2
"Om aku penasaran sama tuh siapa tadi?"
Halim terkekeh, ia tak kaget lagi, keponakannya selalu begitu jika ada wanita cantik, meski sudah punya tunangan tapi matanya selalu saja tak berkedip jika ada wanita cantik.
"Elliya?"
"Iya Om, dingin-dingin gimana gitu ya kalo liat laki-laki."
"Entahlah, di usianya yang lebih tiga puluh ia belum berpikir serius berhubungan dengan laki-laki bahkan menurut pengakuannya dia tak pernah dekat dengan kaum kita."
Genta kaget, mendekatkan duduknya ke arah Halim, pamannya.
"Mau apa? Sampe geser duduknya kamu itu sudah punya tunangan, masih saja penasaran kalo ada wanita cantik."
Gentar tertawa dan menyandarkan badannya ke kursi nan nyaman di ruang kerja Halim yang mulai hari ini akan menjadi ruang kerjanya.
"Aneh aja masa secantik dia gak pernah pacaran, gak mungkin lah gak laku."
"Makanya Om juga heran, dia anak angkat sahabat Om, Sujadmiko, pengusaha terkenal di Surabaya sana, orang tua Elliya bekerja pada Sujadmiko dan sudah seperti keluarga, akhirnya si Elliya di sekolahkan sejak kecil hingga berkuliah, kuliah S-1 di salah satu universitas ternama di Jakarta, tapi S-2 dan S-3 nya semua di Inggris, dapat beasiswa, Sujadmiko punya anak laki-laki, saat ini sudah memegang perusahaan Sujadmiko di Surabaya, Elliya mendapat bagian warisan sebenarnya bahkan kalau dia mau sudah sejak lama ditawari memimpin salah satu cabang perusahaan Sujadmiko anehnya ia malah memilih bekerja padaku, lima tahu menuju enam tahun dia di sini, awalnya sebagai accounting manager tapi karena prestasinya yang bagus aku jadikan orang kedua di perusahaan ini setelah aku, perusahaan ini semakin pesat kini aku serahkan padamu, amanah almarhum papamu sudah aku laksanakan, perusahaan yang di Surabaya, anak Om yang pegang, sedang yang di Jakarta ini, silakan selanjutnya kamu yang melanjutkan, Om yakin ditangan orang-orang muda dan pandai seperti kalian perusaahan ini akan semakin maju."
Genta merenung dan hatinya semakin tak enak, ternyata Elliya sama seperti dirinya yang besar di Surabaya. Tapi sekali lagi Genta yakin wanita elegan tadi bukan Elliya yang dekil dan musuh bebuyutannya saat SMA dulu yang telah mengempaskannya ke jurang kekecewaan karena telah mengalahkannya secara telak bahkan ia harus pindah sekolah karena kecewa dan malu. Ada banyak nama Elliya, ia yakin Elliya yang akan bersama-sama memimpin perusahaan bukan Elliya yang sama dengan apa yang ia pikirkan. Terlalu banyak kebetulan yang sama antara dua Elliya itu.
***
"Apaaa? Dia yang mewakili propinsi Jawa Timur ke tingkat nasional? Nggak mungkin, nggak mungkin pasti ada yang salah, aku yakin bisa semua mengerjakan soalnya."
Genta berteriak dengan keras tak percaya saat Elmo yang pengurus OSIS memberi tahu akan ada upacara sebagai pemberian selamat pada Elliya yang telah membanggakan sekolah hingga bisa melaju ke tingkat nasional.
Genta berlari menuju ruang guru dan kembali menemui Pak Suryo selaku guru pengajar matematika sekaligus pembina olimpiade di sekolah itu.
"Paak, Pak Suryo," teriak Genta saat melihat Pak Suryo dan beberapa guru menuju lapangan basket di bagian tengah lingkungan sekolah. Pak Suryo menoleh dan menatap Genta yang ia yakin akan protes pada hasil perolehan nilai olimpiade.
"Ada apa?"
"Betul Elliya akan mewakili sekolah ini ke tingkat nasional? Nggak 'kan Pak?"
"Ellya akan segera pembinaan untuk persiapan melaju ke tingkat nasional, kamu harus berbesar hati dan bangga karena salah satu teman kamu mengharumkan nama sekolah kita ini."
"Rasanya saya bisa menjawab semua soal olimpiade dengan mudah Pak."
"Tapi nilai dari tim penilai 'kan objektif Genta, mereka tim penilai tingkat nasional meskipun lombamu masih tingkat provinsi, kami menggunakan juknis penilaian secara nasional, tim juri tidak hanya sendiri mereka terdiri dari beberapa orang, bersyukurlah kamu masih bisa berlaga di tingkat provinsi, sekolah lain loh rata-rata hanya satu, tapi sekolah kita bisa mengirim dua siswa untuk mewakili karena nilai kamu dan Elliya yang bagus, tapi kamu harus bisa menerima jika bukan kamu yang mewakili ke tingkat nasional, nilai kamu jauh di bawah Elliya saat olimpiade tingkat provinsi."
Wajah Genta menahan marah, rasanya ia dikalahkan dan dipermalukan oleh Elliya karena semua tahu bagaimana persiapannya, juga bimbel terkenal yang ia ikuti.
Tanpa bicara lagi, Genta berbalik, ia menuju kelasnya dan tak peduli saat teman-temannya mengajaknya menuju lapangan basket. Jika ia ikut berada di sana, ia akan semakin sakit hati. Kebencian Genta pada Elliya semakin jadi seolah Elliya yang telah membuatnya malu. Memukul telak harga dirinya yang anak orang kaya, semua fasilitas mendukung sedang Elliya meski ia secara finansial dibantu oleh majikan orang tuanya tapi setahu Genta Elliya tidak ikut bimbel manapun, dia hanya cukup di bimbing oleh tim dari pihak sekolah yang bekerjasama dengan dinas pendidikan.
Usai upacara pemberian selamat pada Elliya semuanya kembali ke kelas tapi Genta sudah tak terlihat di sana. Teman-teman yang dekat dengan Genta semuanya bingung di mana Genta.
Elliya tahu jika Genta pasti sakit hati padanya, sejak awal pembinaan ia melihat Genta lebih antusias dan terlihat jika cowok itu sangat ingin mewakili sekolahnya ke tingkat nasional. Terus terang Elliya juga tak mengira jika dirinya adalah salah satu siswa yang akan mewakili provinsi Jawa Timur ke tingkat nasional, ia bersyukur hal yang tak pernah terbayangkan olehnya ia akan bersama siswa se Indonesia akan bertarung menunjukkan kemampuan dalam bidang matematika.
"Heh, jangan sok kamu ya, awas ya kamu kalo sampe cowok aku kenapa-napa!" Imelda mendatangi Elliya yang hanya bisa menatap cewe cantik tapi judes di depannya.
"Aku nggak ngapa-ngapain cowo kamu, ngomong aja gak pernah, yang ada malah cowo kamu yang ngajak aku tengkar, bilang sama cowo kamu, ini hanya sebuah kompetisi kalah dan menang itu biasa, seandainya bisa digantikan silakan aja dia yang berlomba ketingkat nasional, bagi aku hidup itu gak ada target, jalani aja, kalo ternyata jalannya gini ya itu sudah dari Allah."
"Alah nggak usah sok bijak kamu, gara-gara kamu cowo aku jadi kayak direndahkan, makhluk dekil kayak kamu gak pantes sekolah di sini!"
"Oooo jadi yang pantes di sini cewe cantik ga ada otak?"
"Eh berani kamu ya!"
Dan Imelda menyerang Elliya, ia tarik rambut Elliya namun Elliya bisa melawan, meski tubuhnya kurus ia memiliki kekuatan lebih dari Imelda, ia tarik lebih keras rambut Imelda hingga cewek itu berteriak kesakitan, namun keadaan menjadi tidak seimbang saat teman-teman Imelda datang dan mengeroyok Elliya.
"Heeeeei berhenti kalian!!!" teriakan Bu Lisa menghentikan empat orang siswa yang memukuli Elliya. Bu Lisa, guru BK yang segera datang saat Panca melaporkan keonaran yang terjadi di kelasnya.
"Semuanya ke ruang BK sekarang juga! Mau jadi apa kalian ini, tingkah bar-bar kalian bawa ke sekolah, sudah kelas XI tapi tetap saja kayak anak kecil, cepat ke ruang BK!" Imelda dan tiga temannya saling dorong menuju ruang BK.
"Ayo Elliya kamu juga ikut, ceritakan dengan lengkap kejadiannya pada kami."
"Baik, Bu." Elliya bangkit perlahan dari lantai kelas, karena ia sempat terjatuh saat empat orang cewek secara brutal memukulinya.
"Kamu nggak papa El?" tanya Panca sambil melihat Elliya yang merapikan rambut dan seragamnya yang bahunya terlihat robek.
"Nggak papa, aku ke BK dulu."
Panca menghela napas, ia tak habis pikir hanya karena sebuah lomba yang ia pikir adalah hal wajar jika ada kalah atau menang hingga efeknya menjadi sebuah pengeroyokan.
***
Di ruang kerjanya, Genta tertegun membaca dokumen Elliya yang ia minta pada bagian HRD. Lima belas tahun tak bertemu, kini akan selalu berada di dekatnya, wanita yang pernah ia lecehkan karena ia pikir tak akan mungkin seseorang dari ekonomi sangat ... sangat lemah akan mampu menyainginya dalam hal apapun. Sekali lagi ia pandangi foto wanita yang penampilannya jauh berbeda dari yang pernah ia lihat saat SMA.