***١٤***

1585 Words
"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang-piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun dari padanya. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah (keadaannya), atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi (yang ada), agar jika yang seorang lupa maka yang seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk batas waktunya baik (utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual-beli, dan janganlah penulis dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sungguh, hal itu suatu kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 282) Acara dilanjutkan dengan beberapa ceramah dari para santri dan santriwati. "Apa saja, sih, yang dibolehin untuk perempuan? Yuk, dengar! Pertama, warnain rambut asal bukan hitam. "Pada akhir zaman nanti, akan muncul suatu kaum yang bersemir dengan warna hitam seperti tembolok merpati. Mereka tidak akan mencium bau surga." (HR. Ahmad.) Kedua, pakek parfum secukupnya. Boleh pakek parfum saat di dalam rumah atau hanya ada mahromnya. Kalo keluar rumah, wanita sebaiknya memakai deodoran saja untuk menghilangkan bau badan. Ketiga, rajin kena air wudu. Biar suci dan glowing di akhirat. Bukan rajin skinkeran di dunia saja, tetapi lupa di alam kekal nanti bagaimana? Keempat, mandi dua kali sehari. Perempuan yang rajin itu menantu idaman katanya. Ngurus diri aja pinter, apalagi ngurus suami, ya, gak?" "IYA!!" sorak para santriwati menahan cekikikan. "Ok baik, para Akhi ingat jaga pandangannya!" peringat penceramah, lalu melanjutkan, "Kelima, seperti yang semua perempuan selalu mewajibkan yaitu skinkeran! Itu sebagai bukti merawat tubuh yang Allah berikan. Keenam, ini nih yang sering para perempuan sepelekan. Katanya gerahlah, lagi zaman pakek pakaian inilah. Padahal, kalian sebagai santriwati harus tahu dan membagikan ilmu ini kepada teman kita yang masih nakal. Apa, sih? Sering, bahkan saya selalu menemukan di beberapa tempat. Seorang perempuan lupa menjulurkan kerudungnya sampai menutup d**a. Kebanyakan melingkarkan, sampai membungkus leher jenjangnya, sedangkan d**a yang membusung itu? Nauzubillah. Apalagi, kalo busananya sudah ketat. Apa tidak pengap? Gerah? Itu loh yang saya pikirkan melihat perempuan zaman sekarang. Yang mereka kejar adalah gegayaan! Demi mendapatkan like dan komentar di akun sosial medianya. Melupakan, lekuk tubuh dan auratnya. Semoga, kita semua busa istiqamah, ya, Ukh!" "Aamiin!" "Baik, ini terakhir. Para santriwati itu tidak asing dengan namanya celak atau eye shadow, betul?" "Betulll!" Hilma tersenyum geli. "Cuma aku doang, ya? Yang gak pakek?" "Kamu gak mau pakek dari awal juga," balas Zahra. "Ingat, memantaskan diri itu baik, tetapi jangan dengan niat buruk. Seperti agar seseorang yang disukai tergila-gila atau semacamnya. Dengan catatan, boleh memakai jika berada diantara sesama perempuan, depan suami atau mahromnya saja. Jadi, jangan berlebihan, ya, Ukh? Sekian yang dapat saya sampaikan, sumber ceramah yang dibawakan dari akun twitter cewehijrah dan banyak riset tentunya." Zahra berdiri, sekarang adalah waktunya ia berjalan menuju panggung. Tidak lupa mengucap doa yang selalu ia lakukan. "Allahumma yassir wala tu'assir. Ya Allah permudahkanlah segala urusanku jangan dipersulitkan." "Semangat, jangan grogi!" Hilma menyemangati. "Yuk, bisa, yuk!" Intan