suara Bintang. “Kak! Aku ingin kakak membawanya,” ujar gadis itu dengan nada sendu. Bulan kembali terdiam menatap lekat. “Ada apa? Bukankah ini dari pacarmu?” Ishh! Sakit sekali hatinya mengatakan itu. Dia sudah menjadi suamiku, Adikku. Bukan pacarmu! “Aku ingin putus darinya,” lirih Bintang langsung memeluk Bulan dan menangis sejadi-jadinya. Antara mau atau tidak, Arka menawarkan hubungan special mereka yang berhak di jalankan. Menjalaninya secara diam-diam tanpa sepengetahuan Bulan dan semua keluarga. Setidaknya sampai Arka menceraikan Bulan. Sebenarnya Bintang ingin, karena Arka memang cinta dan kehidupannya. Tapi di sisi lain, Bintang juga tidak ingin menyakiti kakaknya. Sungguh, hal ini membuat Bintang tak kuasa, hanya ingin menangis di pelukan kakaknya saja. Berharap mendapat jawaban paling benar setelahnya. Bulan ikut sedih, hatinya ikut teriris mendengar nada pilu adiknya. Arka benar, dia adalah kakak yang tidak punya hati, tidak memikirkan perasaan adiknya. Tapi Bulan juga tidak ingin berada di posisi ini. Awalnya Bulan sangat bahagia karena akhirnya bisa menikah dengan pria yang dicintainya, tapi tidak jika harus mematahkan hati adik satu-satunya ini. Bulan ikut menangis tanpa suara. Membalas pelukan adiknya dengan erat dan menyalurkan kerinduan dan kasihnya itu lewat pelukan tersebut. Bersambung….
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD