Ricuh Di Perbatasan
Suasana menegangkan terjadi ketika utusan dari wilayah Lin datang ke wilayah kerajaan Kangxi pagi ini.
Mereka datang dengan tujuan mengambil alih bisnis kerajaan yang sudah mendarah daging. Keturunan kerajaan yang dikenal tegas serta kejam jika berurusan dengan bisnis itu pun turun tangan dan segera pergi ke perbatasan.
Masih terjadi perdebatan di sana karena mereka mengaku berkuasa atas barang yang jelas-jelas dibeli dari kerajaan Kangxi bukan dari wilayah Lin.
"Silahkan Pangeran Liangyi," ucap seorang pengawal yang membukakan pintu kendaraan yang menyerupai kereta kuda tanpa roda dan kuda.
Mereka menyebutnya ‘Mission To’ disingkat MT, sebuah kendaraan yang bisa melayang dan berfungsi untuk membawa orang ke mana pun mereka pergi. Tetap ada supir yang mengendalikannya seperti mobil, uniknya kendaraan ini tanpa bahan bakar minyak, cukup menggunakan tenaga surya.
Liangyi turun, semua rakyat menepi. melihat wibawanya bagaikan berlian yang berkilauan, semua orang menunduk segan. Ia berpakaian layaknya seorang pangeran di kerajaan china kuno. Baju kimono panjangnya berwarna emas bermotif merah marun tampak bagus sekali, di bagian pinggangnya melilit sabuk dengan warna senada.
Rambut hitam panjang lebat sedada ia ikat ke atas lalu mengenakan topi hitam berbordir benang emas. Wajah tampannya sangat kejam ketika berhadapan dengan masalah. Liangyi berjalan dengan mengepalkan tangan kiri ke belakang dan tangan kanan memutar yoyo berwarna kuning tua. Langkahnya tegap dan berat ke arah selatan. Para pengawal berpakaian serba hitam mensterilkan wilayah. Di segala sudut dijaga oleh penembak jitu.
"Apa kau bilang? Produk ini jelas-jelas adalah milik kami, kenapa kau bilang punya kerajaan Kangxi?" bentak pria berambut putih, berpakaian serba putih itu.
Area perselisihan itu dikerubungi orang ramai.
"Tapi aku memang beli dari kerajaan Kangxi. Kau harus menerima kenyataan itu! Bukankah milik kalian itu di bawah golongan premium? Milik kerajaan sudah pasti premium! Kami tidak mau menjual barang kw!" balas dari pemilik toko.
Pria yang berbaju dan berambut putih tadi menarik kerah baju si pemilik toko dengan sangat berani. Mereka datang dari wilayah lain hanya untuk menagih uang dari ginseng yang dijual di toko-toko perbatasan wilayah kerajaan.
"Lepasin gak?" tanya si pemilik toko.
"Haha, mana mungkin aku melepaskannya!" pria tua menolaknya.
Si pemilik toko ditarik bajunya kemudian tubuhnya dibanting ke tanah. Beberapa orang bersorak karena merasa si pria tua itu berbuat kasar di kampung orang, membela si pemilik toko.
Buk! Bak! Buk!
Pukulan itu mendarat di wajah pria si pemilik toko tadi sampai tersungkur ke tanah. Perlahan korban yang terkena serangan bangkit dan memegang wajahnya. "Kau gak bisa seenaknya memukulku," pekiknya.
"Kenapa? kau merasa keberatan?" tanya si pria tua dari kota lain tersebut.
Liangyi melihat perbuatannya dari jauh, begitu posisi mereka sangat dekat. Yoyo di tangannya dilemparkan hingga menyayat pipinya. Benda berwarna emas tersebut dengan ringan dan mudahnya membelah kulit wajah sampai ke daerah otot luriknya. Sontak pembuluh darah itu pun robek dan memercikkan isinya.
Zzrrttt.
Benang yoyo itu menyayat kulit wajahnya tanpa terasa dan pipinya mengalirkan cairan merah kental yang deras hingga baju putih di tubuhnya menjadi corak tie dye putih merah coklat. Perlahan ia merasakan nyeri. Jarinya langsung memegang wajah dan melihat ke telapak tangannya - bercak darah itu sudah menempel di tangan.
Tuk. Tuk. Tuk.
Suara sepatu bersol berat itu membuat pandangan beralih. Semua warga melihat ke arah datangnya sumber suara. Liangyi telah datang dengan ciri khas tangan menggerakkan sebuah benda yang dianggap kekanakan karena biasa dimainkan oleh anak-anak. Bukan Liangyi namanya kalau yoyo yang selalu digenggamnya tidak membuat orang ketakutan. Itu bukan yoyo biasa. Yoyo kuning tua berlogo kerajaan Kangxi yang dibuat dari abad ke-3 kerajaan dan benangnya dilapisi serbuk berlian merupakan yoyo keramat. Punya nyawa yang bisa bekerja sesuai permintaan sang pemiliknya.
Liangyi berjalan dikelilingi tiga pengawalnya di sisi samping dua dan satu di belakang. Liangyi berhenti pada jarak empat meter dari dua pria yang sedang berseteru itu. Yoyo di tangannya kembali tergenggam walau warnanya sedikit memerah jadinya akibat terkena darah pria yang sibuk menutupi luka di pipinya ketika Liangyi mendekatinya.
"Siapa kau?" tanya salah satu di antara para tamu dari luar daerah itu.
"Aku?" tanya Liangyi tersenyum, wajahnya seperti anak kecil, menunjuk ke arah muka dengan polosnya.
"Aku Hanya seorang pemuda yang gemar bermain yoyo," jawabnya dengan candaan, tersenyum tipis sambil menyipitkan mata pada mereka.
Semua warga tersenyum. Pangeran Liangyi juga suka humor di samping kekejamannya yang belum diketahui para tamu ini.
"Mau apa kau kemari?" lanjut mereka karena masih tidak mengetahui jati dirinya.
Liangyi menarik senyumnya. "Aku hanya ingin mengajakmu main yoyo, boleh?" jawabnya dengan pertanyaan konyol lagi sambil menunjukkan yoyonya dan memiringkan kepala, alisnya sedikit menanjak.
"Haha, dasar anak ingusan! Cuiihh!"
Liangyi tersenyum singkat lalu dengan cepat menjulurkan yoyonya hingga melukai tubuh mereka satu persatu. Alih-alih menghina, mereka malah mendapat luka yang sama dengan bosnya.
"Aku tidak suka jika kalian mengganggu ketenangan kerajaan Kangxi," ujarnya kembali keras dan selesai sudah bercandanya.
"Siapa kau rupanya? Berani sekali melakukan ini pada kami!"
"Aku juga berani memenggal kepala kalian saat ini juga - di sini," sambarnya menekankan ucapan.
Mereka mundur selangkah dan saling memandang setelah melihat yoyo di tangannya. Siapa yang tak mengenal pangeran Liangyi dari kerajaan Kangxi. Benda yang digenggamnya itu sudah menggema di seluruh planet. Hanya Liangyi yang mampu memainkannya.
"Kau - pria pewaris yoyo itu?" tanya bos mereka, seketika ingat pada cerita yang beredas beberapa tahun lalu.
Liangyi mengernyitkan kening, membuat mereka ragu.
"Kami hanya ingin meminta keuntungan atas produk kami yang sudah dijual. Mereka mengambil barang secara sembunyi-sembunyi dan tidak membayar pajak," tuduh salah satu dari mereka.
Liangyi memetik jemarinya dan pengawal pribadinya datang. "Kanebo, tolong bawakan aku produk yang dibilangnya," perintahnya pada pengawal pribadi yang bertubuh tegap serta berwajah kejam
"Baik, Pangeran."
Kanebo berjalan ke arah toko dan meminta penjualnya memberi sampel produk yang menjadi masalah siang ini. "Ini, Pangeran," ucapnya sambil memberikan sekotak bahan pangan sejenis rimpang yang memiliki aroma khas pedas itu pun diberikan Kanebo pada Liangyi. Liangyi mengambilnya lalu membelah rimpang tersebut, mencium aroma yang keluar. Matanya tertutup sejenak lalu tersenyum.
"Apa yang membuatmu yakin kalau jahe merah ini adalah milik kalian?" tanya Liangyi menunjukkan jahe merah tersebut kepada mereka
"Kami sangat yakin, rasa dan aromanya kuat seperti milik kami," jawabnya.
Liangyi tersenyum. Kanebo langsung memberikan dua kotak jahe merah dengan tekstur dan warna berbeda. "Itu - di sana ada 2 jenis jahe merah. Apa kalian bisa membedakannya?" tanya Liangyi.
Mereka pun memandangi baik-baik jahe itu tanpa boleh memegangnya. Tampak keraguan di wajah pria-pria itu. Namun, mereka akan mengatakannya dengan yakin walau belum tau kepastiannya.
"Ya, kami bisa membedakannya," ujar bos mereka.
"Kalau begitu, tunjuk yang mana milik kalian?" perintah Liangyi.
Pria itu menunjuk ke arah kanan karena memiliki tekstur lebih baik dan mirip seperti yang ada di toko tadi.
Liangyi tertawa hebat. "Hahaha, kau salah!" wajahnya kembali menegang dan seseorang datang dari samping membawakan sekotak jahe merah lagi dengan variasi lain.
"Dua kotak di depan kalian itu adalah jahe dari wilayah Cin dan Fin. Bahkan itu bukan milik kami atau pun milik kalian! Bagaimana bisa wilayah Lin tidak mengenali produknya sendiri?" lanjut Liangyi dengan tegas, membuat mereka menelan ludah.