Genta kembali masuk ke dalam rumah. Perempuan tadi lucu, mungkinkah dia salah satu fans-nya? Ia hanya tertawa dan menggelengkan kepalanya.
Ia mengeluarkan jaketnya dari dalam tas jinjing tadi, dan matanya melihat ada dua botol su-su kesukaannya. Genta tersenyum.. Ia meletakkan jaketnya begitu saja di kursi, lalu membuka botol su-su tersebut.
Ah.. Ini enak sekali diminum pagi hari! Kebetulan karena su-su miliknya habis. Ia menyimpan botol tersebut di lemari es, lalu mulai membaca naskah yang dikirimkan asisten Taqi tadi, entah siapa namanya.
Tak berapa lama, pintu terbuka, Teo masuk ke ruangan sambil geleng-geleng kepala. Genta melihat ke arahnya, “Apa?’
“Davina.. Aku ingin tidak meresponnya, tapi dia terus menerus meneleponku. Genta, dia seperti hilang akal. Saat aku bilang kalau kalian sudah berakhir, dia bilang belum. Katanya, Ishana penyebab ini semua! Sesuai dugaanku bukan? Urusan Davina dan Ishana tidak akan bisa clear…” Teo duduk di sebelah Genta.
“Abaikan saja.. Sekarang bantu aku buat latihan dialog,” Genta menyodorkan naskah yang baru ia terima. “Ah, kenapa harus denganku? Terakhir kita latihan dialog, hanya membuatku geli sendiri. Banyak adegan mesra, dan kamu latihan bersamaku??? Ini sedikit membuatku risih,” Teo menolaknya dan tertawa.
“Lalu aku latihan dengan siapa?” Genta melempar segulung tissue pada Teo. “Aku ada ide, kamu bisa latihan asisten Taqi! Dia pasti tahu isi naskah bukan? Jadi aman.. Atau, ya kamu langsung diskusi dengan Ishana. Tapi resiko si Dayana tambah histeris,” Teo tertawa keras.
“Apa perempuan itu mau? Coba kamu bicarakan..” Genta meminta Teo untuk membicarakannya dengan Btari. “Ok nanti aku hubungi lagi. Atau nanti saat dia kirim draft revisi episode 2, aku bicarakan langsung. Jadwal syuting kamu masih dua minggu lagi, jadi masih ada waktu,” Teo menyanggupi. “Oh ya, jadwal seminggu pertama kamu syuting di luar kota, di Malang. Jadi dua minggu lagi kita stay di Malang selama seminggu.”
Genta hanya mengangguk, lalu mulai berlatih dialognya sendiri dan membaca naskah yang telah revisi tersebut.
***
Btari mengelus dadanya, rasanya jantungnya berdebar kencang tak karuan. Antara malu dan gugup bercampur aduk jadi satu.
Serius ini! Genta berhasil membuatnya merasakan getar-getar aneh. Duh, apa yang harus aku lakukan? Bagaimana kalau setiap ketemu, ia tidak akan bisa tenang?
Ah lupakan!
Btari memasuki kantor dan menemui Taqi, “Aku sudah mengantarkan naskah, dan Genta langsung menerimanya.” Taqi mengangguk, “Ok siap, thank you. Besok tolong yang episode 2 langsung kamu antarkan pagi-pagi ok?”
“Siap bos!” Btari tersenyum. “Oh iya bagaimana soal beasiswa itu?” Taqi ingin tahu prosesnya.
“Aku sudah daftar, semoga saja..” Btari duduk di hadapan Taqi. “Ok, aku mendoakan yang terbaik. Kamu bisa kembali kapan saja bekerja bersamaku, tapi kesempatan ini jangan kamu sia-siakan,” Taqi dengan bijak mendoakan yang terbaik untuk Btari.
“Terima kasih banyak mas..” Btari berdiri. Ia mulai mengedit beberapa tulisan-tulisan milik tim penulis lain yang berda di bawah Mas Taqi. Pekerjaan yang ia suka dan cintai..
***
Ponselnya berbunyi, ternyata Ishana. Genta berdehem sebentar lalu mengangkatnya.
Genta, “Halo..”
Ishana, “Hai.. Apa aku mengganggumu?”
Genta, “Tidak, aku sedang membaca naskah.”
Ishana, “Sama.. Mmm.. Gara-gara membaca naskah tersebut, aku ingin membicarakan sesuatu. “
Genta, “Ya apa?”
Ishana, “Ini persoalan chemistry. Kita tentu profesional, tapi jujur, soal masa lalu kita.. Mmm.. Aku khawatir mengganggu chemistry on screen kita.”
Genta, “Aku tidak ada masalah. Ishana, setiap melihatmu, aku lupa semua permasalahan kita dan dimataku, kamu jadi orang yang aku benci sekaligus juga aku sayang. Aku bicara soal peran kita.”
Ishana, “Ok, good. Sama.. Let’s do our best ok?”
Genta, “Tentu saja, drama ini harus booming. Kita harus berusaha yang terbaik.”
Ishana, “Aku.. Mmm.. Lega.. Lakukan yang perlu kamu lakukan padaku terkait pendalaman peran. Nanti kita diskusikan lagi.”
Genta, “Sama.. Tidak ada soal masa lalu, yang ada masa sekarang. Ishana, kita bisa diskusi setiap adegan agar tidak ada kecanggungan, dan aku siap bekerjasama.”
Ishana, “Ok Genta.. Aku senang mendengarnya. Sampai nanti.. Bye.”
Genta menutupnya. Telepon dari Ishana sedikit membuat perasaannya kembali berbunga-bunga. Bagaimanapun hubungannya dan Dayana telah berakhir bukan? Rasanya sah-sah saja kalau ternyata drama ini membuat benih-benih rasa itu kembali ada.
***
Ishana merasa senang sekali bisa kembali mendengar suara Genta. Ia membaca naskah yang telah ia terima dan ia merasa bergairahh. Ada adegan yang mengharuskannya menyentuh d**a Genta dalam keadaan bertelanjangdada. Pikirannya melayang kemana-mana.
Sepertinya, ini positif! Rasa di hatinya telah kembali merasakan sesuatu pada Genta, tidak hanya gairahh tapi lebih dari itu.
***
Pagi itu, Btari kembali mengunjungi rumah Genta. Kali ini Teo yang membukakan pagar.
“Hai, pagi!” Btari menyapa Teo. “Pagi.. Naskah baru?” Btari mengangguk dan menyodorkan jinjingan di tangannya, “Ini..”
“Masuk dulu,” Teo mengajaknya masuk. Btari sedikit ragu, ia tidak mau ketemu Genta setelah kejadian kemarin. Malu rasanya… “Mmm.. Saya ada urusan lagi,” Btari mencoba menghindar.
“Saya ada yang mau dibicarakan dulu, sebentar saja. Apa bisa?” Teo menoleh ke arahnya. “Oh, ok ok..” Btari langsung mengikuti Teo masuk ke dalam.
Tidak terlihat sosok Genta di dalam rumah itu. Btari menarik nafas, ia merasa lega.. Ohh setidaknya Genta tidak ada.
“Duduk dulu..” Teo memintanya duduk. Btari duduk di ruangan tengah itu. Ia duduk di sofa yang sering diduduki Genta. Ahh.. Rasanya seperti duduk di pangkuan Genta. Tapi, Btari langsung mencubit dirinya sendiri. Itu imajinasi yang memalukan sekali!
“Saya mau minta tolong. Genta membutuhkan teman untuk berlatih dialog, hanya dua minggu ini saja sampai nanti syuting dimulai, apa kamu bisa bantu?” Teo serius menatapnya.
“Oh..” Btari tak sanggup berkata-kata. “Anggap saja seperti freelance, ada honor yang akan dipersiapkan. Jangan khawatir,” Teo menjelaskan.
Btari langsung tidak enak duduk, tubuhnya panas ia merasakan rasa senang yang membuncah. Bagaimana mungkin bisa? Ia menjadi lawan Genta untuk berlatih dialog? Meski ini hanya latihan, tapi dua minggu bersama Genta??? Bahkan tanpa dibayarpun ia mau.
Ia langsung mengangguk, “Boleh, tapi saya tidak bisa akting.” Teo menyentuh bahu Btari, “Jangan khawatir, kamu hanya membalas dialog-dialog yang Genta ucapkan. Tidak membutuhkan akting. Sebisamu saja.”
“Apa kita bisa mulai hari ini?” Tiba-tiba saja Genta muncul. Oh no!