mempersilakan Zahra untuk melewatinya, Rahma juga sedikit mencubit tangan Zahra agar tidak kaku nanti di atas sana. Diam-diam, Zahra mencari keberadaan Ustaz Hasbi. Ternyata sudah duduk manis bersama pengurus pindok lain di kursi terdepan. Gemetar Zahra berjalan, menaiki anak tangga, lalu berdiri kaku menghadap semua penonton. Perwakilan dari beberapa pesantren yang memakai busana berbeda, dapat dibedakan. Mereka semua menanti apa yang akan dilakukan. "Alhamdulillaahi robbil ‘aalamiin, was-sholaatu wassalaamu ‘alaa asyrofil anbiyaa-i wal mursaliin, wa’alaa aalihi wa sohbihi ajma’iin. Qoolallahu ta’ala fil qur’aanil kariim, a’uudzubillahi minasy-syaithoonir rajiim, bismillahir rahmaanir rahiim. Selamat malam, kepada semua santri dan santriwati dari Al-Fikri juga dari beberapa tamu yang berkenan hadir di acara maulid Nabi ini. Tidak lupa, kepada para pengurus dan tetua pesantren." Saat Zahra sedang fokus mengulang hafalan yang ia ucapkan sekarang. Kiai Hikam dan Kiai Muhammad Nabawiah berjalan santai, menuju tempat duduk mereka. Umi Fitri menggandeng Dijah yang menjadi salah satu santriwati memakai cadar. Zahra tidak sedang memandang ke arah sana. Jadi, ia bisa tetap fokus dengan isi ceramahnya. "Ingin tahu tidak? Saya akan memberitahukan konsep cinta dari beberapa utusan Allah. Ayo ... yang sedang berjuang siap menghalalkan, dengar, ya! Apakah konsep cinta kalian ada dalam salah satu kisahnya? Satu, konsep cinta Nabi Adam dan Siti Hawa. Yang enggak pernah ngomongin mantan! Bener gak, sih?" Gelak tawa dari beberapa santri membuat para kiai dan pengurus pondok yang sudah menikah menahan tawa. Hilma dan kedua temannya tidak sabar mendengar konsep cinta lainnya. "Benerlah, toh yang pertama Allah turunkan manusia ke bumi 'kan mereka! Kedua, Asiyah dan Fir'aun juga bagus. Bayangin, yang perempuan ahli surga, yang laki-laki ahli neraka. Nauzubillah! Ketiga, laki-laki yang kuat itu adalah Salman Alfarisi. Beliau berniat melamar perempuan dan ditemani oleh temannya Abu Darda. Namun, setelah sampai di rumahnya, perempuan itu malah memilih Abu Darda. Apa Salman Alfarisi marah? Tidak. Beliau tidak termakan ocehan setan. Jadi, para Akhi, masih mau ngajak temannya kalo mau apel gak, nih?" Zahra bergurau dan mendapat seruan bermacam-macam dari para santri. "Janganlah, tar ditikung!" "Wah, parah ceweknya!" "Bawalah, gak mungkin Zahra nolak saya, ahay!" Kembali, Zahra melempar senyumnya yang manis. Namun, Hasbi yang masih memikirkan soal perjodohan, sama sekali tidak menertawakan atau melempar godaan. Ia memilih diam, di sampingnya Rizwan tak mau diam. "Ternyata, dia asik juga kalo bawa tema kayak gini," bisik Rizwan, menyadarkan Hasbi dari lamunan. "Gimana?" tanya Hasbi. Rizwan menatapnya kesal. "Masih mikirin perempuan itu? Hasbi, Hasbi ...." Di atas panggung sana, Zahra melanjutkan, "Kelima, kisah Rasullah yang pulang kemalaman hingga tidur di depan pintu. Beliau enggak mau bangunin Aisyah yang ternyata ketiduran juga di depan pintu. Karena nunggu Rasullah pulang! Keenam, pernah juga Rasul lagi marah banget sama Aisyah. Rasul nyuruh Aisyah buat tutup mata. Waktu itu Aisyah udah ketakutan, tapi tau gak apa yang dilakukan, Rasul? Beliau mendekat sambil bilang, "Humairahku, telah hilang marahku setelah memelukmu." Yo, jomlo apa kabar? Lanjut, ya, ini terakhir. Ketujuh, ketika Zulaikha