"Pak Husein!"
Ia menoleh. Baru saja hendak masuk ke dalam ruangannya lagi. Tapi kemudian membalik badan karena salah satu staf HRD muncul. Mungkin mencarinya?
"Anu.....soal penerimaan beberapa mahasiswa magang. Rencananya lusa ada sesi dari pak Husein untuk mengisi sesi sambutan, pak."
Husein mengangguk. "Ini untuk acara besok?"
Ia hampir lupa untuk memberikannya pada Husein. Ia mengulurkan dokumen itu dengan tangan gemetar. Husein mengucapkan terima kasih lantas pamit darinya. Gadis itu hampir berteriak karena berhasil berbicara dengan Husein. Cowok itu tak dingin. Ia ramah. Namun memang lebih suka menjaga jarak dengan perempuan.
Husein kembali ke ruangannya dengan santai lalu menghela nafas.
"Minggu depan, Rain bakal lamaran. Cowoknya udah balik ke Indonesia."
Itu obrolan dari Ferril kemarin. Ya ia memang tak tahu bagaimana perkembangan hubungan Rain. Namun tampaknya memang yang satu ini sudah sampai ditahap itu. Yang sudah ia duga. Mungkin memang harusnya ia mencari perempuan lain sejak dulu. Namun ya selalu dipertemukan dengan Rain di sini jelas akan sanhat sulit untuknya kan?
"Bang, Keera bilang mau ke Korea."
Hasan meneleponnya. Cowok itu begitu sibuk di Korsel. Keera juga sedang hamil. Ya mereka sudah sibuk dengan kehidupan di sana. Ia sibuk dengan kesendiriannya di sini.
"Ya. Baru rencana. Aku uga lagi lihat tiket kok."
Sebenarnya itu sebuah pemikiran yang begitu mendadak. Ia tiba-tiba terpikir ke sana setelah mendengar kabar Rain akan melangsungkan lamaran. Ini hanya hitungan hari. Jelas bukan waktu yang lama kan?
"Ada kerjaan, bang?"
Sebetulnya tak ada. Ia bisa saja tiba-tiba memhambil cuti selama satu minggu untuk berlari dari kenyataan. Hahahaha. Ternyata, ia tak sekuat Ardan yang dengan beraninya datang ke acara lamaran Talitha bertahun-tahun silam. Eiiits. Bukan deh. Itu kan dijebak. Hahaha. Namun hebatnya, Ardan tetap bertahan di sana hingga akhirnya pulang dan patah hati. Mungkin untuk kasus yang sama. Tapi Ardan lebih lama patah hati dibandingkan Husein. Aah jangan menghitung waktu. Ia juga takut bernasib sama seperti Ardan. Hahaha.
"Yaa. Biasa lah. Sekalian liburan bentar."
"Tumben. Biasanya kerja mulu."
Ia terkekeh. Ya ia bahkan hanya mengambil libur saat lebaran. Meski terkadang harus mendadak dinas ke luar negeri.
"Gak gitu lah. Nanti aku hubungin lagi kalau jadi berangkat."
Hasan mengiyakan. Ia baru saja sampai di rumah. Ya lembur dari semalam dan baru pulang siang hari ini. Keera belum pulang. Masih di rumah sakit di mana ia bekerja menjadi salah satu tim riset di sana. Mana sedang hamil pula. Was-was dan khawatir tapi tak masalah lah. Selama bumilnya bahagia kan?
Ia akhirnya beranjak untuk mandi lalu tidur selama dua jam baru kemudian menyiapkan makanan di dapur selama satu jam. Lalu berangkat lagi keluar untuk menjemput Keera di ujung jalan biasanya. Ya kalau masih keburu, sekoga ia sudah sampai di stasiun sebelum Keera.
Sementara itu, Husein baru saja memutar mobilnya menuju apartemen. Ya pulang ke apartemen dengan kesendirian memang hal yang biasa baginya. Tapi kali ini tampak berbeda. Karena ada sesuatu yang sepertinya sedang memululnya.
Husein membuka pintu apartrmennya. Tampak kosong. Sebetulnya ia sudah membeli rumah bekas di sekitar Jakarta Selatan. Ya masih di sekitar komplek rumah Adit karena agak murah di sana. Lagi pula juga aman dari banjir. Meski agak memakan waktu kalau harus ke kantor dengan mobil. Namun rumah itu belum kunjung direnovasi olehnya. Bukan soal uang. Tapi ia kini sedang kehilangan arah. Bingung dengan tujuannya sendiri.
@@@
Dari Kuala Lumpur, ia akhirnya terbang ke Yogyakarta. Ya sebetulnya memang ada urusan pekerjaan. Soal pabrik di sana yang harus ia kuntit. Keluarga si pemilik pabrik. Selain Arabella, ia baru mendapatkan klien baru dan kini akan bertemu dengannya. Kantor baru di khusus detektif perselingkuhan seperti ini tampaknya mulai laku. Hahaha. Ia jadi senang karena mendapatkan uang tambahan lagi. Ada klien baru artinya ada tambahan pemasukan.
"Bisa ganti iphone baruuu yeeeeaay," gumamnya pelan. Hahahaha.
Arinda masih dalam perjalanan. Gadis itu naik kereta. Kemarin kan pulang lebih dulu dari Kuala Lumpur lalu terbang ke Solo. Akan bertemu dengannya di sini.
Ia masih berada di dalam mobil. Kali ini kasusnya tampaknya lebih rumit. Karena sebetulnya sang klien sudah tahu kalau pasangannya menikah lagi dengan perempuan lain yang bukan lebih muda tapi lebih cantik. Punya anak satu perempuan. Tapi keduanya sama-sama hobi memoroti uang suaminya. Ya suami bersama. Sejauh ini, Rain belum bertemu dengan perempuan yang berselingkuh. Mungkin para lelaki tak perlu memakai jasa seperti ini. Jadi kebanyakan klien yang kini sudah mengantri pun perempuan.
Ia memutar balik mobilnya ketika melihat mobil itu keluar dari pabrik. Entah akan ke mana karena baru setengah jam kemudian, Rain menyadari tujuannya. Di mana? Rumah sakit di daerah Wates. Yeah sampai di sini. Harusnya Arinda bisa segera menyusul ke sini.
"Kak!"
Akhirnya gadis itu menelepon. Sementara ia baru saja membelokan mobilnya memasuki halaman parkir rumah sakit.
"Lo buruan ke sini. Gue kirim lokasinya."
Ia terpaksa mematikan telepon itu karena terburu-buru mengejar sang pemilik pabrik. Begitu mengirim lokasinya, ia sehera berlari. Tak mau kehilangan orang itu. Akan sulit melacaknya karena ia memang belum menempelkan apapun. Sang klien mengatakan kalau tak perlu diikuti. Mereka hanya butuh bukti perselingkuhan itu agar keluarga sang suami mempercayai. Ya mungkin mereka juga sudah tahu. Tapi mereka hanya berusaha menolaknya bukan?
Karena hanya kata sabar yang keluar dari mulut mereka. Padahal mereka tahu kalau saudara laki-laki mereka itu sudah berselingkuh sejak beberapa bulan terakhir. Tapi ya begitu. Kalau si istri yang berselingkuh, para iparnya itu pasti akan bersikap berbeda. Bagaimana sikapnya?
"Ceraikan saja itu istrimu. Kalo udah selingkuh begitu pasti berzinah!"
Ya. Satu-satunya kata yang akan keluar adalah ceraikan lah. Bukan sabar lah. Berbeda bukan cara menanggapinya antara perempuan dan laki-laki yang berselingkuh?
Rain menghentikan langkah. Ia mengintil dari kejauhan. Lelaki tadi tampak masuk ke dalam sebuah ruang rawat. Siapa yang sakit? Ia mencoba mendekat dan berjalan sambil menoleh ke arah ruangan itu tapi tetap tak terlihat karena kacanya dibuat buram. Ditambah lagi, pintunya juga tertutup. Apa yang bisa ia lihat?
Ia berdesis lalu mengaduh saat tak sengaja menabrak dinding. Bodoh. Sudah jelas-jelas memang tak ada jalan lagi. Disaat ia sedang mengaduh, dari belakangnya, terdengar suara tawa seseorang. Tawa yang sangat familiar. Ya sungguh famikiar hingga membuatnya mengernyit. Lalu denhan cepat menoleh ke belakamg untuk melihat siapa orang itu sebenarnya. Kemudian apa yang terjadi?
Terpaku. Mematung.
Orang yang tertawa tadi masih menatapnya. Ya sesekali masih tertawa. Meski lama-lama ia diam. Mungkin Rain syok karena sudah lama lagi tak melihatnya.
@@@