Sean dan Anna masih berebut toples, di selingi Anna yang sesekali berteriak.
Teriakan yang mampu memekakan telinga siapapun yang mendengarnya, tak terkecuali gendang telinga Sean yang mulai terasa sakit.
"Jangan teriak-teriak Anna. Mommy lagi tidur, nanti malah kebangun!" Sean memberi peringatan tegas pada Anna, tak lupa untuk menatap sang adik dengan mata sorot tajam.
"Maaf Kak, Anna lupa," lirih Anna sambil mengusap tengkuknya.
"Anna ambil sendiri sana di dapur. Ini kan punya Kakak."
"Ih, Anna mager Kak. Kakak ngalah dong sama Anna!" Anna kembali berteriak.
Sean dan Anna dan masih terlibat aksi saling tarik-menarik diiringi Anna yang terus saja berteriak, meminta Sean menyerah, tapi Sean sama sekali tidak mau menyerah.
Jika Anna terus berteriak, maka lain halnya dengan Sean yang terus menatap sang adik dengan tajam.
Tin... Tin... Tin...
Sean dan Anna sontak terdiam, tak lagi saling berebut atau saling mengejek satu sama lain begitu mendengar suara klakson dari mobil yang sudah sangat mereka kenal.
"Opa, Oma!" Teriak Anna heboh.
Anna langsung melepaskan toples yang sejak tadi jadi bahan rebutannya dengan Sean, dan hal itu tentu saja membuat Sean terjungkal.
Anna beranjak menuruni sofa, berlari menuju teras depan untuk menyambut kedatangan Opa dan Omanya. Anna yakin 100% kalau itu adalah suara klakson mobil Ahmad dan juga Ani, karena ia sudah mengingatnya di luar kepala.
"Anna!" Murka Sean seraya mengusap kepalanya yang terbentur ujung sofa.
Semoga saja otaknya baik-baik saja, dan tidak bergeser dari tempat semula. Bisa bahaya kalau otaknya bergeser, bisa-bisa ia hilang ingatan.
Langkah Anna terhenti, lalu menoleh pada Sean yang sedang menggerutu. "Sorry Kak, Anna sengaja," ujarnya seraya mengibaskan rambut panjangnya dengan gaya centil.
"Awas kamu Dek, Kakak balas nanti!" Ancam Sean berapi-api dengan kilatan amarah yang terpancar jelas di mata hitam legamnya.
Sementara Anna mengabaikan ancaman Sean, dan terus berlari menuju teras depan dengan tawa yang tak sedetikpun hilang, merasa senang saat tadi melihat Sean terjungkal.
Siapa suruh tidak mau mengalah pada adik sendiri? Coba saja kalau dari awal mau mengalah, pasti Sean tidak akan terjungkal.
Oh astaga, Anna sudah sangat merindukan Opa dan Omanya. Sudah 2 minggu lebih mereka tidak bertemu di karenakan Ani dan Ahmad yang sibuk berkeliling kota, menghadiri berbagai macam acara amal yang selalu rutin keduanya lakukan.
Begitu melihat Ani keluar dari mobil, Anna langsung berlari dan memeluk erat tubuh Ani, membuat Ani hampir saja terjungkal kalau saja ia tidak segera menyeimbangkan tubuhnya.
"Anna kangen banget sama Oma," cicit Anna.
Ani tertawa, lalu membalas pelukan Anna dengan sama eratnya. Ani bukan hanya memeluk Anna, tapi juga melabuhkan banyak kecupan di pelipis sang cucu. "Sama, Oma juga kangen banget sama Anna."
"Anna enggak kangen nih sama Opa?" ujar Ahmad dengan nada setengah merajuk, dan kedua tangan yang kini bersedekap, merasa terabaikan karena Anna sama sekali tidak menyapanya, dan hanya menyapa istrinya.
Anna melepas pelukannya dari Ani, lalu menoleh pada Ahmad. "Kangen, tapi lebih kangen sama Oma," kekeh Anna, lalu melangkah menghampiri Ahmad dan memeluk Ahmad dengan erat. "Opa apa kabar?"
"Opa sama Oma selalu baik," jawab Ahmad, membalas pelukan Anna.
Semakin dewasa, semakin terlihat jelas wajah siapa yang menurun pada Anna siapa lagi kalau bukan wajah Sein.
"Kak Sean mana Princess?" Ahmad mengecup puncuk kepala Anna, seraya melepaskan pelukannya, begitupun dengan Anna yang juga ikut melepas pelukannya.
"Masih di dalam kali," ujar Anna seraya mengedikan bahu tanda tak tahu.
"I'm here, Opa," sahut Sean yang baru saja muncul.
Sean melangkah mengahmpiri Ani dan Ahmad, dan Ani, memeluk keduanya secara bergantian.
"Opa sama Oma baik-baik saja kan?"
"Opa sama Oma baik, Kak." Kali ini Ani yang menjawab pertanyaan Sean.
"Momny di mana Kak?"
"Kita ngobrol di dalem aja Opa, Oma, di sini panas banget," usul Sean tanpa menjawab pertanyaan Ani.
Bukan bermaksud tidak sopan, hanya saja Sean takut Ani berteriak begitu mendengar penjelasannya.
"Sekalian nih bantuin Oma bawa belanjaan." Ani menyerahkan beberapa paperbag yang berisi sayuran, buah-buahan, serta cemilan ringan lainnya pada Sean dan Anna.
Ani dan Anna melangkah terlebih dahulu, di susul Ahmad dan Sean yang mengekor di belakang. Sepanjang jalan, keduanya terus mengobrol tentang berbagai macam pembahasan yang tentu saja sangat menarik untuk mereka bahas.
"Mommy mana Kak? tumben rumah sepi?" Ani kembali bertanya saat tidak melihat Sein di sekelilingnya. Biasanya saat sore seperti ini, Sein, Anna dan Sean sedang asik bercengkrama di ruang keluarga. Bahkan suara tawa ketiganya bisa mengalahkan kerasnya suara televisi yang menyala.
"Di kamar Oma, lagi istirahat." Sean meletakan beberapa kantong belanjaan di atas meja, begitu pun dengan Anna.
"Kenapa? Apa Mommy sakit? Atau masih mual-mual?" tanya Ani beruntun.
Ani tidak bisa menyembunyikan rasa khawatirnya, mengingat sudah beberapa hari ini, Ani selalu mendapatkan laporan dari Bi Sari kalau Sein sering mengalami kurang nafsu makan, atau mengeluh pusing.
"Enggak Oma, Mommy cuma kecapean doang," sanggah Sean cepat.
"Kenapa bisa kecapean Kak? Emang habis ngapain?" tanya Ani penasaran.
"Mommy tadi pagi nangis," celetuk Anna tiba-tiba.
"Nangis kenapa?" Sekarang giliran Ahmad yang bertanya, menatap Sean dan Anna secara bergantian.
"Biasalah Opa, apalagi kalau bukan nangisin Daddy," jawab Sean yang langsung di angguki Anna.
"Benar, Momny nangisin Daddy lagi tadi pagi." Anna ikut menimpali.
"Terus?" tanya Ani penasaran dengan apa yang sudah Sean dan Anna lakukan kali ini untuk menenangkan Sein.
"Tadi pagi Kakak ajak jalan ke PIM, baru pulang setengah jam lalu," jelas Sean.
"Astaga Kak, kenapa malah di ajak jalan-jalan ke PIM ?" protes Ani, menatap Sean dengan raut wajah shock.
Sein memang sangat jarang pergi ke mall, tapi sekalinya pergi ngemall, maka Sein akan lupa waktu dan akan menghabiskan banyak waktu untuk mengelilingi mall.
Sean hanya tertawa begitu mendengar protes dari Ani. "Tadinya mau Kakak ajak jalan ke Bali, tapi takut kalau Mommy malah sakit," ujar Sean.
"Ya iya lah Kak, pasti sakit," sahut Ahmad sambil tertawa geli..
"Ya sudah, Oma mau mau menyiapkan makan malam dulu. Anna mau bantu Oma?"
Dengan penuh semangat Anna mengangguk dan keduanya pun bergegas menuju dapur untuk memasak menu makan malam.
Sementara Ahmad dan Sean memilih untuk mengobrol di ruang keluarga, membahas berbagai macam topik dan masalah yang ada, tak terkecuali membahas masalah pribadi Sean.
Sean bukanlah tipe orang yang tertutup dengan masalah pribadinya, ia malah terbuka.
Sean selalu meminta pendapat, baik itu pada Anton, ataupun pada Ahmad, Tak jarang, Sean juga meminta pendapat pada Sein juga Ani, dan mereka semua akan dengan senang hati memberi Sean banyak sekali nasehat, bahkan solusi.