mengejar cinta Yusuf. Maaf, ini bukan Ustaz Yusuf yang ini, ya." Zahra menunjuk dengan ibu jarinya, kepada Ustaz Yusuf yang kini menahan tawa. "Iya, cinta saya soalnya dikejar sama Khoerunnisa!" serunya, menanggapi gurauan Zahra. "Asikk!" Beberapa santri heboh di belakang. "Ok, lanjut, ya. Nabi Yusuf justru menjauhinya. Tapi, ketika Zulaikha mengejar cintanya Allah. Allah dekatkan Zulaikha kepada Yusuf. Jadi, apa kabar sama guyonan, dekatilah ayahnya maka kamu akan menjadi menantunya? Itu gak menjamin, ya. Kita harus belajar dari konsep cintanya, dekatilah Allah dari sekarang." Setelah mengucap hamdallah dan salam penutup, Zahra menuruni anak tangga mendapat senyum dari orang-orang terdekatnya. Sampai, kedua matanya menangkap Hasbi yang diam menunduk. Ada apa dengan lelaki itu? Pandangannya beralih, mendapati senyum manis Rizwan. Zahra membalas senyum sahabat Hasbi itu. "Wih, rame banget kalo kamu yang ada di panggung!" sorak Hilma, seraya menarik Zahra agar kembali duduk. "Ih, kalian gak tau gimana rasanya jadi aku!" gerutu Zahra, lalu memperbaiki kerudungnya yang sudah tertata rapi. Rahma membalas, "Bagus, kok, kita juga denger santri dari pesantren lain pada nanyain nama kamu, loh!" "Ah, jangan dianggap serius," protes Zahra. Beberapa acara kembali dilanjutkan. Berakhir ditutup oleh senyum manis Ustaz Hasbi di panggung sana. Selesai sudah tepat jarum jam menunjuk satu dini hari. Jadi, kemungkinan semua santri mendapat waktu satu jam untuk tidur. Mengingat tepat pukul tiga harus melaksanakan salat malam. Dilarang begadang, semua lampu kamar harus cepat dimatikan. Untuk semua kursi tamu dan beberapa alat musik tidak langsung dibereskan. Para santri segera pergi menuju kamar mandi, mengambil air wudu lalu tidur. Hilma tidak bisa terlelap dalam tidurnya. Ia terus menatap langit-langit kamar. Sampai, tiba-tiba Zahra terduduk di atas ranjangnya. "Zahra?" panggil Hilma, suaranya nyaring terasa dalam kesunyian. Zahra menoleh. "Kamu gak bisa tidur juga?" Hilma memilih duduk juga. "Gaklah, susah!" Tanpa menunggu lama, Zahra mengajak Hilma keluar dari kamar. Awalnya, Hilma menolak takut diceramahi oleh pengurus pondok. Namun, Zahra meyakinkan mereka pasti bisa lolos. Benar saja, sosok lelaki yang Zahra kagumi sedang berada di dalam masjid. Terlihat jelas dari celah jendela yang terbuka. "Ngapain ke sini?" bisik Hilma, masih bingung. Zahra mulai mempersiapkan diri, apakah ia mampu bertanya langsung kepada Hasbi soal keadaannya? Zahra yakin. Toh, dia sudah dianggap sebagai saudara oleh keluarga Umi Fitri. Sebelum Zahra melangkahkah kakinya siap masuk ke dalam masjid. Rizwan datang membuat Hilma dan Zahra mundur perlahan. "Apa yang kalian lakukan? Sudah malam, tidurlah!" titahnya, Rizwan mencoba menahan suaranya agar tidak bergetar. Rasanya setiap dekat dengan Zahra, ia selalu gemetar tak karuan. "Zah, ayo!" ajak Hilma. Zahra mengikuti ajakan Hilma dengan malas. Rizwan di belakang, bertanya-tanya maksud kedatangan Zahra di waktu tidur itu. Ia segera masuk ke dalam masjid. Hasbi masih dengan tasbih di tangannya. "Hilma, barusan ada di depan." Hasbi mendongak. Mencari-cari keberadaan gadis yang Rizwan katakan. "Dia sudah pergi," lanjutnya. "Apa yang dia inginkan?" tanya Hasbi. "Bukan dia, tapi Zahra." Rizwan menjawab tak suka. "Zahra?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD