BAB 6. SAYA SANGAT BERTERIMA KASIH KEPADAMU

1359 Words
Satu Minggu pasca kejadian tidur seranjang di apartemen Reynand. Reynand yang merasa biasa saja melihat sedikit kejanggalan dari sikap Sang sekretaris cerewetnya. Kanaya terlihat seolah menghindarinya. Dan juga terkesan canggung. Apakah gadis itu malu karena telah merasa sangat lancang saat ia malah memilih memeluk Reynand yang tengah gelisah dalam tidurnya? Benak Reynand bertanya-tanya. Dimulai dari Kanaya yang tak ingin menatapnya saat mereka berbicara. Bahkan ia menunduk dalam-dalam agar tak bersitatap pandang dengannya. Lalu Kanaya yang terlihat menolak saat Reynand mengajaknya untuk bekerja di dalam ruangannya. Dengan alasan ia akan secepatnya menyelesaikan pekerjaannya jika duduk di kursinya sendiri. Daripada berada satu ruangan dengan bosnya itu. *** Kanaya memang sengaja melakukannya. Ia merasa sangat malu dan bersalah kepada bosnya itu. Apa nantinya yang dipikirkan oleh bosnya tersebut padanya? Akankah ia akan disebut sebagai perempuan yang murahan. Yang mau saja tidur seranjang bersama pria lain. Yang bahkan tak ada dalam pikirannya untuk dijadikan kekasih. Sebab Kanaya tahu siapa dirinya dan Reynand. Bak langit dan Bumi yang tak akan bisa bersama. Di halangi oleh jarak yang membentang luas. Seolah mempertegas bahwa memang keduanya tak akan pernah bisa bersama. Meski keinginan itu ada. *** Karena merasa tidak nyaman dengan suasana pekerjaan yang seperti ini. Reynand memanggil Kanaya agar segera ke ruangannya. Reynand mendongak begitu Kanaya telah berdiri di hadapannya. Tepat di seberangnya. Terhalangi oleh meja kerjanya. “Sebenarnya ada apa denganmu? Kenapa aku merasa kau menjauhiku? Atau lebih tepatnya menghindari ku? Apa aku buat salah sama kamu? Karena jujur saja. Keadaan ini nggak enak dan nggak nyaman banget.” Jujur Reynand yang tak ingin berada dalam situasi seperti ini. “Maaf, Pak. Saya hanya malu dan merasa bersalah karena telah lancang....memeluk bapak waktu itu..” cicitnya di akhir kalimat. Seketika itu juga Reynand tergelek mendengar pengakuan Kanaya barusan. “Hahaha....astaga Kanaya...Kanaya....kamu lucu banget sih!!” Tawanya semakin menggelegar bahkan sampai memegangi perutnya. Sementara si perempuan hanya terbengong melihat tawa sang bos tampannya. Tapi hanya selama beberapa detik. Sebab setelahnya ia mendengus kasar. “Bapak kenapa ngetawain saya? Memangnya ucapan saya lucu apa? Harusnya bapak nggak kayak gitu! Saya takut kalau bapak akan berpikiran yang macam-macam sama saya. Tapi saya berani sumpah pak. Saya saat itu hanya berniat menolong. Tak lebih. Tidak juga berniat untuk menggoda bapak. Yang notabenenya adalah atasan saya. Saya masih punya pikiran kok pak.” Jelasnya sambil tertunduk. Reynand berhenti tertawa saat mendengar kalimat per kalimat yang lolos begitu saja dari bibir mungil Kanaya. Reynand berdehem singkat untuk membuat Kanaya melihatnya. “Kamu tidak usah memikirkan hal itu. Karena saya tahu, kamu bukanlah orang yang seperti itu. Meskipun kamu selalu terang-terangan meminta bonus pada saya. Tapi saya tahu, kamu memintanya setelah melakukan tugasnya.” Jelasnya sambil tersenyum tipis dan menatap