Syuting di Malang berakhir..
Genta kembali ke rumah dan merasakan empuknya kasur miliknya. Mulai besok, syuting dilakukan di Jakarta dan belum ada jadwal ke luar kota. Artinya, ia akan lebih bebas menemui Ishana dan juga sebaliknya.
Ishana kembali menjadi miliknya. Bahkan perempuan itu dengan berani membebaskannya untuk menyentuhnya. Jauh di lubuk hatinya, Ishana memang mendapatkan tempat khusus dibanding perempuan-perempuan lain yang sempat dekat dengannya.
Andai saja Ishana mau mengalah.
Tiba-tiba saja, ia teringat kucing-kucing kecil kesayangannya. Satu minggu ia tinggalkan dan tidak ada yang memberinya makan. Semoga saja mereka baik-baik saja.
Setelah mengenakan masker, Genta melangkah keluar hendak memberi makan kucing-kucing kesayangannya. Betapa kagetnya saat mengetahui ada sisa-sisa makanan kucing dan s**u di wadah yang tersedia. Dan kedua anak kucing kecil itu terlihat tertidur pulas.
Genta tersenyum, ternyata ada orang baik hati yang memperhatikan kalian kucing kecilku!
Ia selalu menyukai kucing, tapi sayangnya ia tidak bisa memeliharanya apalagi menyimpannya di dalam rumah karena ada alergi yang ia derita. Tidak ada yang tahu kalau ia alergi, karena baginya itu kelemahan, dan Genta tidak suka terlihat lemah.
Kedua kucing kecil yang sedang tidur itu terlihat lucu sekali, wajahnya menggemaskan.. Ia mengelusnya perlahan. Untuk menutupi alergi yang ia miliki, Genta selalu mengatakan kalau ia tidak menyukai binatang, termasuk pada Teo. Padahal sesungguhnya, ia sangat menyukai binatang berbulu satu ini.
Tidak ada yang tahu rahasia kecilnya ini, kecuali kedua kucing kecil di hadapannya yang sedang tertidur pulas.
***
Pagi itu, setelah seminggu lebih tidak ketemu Genta, Btari kembali ke rumahnya mengantarkan naskah terbaru. Ia begitu semangat ingin sekedar melihat wajah tampan Genta.
Ia membunyikan bel, tak berapa lama Teo membukakan pintu. “Hai.. Ini naskah terbaru,” Btari tersenyum lebar menatapanya. Teo ternyata sedang menerima telepon jadi tidak mengucapkan sepatah katapun, ia hanya menunjukkan gestur untuk meminta Btari masuk.
Btari melangkahkan kakinya mengikuti Teo dan masuk ke dalam ruangan tengah, “Saya simpan di meja sini?” Btari berbicara pelan sambil mengamati ruangan mencoba mencari sosok Genta.
Tapi Teo tidak menjawabnya, ia masih berbicara di telepon, entah dengan siapa. Akhirnya Btari hanya diam menunggu.
Tiba-tiba sosok Genta keluar. Semerbak wangi sabun tercium begitu kentara. Oh, Genta baru selesai mandi.
Btari menyapanya, “Hai, saya simpan naskahnya di sini ya?” Genta meliriknya sekilas, “Ya simpan saja. Kalau sudah, bisa langsung keluar.” Btari memperhatikan kalau Genta langsung berjalan ke arah sofa menyalakan televisi.
Dug, jantung Btari berdetak tidak enak. Genta terlihat berbeda, seperti tidak suka melihatnya. Ia tidak ingin menatapnya, Btari pun menunduk, “Iya..” Lalu melangkah keluar rumah dan memastikan pagar terkunci rapat.
Kenapa Genta berubah seperti itu? Apa ia ada salah? Tanpa sadar, matanya sedikit berkaca-kaca. Ah, lupakan saja! Btari mencoba menenangkan dirinya lalu memasuki mini market dan membeli susuvanilla. Ia meminumnya sambil duduk di teras.
Ia kembali membeli makanan kucing dan melangkah menuju lorong samping rumah Genta. Wadah makanan kucing masih kosong, artinya belum ada yang memberinya makan. Btari menyimpan makanan kucing itu. Setelah memastikan kedua anak kucing memakannya, ia pun pergi.
Hari itu, ia datang dengan semangat, tapi pergi dengan tidak bergairahh. Pikirannya terus menerawang memikirkan apa kesalahannya?
Air mata membasahi pelupuk matanya.
***
Teo menutup teleponnya, “Kemana asisten Taqi?” Genta yang sedang menonton TV menoleh ke arah Teo, “Aku minta dia pulang kalau naskah sudah dia simpan.”
“Ah, kenapa kamu seperti itu? Tadinya aku mau memberikan honornya berlatih dialog denganmu,” Teo menggelengkan kepala. “Aku tidak tahu.. Kamu bisa transfer bukan?” Genta dengan cueknya terus menonton siaran televisi.
“Tadinya aku mau sekalian bicara soal tidak lagi menjadi lawan latihan dialogmu. Lebih enak untuk bicara langsung agar dia juga merasa dihargai. Bagaimanapun, dia asisten Taqi Saskara, kamu jangan membuatnya tidak enak. Jangan nanti Taqi mendengar hal jelek tentangmu,” Teo duduk di samping Genta. “Tapi, sudahlah.. Nanti juga dia kembali lagi kemari..”
“Oh..” Genta diam, Teo benar. Tapi, bagaimanapun, tetap saja ia tidak suka melihat perempuan itu. Semua berubah sejak perempuan itu menjadi lawan latihannya. Tatapan perempuan itu seperti menyukainya. Matanya indah, tapi ia tidak mau melihatnya!
Bayangan akan tatapan perempuan itu yang menginginkan dirinya membuatnya merasa tidak suka. Dan saat Genta tidak suka, ia tidak akan bisa menutupi perasaannya.
Ponselnya berbunyi, Ishana. Genta hanya tersenyum. Ishana terus menerus menghubunginya. Perempuan ini sangat menginginkannya.
Teo meliriknya, “Tidak kamu angkat? Siapa?” Genta memperlihatkan layar ponselnya pada Teo. “Ishana? Kenapa tidak kamu angkat?” Teo penasaran.
“Ada kamu di sini..” Genta tersenyum simpul, “Aku ke kamar dulu.”
Teo tersenyum lebar, “Serius kamu dan Ishana? Kalian kembali bersama? Dayana bagaimana?” Genta melemparkan segumpal kertas pada Teo, “Aku tidak tahu, tapi Ishana sepertinya terus mengejarku. Aku tidak akan tega menolaknya.”
“Tidak tega atau tidak ingin?” Teo balas melemparkan gumpalan kertas yang ada di atas meja. Genta hanya tertawa, ia beranjak ke kamarnya.
Genta, “Halo.”
Ishana, “Lama sekali..”
Genta, “Sabar..”
Ishana, “Genta, kita ada waktu kosong sehari ini, bagaimana kalau aku ke tempatmu atau kamu ke tempatku, kita berlatih.. Dan.. Mmm.. Aku ingin ketemu.”
Genta, “Kamu sepertinya tidak lagi bisa menahannya.”
Ishana mendesah, “Iya.. Tubuhku menginginkanmu..”
Genta langsung merasakan sekujur tubuhnya terasa panas. Desahan Ishana berhasil merangsangnya.
Ishana, “Genta, aku tunggu ok..”
Genta, “Ehm.. Ok..” Ia menutup teleponnya.
“Aku keluar dulu!” Genta mengambil kunci mobil dan dompetnya, mengenakan topi dan masker. Teo hanya tertawa. Ia tahu kemana Genta akan pergi.
Teo terdiam membayangkan soal Genta dan Ishana. Hubungan Genta dan Ishana memang tidak pernah mereka ungkapkan secara terbuka. Bagaimanapun ada image yang harus mereka jaga. Selain itu, Genta memiliki fanbase yang mayoritas perempuan. Ia harus mendapatkan pasangan yang tidak membuatnya mengalami penolakan dari fans.
Ishana termasuk selebritis dengan image baik. Saat Genta dan Ishana dulu berpacaran, pihak agency sempat membahasnya. Berdasarkan pertimbangan tim Public Relation, kalau hubungan itu mereka buka, akan mendapatkan respon positif dari fans. Efeknya bahkan bisa memperbesar fanbase keduanya.
Tapi, entah kenapa Genta memilih merahasiakan hubungan itu. Teo menangkap kalau Genta belum merasa yakin pada Ishana.
Teo hanya menggelengkan kepalanya mengingat Genta dan para perempuan di sekitarnya. Sedikit banyak, Genta memang tinggi hati dan sedikit mendominasi saat berhubungan. Ia cukup tahu kalau perempuan menggilainya dan dia akan menyambut baik perempuan yang memang sesuai tipenya. Genta memang mudah suka dan mudah bosan.
Karena hal itu pula, Teo cukup memahami kenapa Genta tidak menyukai saat tahu kalau asisten Taqi seperti memiliki rasa padanya. Alasannya, karena perempuan itu bukan tipenya. Meski Genta bisa dengan mudah menyukai seorang perempuan, tapi kalau perempuan itu bukan tipenya, Genta akan merasa terusik. Saat terusik, ia akan menjauh. Bahkan kadang dengan cara yang sedikit kasar.
***
Genta melangkah menuju garasi dan mengeluarkan mobil yang terparkir. Mobil pun bergerak keluar dari halaman rumahnya. Setelah memastikan garasi kembali tertutup, Genta bergerak maju.
Tanpa Genta sadari, satu sedan berwarna hitam perlahan mengikutinya.
***