lurus wajah Kanaya yang terlihat terkejut. “Saya juga ingin berterima kasih kepadamu karena kamu sudah mau repot-repot mengurus saya yang sedang sakit. Saya juga tidak berpikiran kamu punya maksud lain dengan tidur di ranjang saya. Karena selama bekerja pun kamu selalu profesional. Tak ada tanda-tanda kamu menggoda saya. Jadi, saya percaya bahwa kamu adalah gadis yang baik. Saya juga tahu seperti apa hubunganmu dengan para karyawan yang lainnya. Mereka berkata bahwa kamu adalah gadis yang baik, ramah, riang dan suka bercanda. Jadi, jangan merasa bersalah. Karena saya sangat beruntung memiliki seorang sekretaris yang baik sepertimu.” Sambungnya dengan senyum tipisnya. Kanaya terenyuh mendengar kata-kata bosnya. Awalnya Kanaya pikir bahwa Reynand tak akan bisa berterima kasih kepada orang lain. Nyatanya pria tersebut tahu cara berterima kasih. Bahkan menilai dirinya seperti apa selama ini. Kanaya benar-benar kagum pada bosnya ini. “Terima kasih pak. Saya tidak menyangka bahwa bapak bisa menilai saya seperti itu.” Sahut Kanaya dengan tawa kecilnya. “Memangnya saya seburuk itu apa? Sampai tidak tahu menghargai kebaikan orang lain?” dengusnya kesal. Kanaya malah terkekeh pelan. “Ya, bapak kan tahu sendiri. Semua karyawan disini sudah menjadikan bapak adalah Tema Ghibah populer di perusahaan.” Jawabnya. “Memangnya saya ini apa? Awas saja sampai saya lihat kamu menjelekkan saya di belakang saya. Saya potong bonus akhir tahun kamu.” Ancam Reynand sebal. “Eh? Kok bonus saya yang jadi ancaman sih pak? Ihh, bapak jangan se enaknya aja dong. Kan saya cuman mengatakan fakta pak. Lagian ya pak. Kalo saya sih, nggak usah ngomongin bapak di belakang? Saya kan selalu ngomongnya di depan bapak. “Balasnya ketus. “Ya, sudah sana. Kerjakan tugas kamu. Malam ini kita lembur lagi.” Titah Reynand yang telah kembali fokus ke layar laptopnya. “Baik pak. Saya permisi dulu.” *** Benar saja, setelah beberapa jam berlalu. Kanaya baru saja selesai menyelesaikan pekerjaannya. Ia kini tengah meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa tegang karena harus bekerja ekstra keras hari ini. Tepat saat itu. Pintu ruangan CEO terbuka. Keluarlah sosok pria tampan yang menggulung lengan panjang kemejanya. Dengan dua kancing atas kemejanya yang sengaja dibuka. Rambut acak-acakan. Juga menenteng jas dan tasnya. Berjalan menuju ke mejanya. Sesaat, Kanaya terpaku menatapnya. Namun, buru-buru ia mengalihkan pandangannya dan berpura-pura sibuk membereskan tasnya. Saat matanya bersirobok dengan Reynand. “Sudah selesai?” tanya Reynand. Kanaya mengangguk pelan. “Iya, pak. Ini mau pulang. Pekerjaan bapak sudah selesai memangnya?” tanyanya balik seraya menyampirkan tas tangannya. Keduanya berjalan beriringan menuju lift. “Sudah kok. Kamu pulang naik apa?” tanya Reynand yang menekan tombol lift. “Saya kan biasanya naik bis pak. Tapi kayaknya ini udah malem banget. Jadi, bis pasti udah nggak ada. Saya pesan gojek aja pak.” Terang Kanaya santai. “Bagaimana kalau kamu pulang sama saya? Kita bisa makan malam dulu kan?” tawar Reynand. Melihat Kanaya yang nampaknya akan menolak tawarannya. Suara Reynand kembali terdengar. “Saya hanya ingin kamu menemani makan. Tenang saja, saya traktir kok. Kamu bebas menentukan tempatnya.” Potong Reynand cuek. Kanaya menghela napasnya. “Baiklah. Karena jarang-jarang bos besar mau traktir. Maka kesempatan yang langka ini. Jangan sampai dilewatkan.” Sahut Kanaya riang. Reynand ikut tersenyum. “Dasar!! Dengar kata traktiran aja langsung berubah pikiran dalam satu detik!” cibir Reynand yang berjalan lebih dulu di depan Kanaya. Lalu masuk ke dalam mobilnya. Di ikuti oleh Kanaya yang akan membuk pintu belakang. “Hei! Ngapain kamu duduk di belakang? Memangnya saya supir kamu? Nggak ada!! Pindah depan!” Titahnya tegas dengan tatapan tajamnya. “Haish! Nanti kalau saya duduk depan. Ketahuan pacar bapak. Bisa kelar hidup saya pak!” gerutu Kanaya namun juga tetap pindah duduk di depan. Karena takut melihat tatapan tajam Reynand yang seakan siap melahapnya. Setelah menunjukkan tempat makan yang ingin dikunjungi oleh Kanaya. Reynand dan Kanaya tiba di sebuah warung makan tenda pinggir jalan. Warung makan yang menjual aneka makanan laut. Kanaya masuk lebih dulu. Di ikuti Reynand yang nampaknya tidak pernah makan di tempat seperti ini. Beruntung saja, tempat ini sangat bersih. Meskipun berada di pinggiran jalan. Dan jangan diragukan lagi kelezatannya. Sebab ini adalah salah satu warung tenda langganan Kanaya sejak kuliah. Melihat Kanaya yang akan memesan makanan. Reynand mencari tempat duduk untuk mereka berdua. “Eh, neng Naya! Sudah lama neng nggak makan disini lagi? Gimana kerjaan lancar?” sapa Bapak paruh baya yang Reynand lihat adalah pemilik warung makan tersebut. “Kabar Naya baik kok pak. Iya, pak. Kerjaan juga lancar berkat doa dari bapak.” Jawab Kanaya dengan senyum ramahnya. Reynand yang bisa melihat dan mendengarkan interaksi antara Kanaya dan bapak-bapak tersebut tak mampu menyembunyikan senyum tipisnya. “Mau makan apa neng? Yang biasanya?Eh, tapi kesini sendirian apa sama orang lain?” tanya Si bapak. Kanaya mengangguk singkat. “Iya, pak punya aku yang biasanya yah. Terus sama...” Kanaya terlihat mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan Reynand. “Pak? Bapak mau makan apa?” seru Kanaya yang menatap Reynand. “Samain kayak kamu aja. Minumnya es jeruk yah!” jawab Reynand singkat.” Ia kembali pura-pura fokus pada ponselnya. “Sama kayak punya aku dua ya pak. Tapi punya bapak itu jangan terlalu pedas. Dia nggak bisa makan pedas soalnya.” Bisik Kanaya seraya terkekeh. “Beres mah. Itu siapa neng? Kok dipanggil bapak sama neng Naya?” “Oh, dia itu bos aku pak.” Jelas Kanaya. “Eh, kirain itu tadi pacarnya neng Naya.” Goda Si bapak sambil tergelak. “Ish, bukan pak. Ya, udah pak. Jangan lupa es teh manis aku. Haus nih!” ujarnya sambil melangkah duduk di sebelah Reynand. “Memangnya panggilan kamu Naya yah? Kok bapak tadi manggil kamu Naya?” tanya Reynand penasaran. “Nggak juga sih pak. Memang si bapak aja katanya biar nggak ribet manggilnya.” Jelas Kanaya sambil mengambil sebungkus kerupuk dan memakannya. Tak lama setelah itu datanglah es teh manis pesanannya juga es jeruk pesanan Reynand. Membuat keduanya sama-sama terdiam. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD